PWMU.CO – Murtono (41) terlihat menikmati kopi dan kue apang setelah mendengarkan kultum Subuh. Duduk di teras samping kanan masjid, perwakilan Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Pandowan Galur Kulon Progo Yogyakarta ini bersama dengan jamaah lain duduk berjajar sambil nyeruput kopi dan cicipi jajanan yang disuguhkan takmir Masjid Besar Limbung, Jumat (29/11/19).
H Ali Abdul Malik (62) tokoh masyarakat saat mendampingi jamaah ngopi bareng mengutarakan tradisi ini sudah dilakukan sejak masjid ini berdiri.
“Tidak hanya setelah shalat Subuh tetapi setelah shalat Jumat juga dilakukan di masjid ini,” ujarnya saat diwawancarai PWMU.CO.
Ali menuturkan warga di sini yang mendapat rezeki biasanya menyerahkan makanan dan minuman untuk dinikmati para jamaah, khususnya hasil shalat Jumat. Ramai sekali, lanjutnya, sampai-sampai terasnya penuh, parkiran full, dan arus kendaraan juga sedikit macet.
Menurut pensiunan pemda ini, kalau tradisi ngopi bareng setelah shalat Subuh, menurutnya, jamaahnya biasanya sampai 4-5 shaf. Mereka bisa menikmati kue putu, kue lapis, roko unti, apang, teh, kopi wanita, dan kopi pria.
Sambil ngopi mereka ngobrol tentang segala hal. Mulai dari pekerjaan, jamaah shalat, keluarga, anak, persyarikatan Muhammadiyah, sampai dengan kegiatan takmir masjid.
Seperti halnya Muhammad Jurfie, Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah GKB Gresik. Dia memanfaatkan kehadiran di Limbung mulai hari Selasa (26/11/19) untuk berdialog tentang Muhammadiyah di Limbung dan kemakmuran masjidnya.
Saat bertemu dengan Imam Besar Masjid Limbung, Syarifuddin de Monto, Jufrie banyak bertanya tentang keturunan Belanda dan keluarga.
“Apakah pernah ke Gresik?” tanya M Jufrie pendek, sambil mencicipi kue roko unti.
“Hanya sekadar lewat ketika ke Surabaya,” jawab Syarifuddin de Monto.
Perlu diketahui, Imam besar masjid ini memiliki silsilah keluarga (leluhurnya) dari Belanda yang mempersunting istri dari Babat Lamongan.
Tradisi ngopi bareng adalah tradisi yang dijaga takmir Masjid Besar Limbung untuk ajang silaturahmi, mengakrabkan semua warga dengan Muhammadiyah. (*)
Kontributor Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.