“Selain menjalin silaturahmi, kami saat ini juga sedang merawat peninggalan-peninggalan KHA Dahlan serta menghidupkan lagi kegiatan di dalamnya,” ujar Diah. Menurutnya, selama ini peninggalan KHA Dahlan banyak yang dibiarkan mangkrak. “Langgar Kidul tidak terawat, bahkan jadi sarang kelelawar. Sekarang sudah dipakai untuk kegiatan Rumah Tahfidz Quran. Dan alhamdulillah tahun ini sudah meluluskan hafidz-hafidzah cilik.”
Selain itu, kata Diah, bekas ruang-ruang sekolah pertama KHA Dahlan yang dibangun di sekitar rumah tinggal KHA Dahlan, sudah direhab dan mulai sesekali digunakan kegiatan-kegiatan oleh masyarakat Kampung Kauman.
(Baca juga: Masjid Kiai Dahlan saat Bertetirah di Pasuruan yang Sudah Berubah dan Ini Salah Satu Perbandingan Kartini dan Siti Walidah)
“Jadi, kesuksesan poligami KHA Dahlan bisa dilihat dari tidak adanya kericuhan dalam soal pembagian warisan. Warisan itu kami jaga bersama. Dan kami selalu rukun dan saling sayang. Tidak membedakan dari keturunan istri yang mana,” jelas Diah.
Kisah poligami KHA Dahlan sebenarnya sudah diangkat dalam sebuah buku berjudul “Kenangan Keluarga terhadap KHA Dahlan dan Nyai Ahmad Dahlan”. Penulisnya adalah Widiyastuti canggah KHA Dahlan. Ia adalah anak Siti Hadiroh, putri dari Djuwariyah, putri Siti Busro, anak ketiga KHA Dahlan.
(Baca juga: Cara Nyai Ahmad Dahlan Mendidik Anak dan Siti Walidah, Lebih dari Seorang Kartini)
Tapi ada beberapa perbedaan penafsiran data antara Widiyastuti dengan Diah Purnamasari. Dalam buku itu Widyastuti menjelaskan bahwa dua anak tiri yang diasuh Nyai Walidah tidak tahu kalau ibu yang mengasuhnya selama ini, yaitu Nyai Walidah, adalah bukan ibu kandungnya.
Tapi, menurut Diah, sebenarnya mereka tahu kalau Nyai Walidah bukan ibu kandungnya. “Itu berkat kebesaran jiwa Nyai Walidah,” kata Diah. Menurut cerita yang didapat Diah, Raden Dhurie ikut Nyai Walidah setelah RA Sutidjah Widyaningrum menikah lagi.
(Baca:Ayo, Galak-Luaskan Gerakan 1821!)
Hal ini dikarenakan calon suami RA Sutidjah Widyaningrum tidak mau mengasuh Raden Dhurie. Kemudian oleh KHA Dahlan, Raden Dhurie yang saat itu berusia antara 8-9 tahun dibawa ke Kauman.
Setelah KHA Dahlan wafat, Raden Dhurie lalu disekolahkan ke Perancis oleh eyangnya (ayah dari RA Sutidjah Widyaningrum). Sementara itu, Siti Dandanah (anak KHA Dahlan dari istri keempat Nyai Aisyah) ikut Nyai Walidah itu ketika sudah remaja. (Mohammad Nurfatoni)