PWMU.CO – Tanpa terasa, saya sudah tiga kali Jumatan di kantor Islamic Society of Santa Barbara (ISSB). Status kantor ini memang belum resmi milik ISSB. Statusnya masih menyewa pada pemerintah kota Santa Barbara, California. Di tempat yang dikenal sebagai Islamic Center inilah umat Islam menjalankan shalat Jumat. Inilah satu-satunya tempat pelaksanaan shalat Jumat di Santa Barbara.
Pada Jumat (8/7) kemarin, saya bergabung dengan jamaah lain untuk menunaikan shalat Jumat (Jumah Prayer). Shalat Jumat dimulai tepat jam 13.25. Kali ini shalat Jumat diikuti sekitar 150 jamaah laki-laki dan perempuan. Shalat Jumat ini diadakan pengurus ISSB.
(Baca: Hanya 4 Takbir di Rakaat Pertama: Keunikan Shalat Id di Santa Barbara)
Pelaksanaan shalat Jumat layaknya di Tanah Air. Ada dua adzan, khutbah, dan diakhiri shalat berjamaah. Selama berkhutbah, khatib tidak menggunakan tongkat. Dan, memang tidak ada tongkat yang disiapkan takmir. Yang unik, khatib tampil dengan sangat santai. Usai mengucap salam untuk memulai khutbah, khatib duduk di tempat yang sudah disiapkan.
Sambil menunggu adzan kedua, pandangan khatib mengarah ke penjuru jamaah. Khatib seakan ingin menyapa jamaah yang hadir dari berbagai tempat. Dengan wajah gembira disertai senyuman, sesekali khatib melambaikan tangan pada jamaah. Karena beberapa kali bertemu, khatib juga melambaikan tangan pada penulis. Secara spontan penulis pun membalas senyum dan lambaian tangannya.
(Baca juga: Pengalaman Buka Bersama “Ditemani” Anjing di Santa Barbara California)
Sejurus kemudian khatib mengeluarkan handphone dari sakunya. Sepertinya ia ingin mencari-cari bahan khutbah. Begitu adzan usai, khatib pun memulai khutbah dengan sesekali melihat HP. Mungkin agak aneh bagi kita, khutbah Jumah sambil membawa HP. Dalam pikiran saya, apa bedanya HP dengan buku catatan bahan khutbah. Sama saja bukan? Tapi, di Tanah Air masih belum hal itu belum membudaya. Jika semakin banyak khatib Jumah berkhutbah sambil membuka HP atau tablet, maka hal itu tidak lagi asing. Persoalannya, budaya itu masih terasa asing. Apalagi di setiap masjid selalu ada peringatan untuk mematikan HP. Di Santa Barbara, khatib malah menjadikan HP sebagai media untuk mencari bahan khutbah.
(Baca juga: Jamaah pun Semburat Berlarian Cari Aman Ketika Khutbah Masih Berlangsung)
Yang juga unik, selama berkhutbah khotib juga menggunakan bahasa yang sangat komunikatif seraya ingin berdialog dengan jamaah. Beberapa kali khatib juga melontarkan pernyataan yang mengundang tawa. Karena itu, selama khutbah berlangsung, beberapa kali terdengar sebagian jamaah tertawa. Khatib yang juga ketua ISSB, Yama Niazi, memang dikenal humoris. Kebiasaan melempar guyonan pun terbawa saat khutbah Jumah. Tetapi inilah kekhasan Jumah Prayer di Santa Barbara. Selama khutbah, khatib sangat santai, berusaha dialogis dengan jamaah, bahkan sesekali disertai humor.
Proses Jumatan demikian barangkali tidak lumrah di tanah air. Ibadah Jumatan yang sakral itu dijalani umat Islam di tanah air dengan serius. Bahkan khatib juga harus menunjukkan mimik serius selama khutbah. Begitu juga dengan makmum. Bahkan saking seriusnya, sebagian makmum tertidur. Mana praktik Jumatan yang lebih baik? Pertanyaan ini tidak harus dijawab. Sebab, setiap komunitas Muslim di penjuru dunia memiliki budaya yang berbeda-beda dalam menjalankan ibadah. Yang penting, pesan-pesan keagamaan yang disampaikan khatib dipahami jamaah dengan baik. (*)
Laporan DR Biyanto MAg, Wakil Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim, peserta Summer Institute 2016 UCSB