PWMU.CO-Kredibiltas demokrasi terancam ambruk. Penyebabnya, bangkitnya partai-partai populis di kawasan Eropa, datangnya gelombang besar otoriterisme, dan krisis demokrasi di Amerika Serikat.
Hal itu dikatakan Prof Dr Bambang Cipto,MA, dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dalam seminar yang diselenggarakan oleh Magister Ilmu Hubungan Internasional UMY di Gedung Pascasarjana, Jumat(18/10/2019).
Menurut Bambang Cipto, kebangkitan ini ditandai dengan berakhirnya dominasi partai kanan tengah dan kiri tengah sejak tahun 1998.
“Perlawanan publik terhadap para elite politik dan ekonomi yang mereka pandang hanya mengeksploitasi kehidupan rakyat kecil,” kata Bambang Cipto.
Dia menjelaskan data, 80 persen generasi milenial di Amerika Serikat (AS) mendukung militer untuk mengambil alih negara.
Demokrasi liberal AS, dikatakan Bambang Cipto, gagal menghalangi terjadinya ketimpangan pendapatan yang parah. ”Selama 40 tahun gaji buruh stagnan, sementara 20 persen penduduk lainnya memiliki kekayaan yang meningkat pesat,” tuturnya.
Pada tahun 2019, hanya ada 17 persen masyarakat AS yang percaya bahwa pemerintahan berjalan dengan baik.
”Fenomena ini sangat berpengaruh terhadap pergolakan politik internasional. Ambruknya demokrasi AS merupakan ancaman bagi masa depan demokrasi di negara-negara berkembang,” tandasnya. “Jika fenomena ini terus berlanjut, maka akan memberikan gelombang politik besar di seluruh dunia,” sambungnya.
Dengan meningkatnya keinginan sebagian masyarakat untuk mendapatkan pemimpin yang otoriter menjadi ancaman yang serius. “Hal ini membuka peluang bagi negara-negara berkembang untuk berubah menjadi otoriter dan mencengkeram rakyatnya,” ungkapnya.
Jika demokrasi di negara besar goyah, sambung dia, maka tidak menutup kemungkinan negara yang mengadopsi sistem itu juga berubah dan memunculkan banyak negara otoriter. (*)
Penulis Affan Safani Adham Editor Sugeng Purwanto