PWMU.CO – Ketua Dewan Pertimbangan MUI Prof M. Din Syamsuddin menyatakan, aksi protes mahasiswa dan pelajar yang merebak serentak di berbagai kota bukan hal sepele, maka perlu disikapi dengan penuh kepedulian.
“Aksi tersebut merupakan ekspresi kekecewaan menggumpal terhadap pengabaian akan aspirasi rakyat oleh DPR dan pemerintah,” ujarnya pada PWMU.CO, Senin (30/9/19) malam.
Menurut Din, sejumlah UU yang disahkan DPR seperti UU tentang KPK, penundaan pengesahan RUU tentang KUHP, dan lain sebagainya menunjukkan DPR dan pemerintah tidak peduli terhadap aspirasi rakyat, dan mengabaikan mekanisme pembahasan RUU yang bersifat terbuka.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah tahun 2005-2010 itu mengatakan, aksi protes mahasiswa dan pelajar yang merasa memiliki keterpanggilan untuk pengawasan sosial untuk perbaikan justru dihadapi oleh aparat keamanan dan penegakan hukum dengan sikap otoriter dan represif. Akibatnya, jiwa mahasiswa terenggut oleh senjata yang dibeli dengan uang rakyat.
“Demi kemanusiaan yang adil dan beradab, dan demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia saya mendesakkan penghentian pendekatan otoriter, represif, dan kekerasan negara atas rakyat warga negara,” ujarnya.
Kepada DPR dan pemerintah sebagai pemangku amanat, Din berpesan agar mengedepankan pendekatan dialogis persuasif dengan mengakomodasi aspirasi rakyat. “Karena justru itu adalah kewajiban pemangku amanat yakni untuk membela dan memperjuangkan aspirasi rakyat, bukan kepentingan terbatas dari sekelompok orang atau golongan,” kata Din.
Soal Wamena
Din juga menegaskan, peristiwa Wamena yang menimbulkan puluhan korban jiwa seyogyanya dapat dicegah. “Tapi kelambanan dan kealpaan negara dalam mengatasi dan mengantisipasi keadaan telah menyulut ‘perang saudara’ di antara sesama anak bangsa, hal mana mendorong disintegrasi sosial dan potensial meruntuhkan Negara Bhinneka Tunggal Ika,” ungkapnya.
Karena itu, pesan Din, pemerintah perlu bersungguh-sungguh mengatasinya dengan mengintensifkan dialog persuasif dan menciptakan kesejahteraan serta keadilan sosial.
Sementara itu, tindak kekerasan apalagi pembunuhan oleh siapapun dan atas nama apapun harus dihentikan. Sesuai amanat konstitusi, negara harus hadir melindungi rakyat dan segenap tumpah darah Indonesia.
“Kepada para tokoh agama-agama, khususnya di Papua, agar dapat bersama-sama menghentikan tindakan kekerasan apalagi pembunuhan terhadap sesama, dan mencegahnya berkembang dengan sentimen keagamaan. Semoga Allah SWT melindungi bangsa Indonesia dari perpecahan dan membuka hati pemangku amanat utk mengemban amanat secara sejati,” ungkapnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.