PWMU.CO – Beginilah jika wartawan remaja SMP Muhammadiyah 12 GKB (Spemdalas) berlatih wawancara dengan narasumber mahasiswa Afghanistan Zala Shinwari, Jumat (11/10/19).
Ada perasaan deg-degan dan takut yang dialami empat siswa ini saat bertemu di ruang Bimbingan Konseling (BK) sebelum melakukan wawancara dengan bahasa Inggris.
Seperti yang dialami Atha Putri Darmawan. Siswa yang duduk di kelas VII ICP (International Class Program) ini mengaku gugup ketika duduk bersebelahan sebelum wawancara.
“Ada perasaan deg-degan di awal sebelum memulai wawancara. Bukan tentang materi dan bahasa Inggrisnya, tapi ini adalah pengalaman pertama wawancara dengan orang asing,” ujar cewek yang suka baca novel ini.
Atha—sapaan akrabnya—menerangkan kalau wawancara dengan pedagang kaki lima, siswa, atau guru, sudah pernah dan biasa dilakukan saat pelatihan jurnalis sebagai salah satu kegiatan ekstrakurikuler. Ketika diberi tantangan wawancara dengan warga asing keder juga di awal-awal wawancara.
Namun akhirnya cewek yang baru mengikuti ekstrakurikuler jurnalis dua bulan ini bisa menjalani proses wawancara dengan baik.
Kepada PWMU.CO usai kegiatan, Atha menyampkan apay yang dia lakukan saat wawancara. Dia bertanya mulai hobi, karier, cita-ita, hal yang disukai saat tiba di Indonesia, makanan favorit dan makanan Indonesia pertama yang disantap, sampai pengalaman pertama makan buah salak.
Pengalaman serupa dialami Muhammad Rif’at. Cowok ini juga merasa grogi saat masuk ruang wawancara. “Perasaan itu sudah muncul. Kaki terasa sedikit berat. Ada rasa takut. Tapi karena kami berempat, takut ini pun cepat hilang dan berganti enjoy saja saat sudah berjalan wawancara,” ungkapnya.
Rif’at bertanya seputar hobi menggambar Zala, selain bertanya keinginannya setelah lulus kuliah S-2 di Unair.
Hal tersebut juga dirasa Sakinatus Tsalasah dan Cintya Noor S. Dua siswa ini menuturkan senang dan memiliki pengalaman berharga bisa dengan wawancara orang asing.
“Kita selalu diberi tantangan saat latihan jurnalis. Semisal wawancara dengan pedagang di depan sekolah. Bukan sekadar wawancara tetapi harus cari keunikan. Setelah itu harus menulis berita dengan menggunakan smartphon dan dikirim langsung ke pembina,” kata Sakinatus Tsalasah sambil tersenyum.
Sasha—sapaannya—mengaku senang. Cewek berkaca mata ini ingin terus mengasah kemampuan menulis lewat ekstra jurnalistik di Spemdalas. (*)
Kontributor Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.