PWMU.CO-Sebanyak 29 orang mengikuti Sertifikasi Kompetensi Profesi Bidang Pertanian Juru Sembelih Halal (Juleha) Angkatan I Tahun 2019 yang diselenggarakan oleh Balai Besar Pelatihan Peternakan (BBPP) di Kota Batu sebagai Tempat Uji Kompetensi (TUK), Senin-Kamis (14-17/10/2019).
Selain Juru Sembelih Halal (Juleha), sertitifikasi juga diikuti calon asesi sertifikasi bucther alias jagal. Peserta kelompok ini 30 orang. Ada lagi peserta calon asesi sertifikasi pemeriksaan kebuntingan ternak sebanyak 29 orang. Para peserta ini datang dari seluruh Indonesia.
Calon asesi Juleha dan butcher berasal dari pengelola Rumah Potong Hewan (RPH), takmir masjid, organisasi profesi, alumni SMK Peternakan, pondok pesantren, dan Juru Sembelih Halal (Juleha) Indonesia.
Sedangkan calon asesi pemeriksaan kebuntingan ternak berasal dari petugas Dinas Peternakan, mahasiswa peternakan, peternak, dan organisasi profesi.
Satu di antara peserta itu adalah Muhammad Harun, utusan Dewan Pengurus Daerah Juleha Indonesia Kabupaten Gresik. Dia juga Ketua Kwartir Wilayah Hizbul Wathan Jawa Timur.
Harun mengatakan, walaupun lebih 25 tahun berpengalaman menjadi jagal Idul Adha tetap saja perasaan degdegan menghiasi jantung, hati dan pikiran saat mengikuti uji kompetensi ini.
Ternyata dia tak sendiri. Seluruh peserta juga mengalami itu. Termasuk jagal profesional dari Rumah Potong Hewan. Padahal mereka ini setiap malam menyembelih sapi.
Mungkin karena keahlian mereka kali ini dinilai oleh tim asesor dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dari Lembaga Sertifikasi Profesi (LPS). Tim asesor yang menilai Hendro Cahyono SPt MM MSc, Muhammad Bayu Aji SPt, dan drh Reni Indrawati MSi.
”Sebagai jagal Idul Adha sebenarnya berat mengikuti sertifikasi ini,” ujar Harun. Beratnya itu, pertama, persyaratan administrasinya sangat ketat. Harus melampirkan sertifikat pelatihan yang pernah diikuti, termasuk harus mengumpulkan portofolio penyembelihan yang pernah dilakukan.
Kedua, realitas yang terjadi di masyarakat posisi penyembelih Idul Kurban sangat strategis karena prosesnya harus halal sampai menyajikan daging kurban kepada para mustahiq sesuai Undang-undang No 18 Tahun 2009, yaitu aman, sehat, utuh dan halal (Asuh).
Dia menjelaskan, aman dagingnya tidak mengandung bahaya biologis, fisik dan kimiawi yang dapat menyebabkan terganggunya kesehatan manusia.
Sehat dagingnya mengandung bahan-bahan yang dapat menyehatkan manusia. Utuh dagingnya tidak dikurangi atau dicampur bagian lain atau bagian dari hewan lain. Serta halal saat disembelih dan ditangani sesuai dengan syariat agama Islam.
Dalam praktik Idul Kurban, kata Harun, masih ada penyembelihan hewan secara kasar. Mulai merebahkan sapi yang menyakitkan, menggunakan bambu untuk menjepit kaki sapi, dan pisau yang kurang tajam.
”Praktik ini terkesan tidak ihsan sama sekali. Termasuk manajemen penanganan daging kurban yang kurang benar. Misal, dicampurnya bagian merah tempat penyembelihan dengan daerah hijau tempat pemotongan daging,” tuturnya.
Daerah hijau seperti lambung, usus. Daerah merah yaitu hati, jantung dan paru-paru. Begitu pembungkus daging masih menggunakan tas kresek hitam atau merah. Melihat praktik ini maka sertifikasi bagi Juleha, menurut dia, sangat penting.
Selasa (15/10/2019) pukul 13.00, semua peserta masuk dalam ruang ujian. Sebanyak 29 peserta Juleha dibagi tiga kelompok. ”Saya masuk di kelompok 2 kuning karena map kelompok saya warnanya kuning mendapat asesor Muhammad Bayu Aji,” ceritanya.
Asesor ini orangnya tinggi besar, bersuara gede, orangnya cool. Sering mengeluarkan candaan dengan dialek Sunda dan suka tersenyu. Walaupun begitu tak mengurangi ketegangan para peserta.
Muhammad Bayu Aji menyampaikan, sertifikasi kompetensi Juleha ini peserta calon asesi harus menguasai 13 kompetensi. Yaitu melakukan ibadah wajib, menerapkan persyaratan syariat Islam, menerapkan kesehatan dan keselamatan kerja, melakukan komunikasi efektif, mengkoordinasikan pekerjaan.
Lalu menerapkan higien sanitasi, menerapkan prinsip kesejahteraan hewan, menyiapkan peralatan penyembelihan, melakukan pemeriksaan fisik hewan, menetapkan kesiapan hewan untuk disembelih, menerapkan teknik penyembelihan hewan, memeriksa kelayakan proses penyembelihan dan menetapkan status kematian hewan.
Untuk penguasaan 13 kompetensi ini dilakukan dengan tes tulis, wawancara dan praktik. Sesi pertama ujian tulis, semua peserta mendapat soal dan lembar jawaban. ada 40 soal dengan beragam soal pilihan ganda dan uraian. Duduk tidak boleh dekat. Semua sibuk mengerjakan sendiri-sendiri.
”Hasil ujian tulis ini ada dua peserta yang belum kompeten,” kata asesor Bayu setelah selesai mengoreksi lembar jawaban.
Mak deg. Jangan-jangan itu saya, pikir Harun. Tak ayal gelisah dan tegang kembali menghampiri.
”Semua peserta termasuk dua peserta yang belum kompeten mohon pada sesi wawancara dan praktik nanti menunjukkan kemampuan maksimalnya agar bisa menutup nilai ujian tulis tadi,” kata Bayu menjelaskan.
Mendenger penjelasan itu, perasaan peserta jadi lega. Alhamdullah ada perbaikan di sesi berkutnya. Jadi ingat yel-yel saat pembukaan : saya pikir – saya rasa – saya bisa – saya bisa – saya bisa – kompeten.
Selanjutnya peserta diminta mengambil alat perlindungan diri (APD) dan peralatan penyembelihan serta asahan. Sekarang peserta mengenakan wearpack. Tapi Harun memakai baju terusan cattle pack biru tua yang dibeli di Jl. Banyu Urip Surabaya sebelum berangkat ke Batu.
Dia pasang hairnet, helm, apron pinjaman, sarung tangan anti sayat dan sepatu boot warna hijau. Dua pisau, sarung pisau, dan asahan dimasukkan ke tas. Kemudian bergegas kembali ke ruangan uji untuk wawancara dan praktik.
Harusn dan Rachmad Wahyudi dari Dewan Pengurus Wilayah Juleha Indonesia Jawa Timur mendapat penjelasan dari asesor untuk mempraktikkan higienitas dan sanitasi.
Keduanya bisa praktik dengan sempurna karena 7 langkah membersihkan tangan sudah biasa dilakukan sebagai anggota Hizbul Wathan Pandu Muhammadiyah.
Selanjutnya menjelaskan cara memilih bilah pisau. Mulai dari ukuran, jenis, gagang pisau dan mempraktikkan cara mengasah yang benar agar menghasilkan mata pisau yang tajam.
Kemudian berdua bergantian memeragakan cara menuntun sapi menuju ke tempat penyembelihan. Melakukan handling dengan menggunakan metode Barley. Mengunci dengan ikatan kedua kaki depan dan belakang sapi.
Lantas menyiapkan pisau dengan menyayat kertas untuk membuktikan ketajaman pisau sembari membelakangi sapi yang akan disembelih. Dilanjutkan gerakan menyembelih sekaligus melihat hasil sayat untuk memeriksa apakah tiga urat sudah terputus tanpa mengangkat pisau.
Sekali lagi praktik dua orang ini dinilai sempurna. ”Walaupun hanya memeragakan, tapi keringat kami bercucuran khawatir urutannya salah dan masih dihinggapi ketegangan,” kata Harun.
Hari Selasa (15/10/2019) pukul 21.30, menumpang mobil, dua kelompok menuju Perusahaan Daerah Rumah Pemotongan Hewan (PD RPH) Ngadang Kota Malang. Hanya 30 menit sudah sampai di lokasi. Langsung mendapat penjelasan dari asesor dan modin RPH mengenai adab dan tata cara urutan penyembelihan di RPH.
Cukup lama peserta menunggu baru pukul 24.00 shift kedua dimulai. Secara bergiliran peserta praktik penyembelihan halal sesuai Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKNI). Asesor hilir mudik tanpa banyak bicara mencatat praktik peserta mulai dari menyiapkan peralatan, memakai APD, posisi menyembelih, melafazkan bacaan bismilahi Allahu akbar, menyembelih lokasi sayatan di antara tulang leher 1 dan 3 dan memeriksa hasil sayatan tanpa melepas pisau, dilanjutkan dengan mencuci pisau dan menentukan kelayakan status kematian hewan.
”Beberapa peserta dari RPH yang biasanya memotong setiap malam masih saja dihinggapi ketegangan. Apa lagi saya jagal tahunan. Dinginnya malam kalah dengan tetesan keringat ketegangan, karena saya urutan ke 9 dari dua kelompok tersebut jadi bisa melihat peserta terdahulu melakukan,” cerita Harun.
Tiba-tiba terdengar panggilan. ”Peserta Asesi Kuning 9 Muhammad Harun, masuk,” teriak Bayu, sang asesor.
Segera berjalan menuju sapi yang sudah rebah. Dengan pisau terpegang membelakangi lengan. Secepatnya koordinasi dengan petugas handling. Didampingi Modin Agus menentukan lokasi sayatan. Posisi kaki tepat. Pisau menempel di lokasi sayatan. Sambil ucapkan bismillahi Allahu akbar tangan bergerak cepat memotong pisau ke leher sapi lantas tanpa melepas pisau mengecek tiga urat terpotong atau belum.
”Cukup, clear,” suara Modin Agus memerintakan untuk segera melepas bilah pisau dari posisi sayatan. Hati Harun langsung lega. Lulus untuk tes menyembelih.
Seterusnya menuju ke tempat pembersihan pisau. Kembali ke sapi yang telah tersembelih untuk menentukan status kematian. Menyentuh mata tidak ada kedipan, meletakkan tangan depan hidung tidak embusan udara dan mengamati dua pembuluh darah carotis communis bagian kiri dan kanan terpotong dan tidak mengeluarkan darah lagi.
”Alhamdulillah, sempurna,” kata Harun. Segera dia keluar lokasi menuju halaman untuk mengirup udara pagi. Sebelum adzan Subuh peserta selesai melaksanakan uji praktik penyembelihan dan kembali ke BPPP Batu.
Rabu (16/10/2019) pukul 09.30 kembali semua peserta masuk ke ruang kelas untuk praktik ibadah wajib. Berwudhu dan shalat secara bergantian. Untuk uji ini semua peserta dapat melakukan dengan baik.
Kamis (17/10/2019) pagi 08.00 seluruh peserta dipanggil satu persatu mendengarkan keputusan asesor sudah kompeten atau belum kompeten. Sekitar 20 menit ada panggilan masuk. Bergegas Harun masuk menuju meja di depan asesor Bayu.
Bayu menyampaikan terima kasih telah melakukan urutan ujian kompetensi. Dia juga menjelaskan bila belum kompeten bisa mengajukan banding sesuai yang diatur lembar panduan. Jika dinyatakan kompeten tunggu dua bulan sertifikat akan dikirim.
”Pak Harun, selamat ya, saudara kompeten. Tingkatkan terus pengetahuan Juleha dan edukasi masyarakat sekitar,” suara Bayu itu terdengar indah di telinga Harun. Menggirangkan hatinya.
”Alhamdulillah, plong. Langsung hilang ketegangan. Saatnya kembali ke daerah untuk edukasi masyarakat tentang Juleha,” kata Harun. (*)
Penulis Muhammad Harun Editor Sugeng Purwanto