PWMU.CO – Profesi menjadi salah satu objek dalam zakat. Hal tersebut berdasarkan makna umum ayat Alquran dan qiyas zakat profesi dengan penghasilan petani.
Demikian yang disampaikan Ketua Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (MTT PWM) Jawa Timur Dr Uril Bahruddin dalam Kajian MTT PWM Jatim di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Sabtu (7/12/19).
Dalam kajian yang bertema “Pengembangan Fikih Zakat pada Era Modern” tersebut, Uril menyebut zakat profesi bukan sesuatu hal yang baru sama sekali. “Bahkan pernah di Kuwait, Arab Saudi, hingga Sudan dengan keputusan memasukkan pendapatan profesional sebagai objek zakar,” ujarnya.
Dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu lalu menyebut belum populernya zakat profesi dikarenakan masih adanya ikhtilaf, perbedaan pendapat di kalangan ulama kontemporer tentang zakat tersebut.
Perbedaan-perbedaan itu, menurut Uril, di antaranya tidak adanya dalil yang menyebut zakat profesi, belum dikenalnya penghasilan profesi dan gaji tetap di zaman nabi, hingga problem qiyas hasil profesinya. “Termasuk penyebutan jenis komoditas dan barang yang dikaitkan dengan profesi petani, pedagang, peternak, dan tambang,” ungkapnya.
Padahal, menurut Uril, dalam zakat profesi ada dalil yang bermakna umum, seperti yang termaktub dalam Albaqarah ayat 267. “Ada juga qiyas zakat profesi dengan penghasilan petani dan pedagang,” tambahnya.
Bahkan, lanjut Uril, Syeikh Mutawalli Syafawi dalam tafsirnya menyebut ayat ke-4 surat Almukminun tidak sekadar bermakna membayar atau menunaikan zakat. “Tapi kewajiban membayar zakat bagi siapa saja yang bergerak dalam kehidupan (bekerja) dalam rangka mencari penghasilan lebih (surplus),” jelas Uril.
Dengan demikian, sambung Uril, orang-orang kaya dengan dagangan, pertanian, emas, tabungan, dan profesinya berkewajiban membayar zakat.
Lalu berapa besar nishab, jumlah harta, dan benda yang kena zakat profesi? Menurut pendapat jumhur ulama, kata Uril, zakat profesi disamakan dengan zakat hasil pertanian.
“Karena keduanya sama-sama merupakan sebuah profesi atau hasil pekerjaan, maka nishabnya juga sama 653 kg padi atau gandum, dengan harga kira-kira per kilo padi/gabah Rp 5600,” ujarnya. Sedangkan pelaksanaan zakat profesi adalah pada saat menerimanya dengan persentase mengikuti zakat maal.
Lebih lanjut Uril menerangkan, jika seorang karyawan Muslim berpenghasilan Rp 3.800.000 tiap bulannya berapa zakat profesi yang harus dibayarkannya?
Mengikuti qiyas, lanjut Uril, maka hitungan nishab 653×5600 = Rp 3.656.800. “Karena penghasilan tersebut telah mencapai nishab, maka karyawan tersebut perlu mengeluarkan zakat sebesar 2.5 persen x Rp 3.800.000 = Rp. 95.000, setiap bulannya,” jelasnya. (*)
Kontributor Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.