PWMU.CO-Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiyah (PDNA) Trenggalek mengadakan training kesehatan reproduksi bertempat di Aula Kantor Sekkab, Jumat-Sabtu (6-7/12/2019).
Pembicara Drs H Imam Buni MM dari Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana menerangkan, training kesehatan reproduksi penting untuk remaja sebab pengetahuan orang tua yang minim mengenai kesehatan reproduksi remaja.
Salah satu manfaatnya adalah pencegahan anak stunting atau lambat tumbuh krena kurang gizi. ”Masalah stunting hingga tahun 2020 di Trenggalek masih ada tiga desa yang perlu ditangani,” kata Imam Buni.
Sangat penting, sambung dia, memperhatikan asupan nutrisi yang diberikan pada 1000 Hari Pertama Kehidupan. Yaitu sampai anak berusia dua tahun. Karena 80% otak manusia dibentuk sampai usia 2 tahun. Pengetahuan ini untuk mencegah stunting pada bayi.
Asal mula stunting ini, menurut dia, dari para remaja terutama perempuan yang belum memahami pola asuh anak. ”Otak anak 70% dipengaruhi ibu. Seorang ibu harus paham bagaimana mengelola keluarga. Tentunya dengan dukungan ayah. Karena 80% keberhasilan rumah tangga dipengaruhi karakter ayah atau suami,” tuturnya.
Dia menginformasikan, saat ini sedang dibahas Peraturan Daerah (Perda) tentang pernikahan anak. Mulai 16 Oktober 2019 menikah dengan usia kurang dari 19 tahun harus disidang dulu.
“Saya prihatin dengan kondisi remaja kita saat ini. Contoh saya lihat di WTS alias Warung Tengah Sawah, di sana pengunjungnya ramai mulai jam enam pagi sampai sebelas malam. Pengunjungnya sebagian besar usia remaja,” ujarnya.
Sebaliknya dari jumlah 1.182 remaja yang tertarik ikut Pusat Informasi Konseling Remaja hanya 90 anak. Karena itu dia mengajak kerja sama dan saling mendukung menyelesaikan masalah remaja di Trenggalek.
Dinas Kesehatan, kata dia, membentuk konselor remaja dalam kelompok Insan Genre. Dengan mendidik para pelajar untuk menjadi konselor di sekolah-sekolah. Pertimbangannya, remaja lebih terbuka mengungkapkan perasaan dengan teman sebaya dibandingkan kepada guru dan orangtua.
Imam Bumi menambahkan, sangat mendukung pelatihan seperti ini. Karena itu siapa yang ingin mengadakan workshop, satu hari pada tahun 2020 dengan 50 peserta silakan mengajukan proposal ke Dinas Kesehatan. ”Kegiatan akan ditanggung Dinas Kesehatan,” tandasnya.
Konselor remaja Renanda Aulia Ram, mahasiswa Institut Agama Islam Tulungagung yang akrab dipanggil Rere mengatakan, kematangan reproduksi remaja seringkali tidak diiringi dengan kematangan berpikir sehingga remaja sangat membutuhkan pengarahan dan bimbingan.
Selanjutnya pegiat Insan Genre, Vio Hsaner F, pelajar SMAN 1 yang berusia 17 tahun, menyatakan, pentingnya kesehatan reproduksi remaja sebagai penunjang terciptanya keluarga kecil bahagia dan meningkatkan kualitas kesehatan remaja demi menyongsong bonus demografi dan revolusi industri 4.0. (*)
Penulis Yunia Zahrotin Nisa’ Editor Sugeng Purwanto