PWMU.CO – Zakat sebagai institusi keuangan dalam Islam, diakui merupakan salah satu solusi dalam problem sosial, ekonomi, dan politik.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Nadjib Hamid saat berbicara dalam Kajian Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jatim di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Sabtu (7/12/19).
Membawakan materi berjudul Kebijakan Pemerintah dalam Institusi Zakat Implementasi Syariat Islam Era Modern, Nadjib mengajak warga Persyarikatan agar memperluas sasaran dakwahnya melalui zakat.
“Mengapa Muhammadiyah jumlahnya sedikit? Karena dakwah kita mayoritas terbatas hanya di mimbar-mimbar masjid,” ujarnya. Maka yang didapat pasti baik semua, dan itu-itu saja.
Pria kelahiran Lamongan itu mengajak para peserta untuk memperluas jangkauan dakwah zakat dengan melihat area sekitar.
“Rumah saya dekat dengan Pasar Wonokromo. Tiap hari saya melihat perilaku orang di pasar. Hampir seratus persen para pedagang di pasar terjerat lintah darat atau bank cicil,” ungkapnya.
Ketika ditanya alasannya menggunakan jasa bank cicil tadi, para pedagang pasar malah menganggap para rentenir tadi sebagai dewa penyelamat. Padahal, menurut Nadjib, para rentenir tidak segan-segan memberi bunga yang amat tinggi dalam proses pinjam-meminjam tadi.
Nadjib lalu menganalogikan, jika pedagang meminjam satu juta pada bank cicil, maka dia hanya menerima Rp 900 ribu. Padahal saat melunasi harus membayar lebih dari Rp 1 juta karena bunganya lebih dari 15 persen.
Para pedagang, lanjut dia, pasrah dengan keadaan tersebut. “Coba Bapak tunjukkan pada kami takmir masjid yang berani memberi pinjaman tanpa memberi jaminan,” ujar Nadjib menirukan ucapan salah satu pedagang pasar.
Untuk itu, Nadjib berharap LAZ (lembaga amil zakat) dan Lazismu dapat memasuki ranah dakwah tersebut. “Dakwah Muhammadiyah jangan hanya di masjid atau pengajian, nanti hanya dapat itu-itu saja,” ujarnya.
Karena, ujarnya, jika dapatnya hanya sekitar dan itu-itu saja, maka sampai kapanpun susah menangnya. (*)
Kontributor Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.