PWMU.CO – Sebelum menjadi profesor, sebenarnya kami telah menganggap Pak Haedar Nashir itu profesor sejak dulu. Hanya tinggal menunggu resminya saja.
Pernyataan tersebut disampaikan Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Pendidikan Tinggi (SDID), Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Ristekdikti) Republik Indonesia Prof dr Ali Ghufron Mukti MSc PhD pada acara Pengukuhan Guru Besar Dr H Haedar Nashir MSi di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Kamis (12/12/19)
Saat mengawali sambutannya, Ali Ghufron Mukti mengajak hadirin bersyukur karena Haedar Nashir, salah satu tokoh bangsa telah resmi dikukuhkan menjadi guru besar. Bahkan pengukuhan tersebut dirasakannya luar biasa.
“Hari ini pidatonya luar biasa. Menghasilkan konsepsi moderasi. Kita tahu di awal tahun 2019 Nahdhatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah diusulkan untuk memperoleh hadiah nobel sebagai ormas yang berpengaruh dan dianggap peduli pada nilai-nilai kebangsaan yang moderat,” ujarnya.
Maka, imbuhnya, jika konsepsi itu berhasil dan bisa diterapkan, tentu akan menjadi pertimbangan yang luar biasa.
Menurut dokter yang pernah menjabat Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia di era Presiden SBY ini, gelar profesor itu ada tiga tipe.
“Profesor tetap, profesor tidak tetap, dan yang ketiga, tetap tidak jadi profesor,” kelakarnya disambut gerr hadirin.
Nah yang menarik, ujarnya, Prof Haedar ini sebenarnya bisa menjadi profesor tidak tetap. “Tapi beliau memilih menjadi profesor tetap, meskipun dengan jalan yang berliku. Ini luar biasa,” pujinya disambut gemuruh tepuk tangan hadirin.
Menurut Ali Ghufron Mukti, Indonesia saat ini memasuki babak yang luar biasa, karena ketua umum dua ormas besar di Indonesia sama-sama bergelar profesor.
“Nah saat ini Ketum NU profesor (Prof Dr KH. Said Aqil Siradj MA), Ketum Muhammadiyah profesor. Memang kalau umat Islam pemimpinnya profesor akan muncul dan terbentuk knowledge-based society (masyarakat berbasis pengetahuan) dan diperkirakan pada tahun 2045 Indonesia akan menjadi negara hebat nomor 4 dunia dari sisi ekonomi,” tegasnya.
Di hadapan ribuan undangan, Ali Ghufron mengingatkan kepada para dosen yang telah bergelar S3 (doktor) untuk segera mengurus gelar profesor.
“Mumpung sekarang ini masuk musim mudah. Maka kami harapkan kepada para dosen yang hendak mengurus profesor agar segera. Mumpung mudah. Kalau tiba musim sulit kami tidak mau nguruskan lagi,” tandas alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM) tersebut.
Selain itu, dia juga mengingatkan profesor bukan gelar tapi merupakan jabatan akademik yang definitif dan dirintis mulai dari asisten ahli, lektor, lektor kepala kemudian guru besar (profesor).
“Karena dianggap gelar, di Indonesia ini kadang agak gila gelar. Sampai-sampai kadang meninggal pun harus ditulis gelar, jika tidak keluarga akan protes,” katanya.
Maka dia berharap, profesor dan dosen harus tetap produktif untuk melakukan penelitian, pembimbingan, inovasi, agar Indonesia mengalami lompatan-lompatan yang positif.
“Sekali lagi kami berbangga dan bahagia, prof Haedar Nashir telah mencapai puncak jabatan akademik. Semoga manfaat dan memberi kemaknaan untuk umat, bangsa dan negara,” harapnya. (*)
Kontributor Nely Izzatul. Editor Mohammad Nurfatoni.