PWMU.CO – Fenomena alam gerhana matahari cincin (GMC) bisa disaksikan di beberapa wilayah di Indonesia, Kamis 26 Desember 2019. Masyarakat Surabaya dan sekitarnya bisa mengamati mulai pukul 11.02 WIB Puncak gerhana dalam arti terlihat sekitar 54 persen, terjadi pukul 12.53 WIB dan berakhir pukul 14.32 WIB. GMC bisa diamati dengan sempurna di wilayah Kepulauan Riau.
Nabi Muhammad SAW, selalu menjadikan peristiwa peristiwa alam sebagai sarana internalisasi akidah tauhid ke dalam jiwa umatnya. Dalam peristiwa gerhana ada pembersihan mitologi dan charging iman.
Nurcholish Madjid, dalam buku Islam Doktrin dan Peradaban menyebutkan masyarakat Barat masih memiliki mitologi seperti pengunaan nama-nama hari. Misalnya: Sunday Hari Dewa Matahari; Monday Hari Dewa Rembulan; Saturday, Hari Dewa Saturnus.
Berbeda denga Islam yang telah membersihkam nama-nama hari dari muatan mitologi. Sehingga hari pertama Ahad; hari kedua al-isnain (Senin); hari ketiga ats-tsulatsa’ (Selasa), hari k empat al-arbi’a’ (Rabu), hari kelima al-khamis (Kamis), hari saat berkumpulmya orang di masjid al-jumu’ah (Jumat), dan hari saat orang istirahat as-sabtu. (Sabtu).
Soal pembersihan mitos ini bisa kita pahami dari kisah di zaman Nabi SAW. Pada saat itu terjadi gerhana matahari yang bersamaan dengan meninggalnya putra beliau bernama Ibrahim. Masyarakat pun menghubung-hubungkan dua kejadian tersebut.
Karena berduka atas meninggalnya putra Nabi SAW, maka langitpun berduka dengan gerhana. Begitu kira-kira mitologi yang berkembang saat itu.
Menanggapi hal tersebut Nabi SAW bangkit berkhutbah dengan menyampaikan puja-puji kepada Allah sebagaimana mestinya, lalu mengatakan: “Matahari dan bulan keduanya adalah tanda kebesaran Allah Yang Maha Mulia. Gerhana tidak disebabkan oleh mati dan lahirnya seseorang. Dan jika kamu menyaksikan hal itu maka segeralah shalat.” (Bukhari, Muslim, dan Ahmad dari Aisyah]
Dalam riwayat lain dikatakan: “Pernah terjadi gerhana matahari, kemudian bangkitlah Nabi SAW untuk shalat dan bersabda, “Apabila kamu saksikan hal yang serupa itu, maka segeralah kamu kerjakan shalat dan panjatkan doa dan mohon pengampunan-Nya.” (Bukhari, Muslim, Ahmad, dari Abu Musa).
Selain itu, dalam suatu riwayat Bukhari dari Aisyah dengan lafadz sebagai berikut: “Maka apabila kamu saksikan hal itu, panjatkanlah doa kepada Allah dan bacalah takbir dan kerjakan shalat dan bershadaqahlah.
Dari riwayat-riwayat di atas terbaca bahwa Nabi SAW menggunakan peristiwa alam sebagai sarana dakwah semua aspek agama. Mulai dari akidah yaitu pembersihan mitologi dari keyakinan umat, syari’ah-ibadah, dengan memerintahkan shalat, istighfar, takbir, dan berdoa, serta akhlak dengan memperbanyak sedekah.
Adapun tata cara shalat gerhana menurut Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah Pimpinan Pusat Muhammadiyah adalah sebagaimana dijelaskan dalam Keputusan Muktamar Tarjih XX di Garut 1396 H/1976.
Tata Cara Pelaksanaan Shalat Gerhana
Untuk memudahkan dalam memahami, tata cara pelaksanaan shalat gerhana akan dijelaskan dalam bentuk urutan sebagai berikut:
- Niat dalam hati.
- Takbiratul ihram.
- Membaca doa iftitah. Yaitu “Allahumma baid …” dan seterusnya. Doa iftitah yang lain pun bebas dibaca asalkan didasarkan pada riwayat yang shahih.
- Membaca taawudz yang dibaca dengan lirih.
- Membaca Surat Al-Fatihah yang dibaca dengan keras.
- Membaca surat yang panjang. Dianjurkan surat surat yang jumlah ayatnya 100 ayat ke atas. Jika tidak hafal yang panjang, maka yang pendek pun tidak apa apa.
- Rukuk. Rukuk dilakukan dengan lama melebihi shalat biasa. Anas bin Malik menuturkan bacaan tasbih Rasulullah SAW dalam shalat biasa kira-kira 10 kali.
- Iktidal.
- Membaca Alfatihah kedua. Selesai iktidal, tangan disedekapkan lagi lalu membaca Alfatihah untuk yang kedua kali. Inilah yang membedakan dengan shalat-shalat biasa. Jika pada shalat biasa setelah iktidal langsung sujud, maka pada shalat gerhana setelah iktidal berdiri lagi untuk membaca.
- Membaca surat yang lebih pendek dari surat sebelumnya.
- Rukuk. Rukuk dilakukan dengan lama, tetapi lebih pendek sedikit dari pada rukuk yang pertama.
- Iktidal.
- Sujud. Sujud diusahakan juga lama. Sujud dilakukan dua kali sebagaimana shalat biasa.
- Berdiri dari sujud untuk melakukan rakaat yang kedua. Pada rakaat kedua ini yang dilakukan sama persis dengan rakaat pertama, hanya saja durasi waktunya lebih pendek.
- Sujud. Sujud pada rakaat yang kedua ini juga relatif lama, tetapi lebih pendek dari pada sujud pada rakaat pertama.
- Salam.
- Shalat gerhana dilanjutkan dengan khutbah. (*)
Oleh Dr Syamsuddin MA, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhamamdiyah Jatim. Editor Mohammad Nurfatoni.