PWMU.CO – Pondok pesantren (ponpes) itu jauh berbeda dengan sekolah, karena di ponpes 24 jam pengasuh harus mendampingi, mengasuh dan memberikan keteladanan dalam segala hal. Itu memerlukan tenaga ekstra, kesabaran, keuletan, kepiawaian, dan inovasi.
Demikian disampaikan oleh Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Banyuwangi Wiyono saat menjadi pemateri pada Silaturahim PDM Balapan dengan tema Meningkatkan Peran dan Fungsi Pesantren Muhammadiyah di Hall Rumah Makan Asri, Panarukan, Situbondo, Ahad (27/10/19).
PDM Balapan beranggotakan PDM se-Eks Karesidenan Besuki (Banyuwangi, Jember, Bondowoso, Situbondo) plus PDM Lumajang, Probolinggo Kabupaten dan Kota, serta Pasuruan Kabupaten dan Kota.
Dia menyatakan, kalau ingin maju pesat maka ponpes sangat membutuhkan hal-hal yang luar biasa. “Di Muhammadiyah jangan punya kiai yang menjadi satu-satunya pengambil keputusan. Mungkin akan agak lambat kemajuannya,” ujarnya.
Wiyono menegaskan, maka dalam strukturnya perlu Badan Pembina Pesantren (BPP). Fungsinya untuk mendampingi pesantren agar bisa cepat maju, menjalin koneksi dan relasi dengan banyak pihak. “Sebenarnya kurikulum hampir sama, tetapi bagaimana kreativitas kita agar maju pesat,” ungkapnya.
Dia mengingatkan, dalam memilih mudir harus betul-betul yang qualified. Sesuai dengan yang dibutuhkan oleh masing-masing ponpes dan sesuai kualifikasi masing-masing PDM.
“Jangan asal comot, karena kalau tidak sesuai akan ruwet. Standar mudir perlu dicari, maka perlu kerjasama PDM Balapan untuk penetapan standarnya,” terangnya.
Wiyono menyampakan, sebagian ponpes juga kebingungan mencari ustadz. Maka menurutnya, perlu usulan kepada Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah atau Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim untuk membuat sekolah ustadz atau lembaga sejenisnya.
Kalau yang mengajar ustadz pengabdian dan dari berbagai latar belakang maka akan rumit. “Santrinya juga akan bingung jika yang mengabdi bukan dari Muhammadiyah,” imbuhnya.
Dalam mengelola ponpes, lanjutnya, sinergi antara pengurus ponpes, PDM, dan PCM harus terjalin dengan baik. Kalau kurang harmonis maka kemajuan akan sedikit mengalami kendala karena banyak percikan-percikkan masalah yang timbul.
Kalau semuanya berjalan baik dan saling mengerti apa yang dimaksud maka kemajuan akan mudah diraih. “Mudir pun harus pintar menyampaikan permasalahan dengan cara-cara yang baik,” jelasnya.
Kalau tidak harmonis, sambungnya, biasanya akan ada yang menggerutu. “PCM gak tahu ngurusi, nyambangi, dan gak perhatian. Kita cari santri, cari dana, dan cari pembina sendiri. Begitu keliru PCM isone mekgor menyalahkan. Ini pondok Muhammadiyah kok tidak sesuai aturan Muhammadiyah,” tuturnya.
Maka sejak awal perlu sinergi. Terus dijenguk, dilihat, ditegur sapa sejauh mana perkembangan kader-kader bangsa ini. “Lihat tata cara ibadahnya apakah sudah sesuai dengan Muhammadiyah,” tegasnya.
Bagi Wiyono, dinamika dan bumbu dalam mengelola ponpes itu sudah biasa. Wali santri protes jangan membuat kecil hati. “Wali santri protes itu bukti mereka perhatian kepada kita,” tandasnya.
Kalau perlu, menurutnya, wadahi secara khusus untuk protes-protes wali santri dan sekaligus siapkan kotak infak. “Bapak Ibu protesnya saya terima dengan senang hati demi kemajuan ponpes ini. Tapi mbok yao kalau protes sekalian dengan infaknya,” ungkapnya yang disambut tawa hadirin. (*)
Kontributor Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.