PWMU.CO – Udara di Kota Haikou pagi ini cukup sejuk. Lalu lalang masyarakat China di kota itu sangat ramai. Ada pemandangan di sini yang jarang saya lihat di Indonesia, yaitu semua sepeda motornya adalah sepeda motor listrik.
Tanpa suara dan tanpa polusi. Kebisingan sepeda motor yang menghiasi telinga kita selama di Indonesia tidak akan ditemui di sini.
Tidak seperti di Indonesia. Sepeda listrik di Kota Haikou memiliki plat nomor. Bisa jadi juga memiliki BPKB, entah di sini apa namanya.
Mereka pergi ke sekolah, pergi kerja, pergi ke pasar, semuanya mengendarai sepeda listrik. Khususnya untuk bepergian jarak dekat.
Hanya yang saya cari belum ketemu adalah fasilitas umum untuk charge sepeda listrik. Mungkin karena sepeda listrik, jadi tidak membutuhkan daya yang banyak dan besar. Sehingga cukup di-charge di rumah, bisa seharian digunakan untuk aktivitas.
Berbeda dengan mobil yang membutuhkan daya besar, sehingga fasilitas umum untuk charger menjadi sangat penting.
Mereka memilih sepeda listrik karena selain ramah lingkungan, harganya jauh lebih murah daripada sepeda motor mesin. Karena pemerintah memberi subsidi sebesar 50 persen untuk sepeda listrik.
Tidak heran, jika penduduk di Kota Haikou memiliki usia yang jauh lebih panjang dibanding daerah China yang lain. Karena selain mengurangi konsumsi makanan siap saji, udara di Haikou cukup rendah polusi.
Selain itu, masyarakat Haikou berpikir ulang untuk beli sepeda motor mesin, karena bahan bakar di Haikou sangat mahal. Kenapa mahal? Sebab sebagian keuntungan dari penjualan bahan bakar digunakan untuk perawatan jalan. Sehingga jika Anda melewati tol di Haikou, semuanya gratis, tidak perlu ribet mengeluarkan E-toll.
Saya membayangkan, jika seandainya pengguna motor mesin di Indonesia, yang jumlahnya sekarang sudah setengah dari populasi penduduk—atau 137,7 juta dari 260 juta penduduk—berpindah menggunakan sepeda listrik, betapa polusi dan kebisingan dapat berkurang sangat signifikan. Bernafas jauh lebih lega, udara lebih sejuk dan segar, pemanasan global menurun, dan berbagai macam dampak positif lainnya.
Tapi apakah mungkin? Bagaimana nasib sepeda listrik Gesit buatan ITS? Akankah diproduksi massal dan menjadi alternatif transportasi yang ramah lingkungan?
Semoga! Semoga saja tidak hanya khayalan! (*)
Catatan perjalanan M Arfan Mu’ammar, Dosen Pascasarana Universitas Muhammadiyah Surabaya.
Editor Mohammad Nurfatoni.