PWMU.CO – Pentingnya membangun citra positif sekolah di era digital disampaikan Direktur Relasi dan Pendaftaran International Islamic Boarding School (IIBS) Tazkia Sabar Arifin ST dalam kegiatan Teacher and School Leaders (Tesla) Conference 2019, Sabtu (14/12/19).
Didampingi Direktur Marketing dan Branding IIBS Tazkia Qoirul Mansur Darojad MPd, Sabar menjelaskan cara membangun brand sebuah sekolah.
Pertama, fundament (dasar) yang meliputi strategi brand, organisasi, job description (deskripsi pekerjaan), dan Standar Operasional Prosedur (SOP). Sabar mengatakan, kita harus memahami dan meresapi visi dan misi sekolah di tahap ini. Menurutnya, semua punya peluang dan kelebihan masing-masing meski lokasi sekolahnya berdekatan.
Ia menegaskan, setiap sekolah harus punya brand karena pasti punya karakter, perbedaan yang sangat unik, dan bagian dari hidup bersama. “Kita harus tahu kekurangan yang lain dan tahu kelebihan kita, tujuan kita melengkapi yang lain,” tegasnya.
Pada aspek organisasi, lanjutnya, harus ada pembagian tugas yang jelas antarabagian pemasaran, keuangan, operasional, dan Human Resource Department (HRD).
Kedua, communication (komunikasi) yang meliputi lima sensory experience (pengalaman sensori) dan touch point (titik sentuh), yaitu pendengaran, penglihatan, perasa, peraba, dan penciuman. “Jadi kalau kita ke sekolah yang gedungnya bagus tapi bau, gaduh, rame terus, maka akan tercipta image sekolah yang gaduh,” ujarnya mencontohkan.
Ia menyarankan peserta untuk memperhatikan seragamnya, gedungnya, fasilitasnya, buku-buku, satpam, kamar mandi, sudut sekolah, ruang kelas, dan lingkungan fisik lainnya.
Tak hanya itu, segala hal yang berkaitan dengan rasa nyaman juga harus diperhatikan, seperti satpam yang ramah, guru yang tenang, siswa yang sopan, ruangan yang wangi, penampilan video profil sekolah, dan lain-lain.
Ketiga, evaluation (evaluasi) baik kuantitatif maupun kualitatif. Sabar menuturkan, evaluasi secara rutin melalui Focus Group Discussion (FGD) penting dilakukan. Kita perlu mengamati, melihat, dan menanyakan pendapat orang-orang tentang sekolah kita, apa persepsinya.
“Kita amati media, pergerakan follower, subscriber, kok masih segini, bikin lagi postingan yang menarik, berapa yang nge-like, yang komen,” ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, bisa juga dengan membuat survey orangtua atau siswa dengan Google Drive. Bisa juga ada kotak saran, siapapun bisa menulis di situ.
Dalam kesempatan tersebut, Sabar juga menjelaskan beberapa elemen penting dari branding.
Pertama, nama brand harus menarik dan mudah diingat. Kedua, packaging (kemasan) menarik. Apa yang kita tampilkan atau tampakkan ke orang lain harus menarik.
Ketiga, tagline yang menginspirasi. Boleh berbahasa Inggris karena international school dan mudah diingat. Keempat, ambasador. Penting menjadikan guru sebagi ambasador sekolah. Munculkan tokohnya, orang akan melihat dari tokoh tersebut.
Keempat, ambasador. Penting menjadikan guru sebagai ambasador sekolah. Munculkan tokohnya. Orang akan melihat dari tokoh tersebut.
Kelima, song/mars. Sekolah perlu mempunyai mars untuk menggelorakan motivasi dan promosi. Keenam, logo yang konsisten, baik warna, ukuran, dan font sebagai identitas.
Sabar kemudian meminta peserta untuk memetakan dan menganalisis seberapa jauh upaya branding yang telah dilakukan peserta di sekolahnya masing-masing. “Kuncinya tetap ada pada leader (pemimpin) sebagai komunikator yang baik,” tegasnya. (*)
Kontributor Ria Pusvita Sari. Editor Mohammad Nurfatoni.
Discussion about this post