PWMU.CO – Tepat pukul 13.00, adzan di Masjid Istiqamah kompleks KBRI Singapura berkumandang. Muadzin serasa memanggil jamaah untuk bergegas shalat Jumat. Saya yang sedang bertamu di KBRI Singapura pun bergegas ke masjid.
Masjid yang cukup besar dan bersih itupun langsung dipenuhi jamaah. Mereka umumnya pegawai KBRI dan warga sekitar. Jamaah dengan khusyuk mendengarkan khutbah Jumat yang disampaikan dalam bahasa Indonesia.
Bagi saya, ini merupakan pengalaman ke sekian shalat Jumat di Singapura. Kebetulan selama empat hari, 1-4 November, saya bertugas untuk melakukan visitasi Sekolah Indonesia di Luar Negeri (SILN).
Sebelum menunaikan tugas, saya diterima Atase Pendidikan dan Kebudayaan di Singapura, Enda Wulandari. Pejabat asli Yogyakarta ini dengan ramah menerima saya. Di tengah ramah tamah dan makan siang, tanpa terasa adzan Jumat berkumandang. Saya pun mengikuti Jumatan sebagaimana jamaah lain.
“Di masjid ini, tata cara shalat Jumat sudah diatur oleh Majelis Ulama Singapura. Bahkan sang khatib dan imam pun terseleksi. Mereka adalah khatib dan imam yang sudah tersertifikasi. Tema khutbah Jumat juga sudah disiapkan. Khatib tinggal membaca khutbah. Jadi, khatib tidak bisa berimprovisasi seperti umumnya masjid di Tanah Air,” begitu disampaikan Fuad.
Mas Fuad inilah yang menjemput saya dari bandara Changi dan mengantar ke KBRI. Pegawai yang sudah hampir empat tahun bekerja di KBRI ini hafal betul tata cara shalat Jumat di Singapura.
Bagi saya, Jumatan di kompleks KBRI benar-benar serasa di kampung halaman. Di samping tata cara Jumatan mengikuti Mazhab Syafii, sebagian besar jamaah juga warga Indonesia. Setelah Jumatan, jamaah juga bisa menikmati minuman dan makanan ringan secara cuma-cuma. Semua ini sudah disiapkan pengelola masjid sekaligus menjadi ajang silaturrahim keluarga besar Muslim di Singapura. (*)
Penulis Biyanto. Editor Mohammad Nurfatoni.