PWMU.CO – Kabar duka datang dari Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Wonokromo, Surabaya. Senin (25/11/19) pukul 05.00 WIB, KH Muhaimin Aziz, ‘Sang Singa’ Muhammadiyah yang paling disegani di Wonokromo itu, meninggal dunia di rumahnya, Sidoarjo.
Ketua PCM Wonokromo Ustadz Nurcholis ikut melayat di rumah duka Jalan Ketintang No 44 Surabaya. Di rumah inilah Muhaimin melakoni sebagian besar hidupnya. Dia warga asli Ketintang. Itulah alasan keluaga besarnya memberi penghormatan terakhir di rumah itu.
Tepat pukul 09.00 WIB jenazah dishalatkan di Masjid Almufidah yang bersebelahan dengan rumah almarhum. Kemudian dimakamkan di Pemakaman Islam Ketintang, Surabaya.
“Sesepuh kita, KH Muhaimin Aziz pagi tadi meninggal dunia, kami merasa sangat kehilangan almarhum,” kata Nurcholis.
Semasa hidupnya, almarhum sangat disegani dan ‘ditakuti’ oleh siapa pun. Pasalnya, almarhum dikenal sangat tegas dan pemberani, terutama saat ada permasalahan di dalam masyarakat.
“Beliau itu benar-benar total dalam ber-Muhammadiyah. Jika kita (warga Muhammadiyah Wonokromo) mengalami kesulitan dalam hal apapun, beliau selalu ada di depan, tak peduli nyawa menjadi taruhannya,” kenangnya.
Almarhum, sambungnya, turut berkontribusi besar dalam mengembangkan sekolah-sekolah Muhammadiyah di Kecamatan Wonokromo. Terutama bagi pengembangan SD Muhammadiyah 24 Ketintang dan Masjid Almufidah yang berada satu kompleks.
“Kami atas nama keluarga besar Muhammadiyah Wonokromo, mengucapkan turut berbela sungkawa sedalam-dalamnya, atas meninggalnya ‘sang Singa’ Muhammadiyah Wonokromo, semoga almarhum diberikan tempat terbaik di sisi-Nya,” harap dia.
Ketegasan Muhaimin Aziz diakui Munahar, Kepala SD Muhammadiyah 6 Gadung Surabaya. Dia pernah memiliki pengalaman yang mendebarkan saat menjadi Kepala SD Muhammadiyah 24 Ketintang.
Munahar berkisah, suatu ketika di tahun 2012 Muhaimin berdiri usai shalat jumat di Masjid Almufidah. Seolah-olah tidak ingin memberi kesempatan para jamaah untuk berdzikir sejenak sekalipun, dia mengambil mikropon dan berbicara dengan lantang.
“Khatib dan imam yang ada di depan kita ini adalah kepala sekolah di sini. Jadi, Bapak-Bapak tidak rugi menyekolahkan anaknya di sini (SD Muhamamdiyah 24 Ketintang),” ungkap Munahar menirukan Muhaimin yang beberapa periode pernah menjadi Wakil Ketua PCM Wonokromo.
“Saya merasakan beliau menyampaikan informasi itu antara bangga dan emosional menjadi satu. Kebetulan yang menjadi khatib dan imam saat itu adalah saya,” ujarnya.
Dalam materi khutbah, lanjutnya, saya mengupas tentang anak yang akan menghantarkan orangtuanya menuju surga. Saat itu saya membaca surat Ar-Rahman dengan tartil.
“Bisa jadi ini yang menjadi pemantik beliau untuk berdiri dan memberikan respon spontanitas di saat jamaah belum beranjak dari tempat duduk,” terngnya.
Alhasil, usai melaksanakan jamah Jumat ada beberapa jamaah yang menunggu saya untuk sekedar sharing dan tanya informasi sekolah. “Begitulah gaya Pak Kiai Muhaimin. Keras, ‘grusa-grusu’, tapi terkadang juga humoris,” kesan Munahar. “Selamat jalan, Abah. Semoga Allah SWT karuniakan yang terbaik untuk Panjenengan.” (*)
Kontributor Ahmad Muhammad Assyifa. Editor Mohammad Nurfatoni.