PWMU.CO-Pengertian hukum sunah perlu didefinisikan ulang agar mendorong orang mengerjakan. Pengertian yang tepat semestinya pekerjaan bukan wajib tapi semampu-mampunya bisa dikerjakan.
Hal itu disampaikan Ustadz Fazlurrahman Lc MPdI dalam pengajian PCM Lakarsantri di MI Muhammadiyah 28 Jl. Rya Bangkingan Surabaya, Ahad (8/12/2019).
Fazlurrahman mengatakan, selama ini sunah diartikan amalan jika dikerjakan mendapatkan pahala, dan ditinggalkan tidak apa-apa.
”Ternyata orang lebih suka memilih meninggalkan amalan sunah karena tidak apa-apa, tidak ada sanksi. Iming-iming pahala bagi orang yang mengerjakan tidak punya kekuatan mendorong orang melakukan,” katan dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surabaya ini.
Dia mengatakan, kecenderungan orang memilih meninggalkan perbuatan baik ternyata lebih kuat dibandingkan melakukan ibadah. ”Contoh lagi sesuatu yang dihukumi makruh yang mestinya dijauhi karena buruk justru dikerjakan orang karena diartikan cuma tercela,” ujarnya.
Padahal , sambungnya, makruh itu asal katanya dari karoha artinya dibenci. ”Sesuatu yang dibenci oleh Nabi dan Allah justru menantang orang untuk melakukan misalnya rokok,” tuturnya.
Karena itu dia menyarankan, pemahaman hukum sunah didefinisikan kembali menjadi pekerjaan bukan wajib tapi semampu-mampunya bisa dikerjakan. Dengan pengertian ini maka mendorong orang untuk melakukan perbuatan sunah karena menggiring orang melakukan amalan sunah.
Pemahaman ulang atas hukum-hukum Islam ini, menurut dia, untuk pembangunan albu’du rabbani atau ibadah kepada Allah. Penyegaran definisi hukum ini memberikan kesadaran makna ibadah kepada Allah. ”Bukan kesadaran naif yaitu sudah tahu sesuatu itu jelek tapi tetap saja dikerjakan ,” ujarnya.
Dia menyebutkan lagi kesadaran naïf yang terjadi dalam diri manusia. Setiap khotbah Jumat selalu diingatkan untuk bertakwa. Para jamaah pun merasa dirinya menjadi orang paling bertakwa ketika shalat. Namun setelah keluar dari masjid orang melupakan Tuhannya.
”Pulang dari masjid bawa sepatu orang lain, ngrasani, korupsi. Padahal Allah menyebutkan dalam Alquran inna shalata tanah anil fahsyai wal munkar. Kenapa masih mengerjakan fahsya dan munkar pasti shalatnya tidak beres. Inilah kesadaran naïf yang terjadi pada banyak orang,” tandasnya.
Padahal kalau orang benar-benar sadar tentang takwa, kata dia, seperti janji Allah dalam surat Ath Tolaq wa man yattaqillaha yaja’alahu makhroja wa yarzuqhu min haitsu la yahtazib wa man yatawakkal alallahi fa huwa ḥasbuh innallaha baligu amrih
”Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya akan mencukupkan urusannya.”
Orang-orang yang bertakwa, dia menjelaskan, Allah pasti membantunya untuk mencari jalan keluar terhadap segala masalah yang dihadapi. Juga memberi rezeki yang tak terduga .
Jika ditambah bertawakal maka Allah mencukupkan segala kebutuhannya. ”Inilah kesadaran rabbani yang harus kita pahami agar ayat itu bisa terjadi kepada diri kita,” tandasnya. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto