PWMU.CO – Amanah itu di dunia saja sudah ditanyakan. Bisa berupa cacian, bisa juga berupa sanjungan. Saat ada yang mencaci maka diterima saja. Jadikan cacian untuk mengurangi dosa. Ketika ada yang menyanjung maka juga terima saja. Tetapi jadikan sanjungan itu untuk mawas diri agar tidak besar kepala.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Bupati Situbondo Ir H. Yoyok Mulyadi MSi saat memberikan sambutan pada Musyawarah Daerah (Musyda) IV Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah (PDPM) Situbondo di Hall Hotel Asri, Panarukan, Situbondo, Ahad (3/11/19).
Dia menambahkan, ini bentuk amanah yang menempel pada kita semua sehingga kita berada di sini. Allah menakdirkan kita bertemu.
“Mengapa dimulai dari amanah? Karena amanah itu tanggung jawab yang harus dilaksanakan,” ujarnya.
Kemudian Yoyok menceritakan masa lalunya. Mulai SD hingga SMA bersekolah di Situbondo. Selepas kuliah di ITN Malang, tahun 1990 dia diterima sebagai PNS di Departemen Pekerjaan Umum Pusat. “Ditempatkan di Sulawesi Tengah untuk menangani jalan trans Sulawesi bagian tengah,” ungkapnya.
Di Sulawesi hingga tahun 1998. Ketika kasus Poso pertama saya ikut ditangkap. Kemudian mengajukan pindah ke Surabaya. Tepatnya tahun 2000 saya sudah di Jatim. “Tetapi tidak pernah memikirkan Situbondo. Saya hanya berpikir bagaimana mencari uang dan keluarga hidup enak,” terangnya.
Begitu penerapan otonomi daerah, lanjutnya, maka di pindah ke Situbondo karena berdasarkan daerah kelahiran. Ditempatkan di Dinas Pekerjaan Umum (PU).
”Setelah ditengok ternyata daerah kampung halaman saya belum dibangun. Maka dimasukkan program untuk pengaspalan, mulai dari Tanjung Banon sampai Kalbut. Masih mikir daerah kelahiran lahir saja,” kisahnya.
Tahun 2007 diangkat menjadi Kepala PU Bina Marga dan Pengairan. Hanya memikirkan jalan dan pengairan mulai Banyuputih sampai Banyuglugur. Tahun 2015 dia diajak bupati untuk ikut Pilkada.
“Saya PNS dengan gaji sudah besar dan tunjangan besar. Kalau ikut pilkada maka semua akan hilang. Kalau tidak ikut maka saya tidak patuh pimpinan daerah,” terangnya.
Kemudian, lanjutnya, dia datang ke Pengasuh Ponpes Sukorejo KHR Ahmad Azaim Ibrahimy untuk memohon bantuan istikharah. Dia ikuti proses istikharah yang dituntun kiai. “Kemudian kiai menyampaikan harus menerima keputusan pimpinan. Maka kepentingan pribadi dilepas. Saya maju pilkada sebagai calon wakil bupati,” kisahnya.
Alhamdulillah terpilih dan kemudian dilantik. Itulah menempelnya amanah terbaru. Semua urusan Situbondo harus saya selesaikan. Kalau dulu hanya jalan dan pengairan sekarang tidak bisa lagi. “Bagaimana ibu hamil harus selamat, itu menjadi bagian tugas saya. Amanah itu berat tetapi harus dijalankan. Jadi selama masih di area Situbondo saya akan hadir,” jelasnya.
Menurut Yoyok, tema yang diangkat bagus. Resolusi Gerakan Dakwah Pemuda Muhammadiyah Menyongsong Situbondo Berkemajuan dan Berkeadilan. Resolusi artinya ada solusi yang cepat yang harus dikerjakan. Bukan solusi biasa. Perubahan yang sangat cepat.
Dia percaya Pemuda Muhammadiyah agresif dan cepat bergerak. Banyak punya cara untuk menyelesaikan masalah.
“Kalau dipecahkan sendiri masih buntu maka dirunding bersama. Kalau dirunding bersama belum berhasil maka minta bimbingan PDM,” urainya.
Di Musyda ini, menurutnya, bisa memilih mementingkan musyawarah atau demokrasi. Saat Indonesia merdeka tidak ada demokrasi, yang ada musyawarah untuk mufakat. “Sekarang demokrasi dielu-elukan. Beda pendapat biasa. Beda gagasan biasa. Tetapi kalau tidak terpilih tidak kumpul lagi. Buat partai baru,” tuturnya.
Yoyok berharap dengan Musyda ini terpilih ketua Pemuda Muhammadiyah terbaik. “Ketua KPU Situbondo Pak Marwoto adalah kader Pemuda Muhammadiyah. Begitu juga dengan Komisioner KPU Pak Samsul Hidayat. Jangan sampai turun semangatnya. Harus lebih baik. Ayo masuk KPU dan Bawaslu. Atau menjadi Bupati Situbondo,” tegasnya. (*)
Penulis Sugiran Editor Sugeng Purwanto