PWMU.CO – Jika melihat manusia, maka makin tua makin lambat. Demikian juga organisasi. Di Indonesia ini banyak organisasi yang makin tua usianya, malah pecah. Jarang organisasi yang berusia satu abad yang perkembangannya makin pesat. Tapi alhamdulillah, Muhammadiyah di usianya yang ke-107 ini makin kuat.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr H Abdul Mu’ti MEd menyampaikan hal itu dalam Pengajian Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Laren sekaligus untuk memperingati Milad Ke-107 Muhammadiyah yang digelar di Perguruan Muhammadiyah Godog, Laren, Lamongan, Sabtu (21/12/19).
Pada kesempatan itu, Mu’ti menyampaikan tiga yang berkaitan dengan Muhammadiyah.
“Pertama, alhamdulillah Muhammadiyah baru saja mendapatkan anugerah. Terkesan lambat namun akhirnya pengakuan pemerintah terhadap tokoh Muhammadiyah dengan menetapkan KH Prof Dr Abdul Kahar Mudzakir sebagai pahlawan nasional yang merupakan tokoh Muhammadiyah,” ujarnya.
Dari sembilan tokoh perumus negara ini, sambungnya, beliau merupakan salah satu dari empat tokoh Muhammadiyah yang terlibta. Yaitu Ir Soekarno, Ki Bagus Hadikusumo, dan Prof Kasman Singodimedjo.
“Bagi Muhammadiyah ini penting, bahwa berdirinya bangsa ini tidak lepas dari tokoh Muhammadiyah. Adanya Pancasila sebagai dasar negara, tidak lepas perumusannya dari tokoh persyarikatan. Jadi, jika ada yang mencurigai Muhammadiyah tidak Pancasilais, maka saya jawab, tidak akan ada negara ini kalau tokoh Muhammadiyah tidak ikut merumuskan Pancasila,” tegasnya.
Menurut Mu’ti, Muhammadiyah itu datang untuk memberi pertolongan, menyampaikan rahmatan lil alamin. Dan Muhammadiyah melakukan bukan (agar) untuk menjadi menteri dan lain-lain. Tapi demi masyarakat. “Kita harus bersyukur atas nikmat Allah atas apa yang sudah dicapai Muhammadiyah di 107 tahun ini. Bukan dalam rangka riya’, tapi dalam rangka bersyukur dan untuk meningkatkan prestasi dalam berjuang melalui persyarikatan Muhammadiyah,” jelasnya.
Kedua, Muhammadiyah mencerdaskan kehidupan bangsa, sesuai dengan tema milad kali ini. “Kenapa mengambil tema ‘Mencerdaskan Kehidupan Berbangsa’. Indonesia ini kalau dilihat dari tujuan negara, sepertinya masih jauh dan bahkan ada gejala semakin jauh dari tujuan penting didirikannya bangsa Indonesia ini,” ungkapnya.
Kalau dilihat dari angka kemampuan membaca dan menulis, lanjut dia, Indonesia memang sudah lebih 97 persen masyarakat Indonesia yang bisa membaca.
“Tetapi angka melek huruf itu jika dikaitkan dengan kemampuan memahami bacaan, ternyata masih rendah. Sekarang orang-orang ramai mendengungkan revolusi 4.0, termasuk Presiden dan Mendikbud. Menurut Bank Dunia, menuju 2.0 saja Indonesia belum mampu. Dan ini tantangan kita bersama,” terangnya.
Abdul Mu’ti juga mengaitkan dengan kemampuan membaca. Menurutnya 53 persen anak-anak bisa membaca namun tak paham dengan apa yang dibaca. Istilahnya literasinya masih kurang. “Ketok e sinau namung ora paham dan ini masalah serius.”
Selain mencerdaskan kehidupan bangsa, kata Mu’ti, tujuan dari bangsa Indonesia juga memajukan kesejahteraan umum. “Tahun 2045 kata para ahli Indonesia menjadi negara yang makmur. Kalau melihat kenyataannya sekarang apa yang terjadi? Sing makmur yo makmur, sing ajur nggih mumur,” ujarnya menyindir.
Dia menegaskan, dalam dunia ekonomi, ini disebut dengan rasio angka dini. Masih 0,39 masyarakat kita yang makmur dan itu sangat tinggi. Masih adanya kesenjangan kesejahteraan. Ada satu persen orang di negeri inib yang kekayaannya lebih dari lima puluh persen kekayaan bangsa ini.
Selain itu, tujuan bangsa Indonesia juga ikut serta dalam ketertiban dunia. “Indonesia termasuk anggota Dewan Keamanan PBB, tetapi ternyata posisi Indonesia itu ternyata ibarat macan tapi menjadi kucing. Contohnya sederhana, terhadap kasus Uighur. Pemerintah Indonesia malah diam-diam saja,” jelasnya.
Wall Street Journal, kata Mu’ti, menerbitkan tulisan yang judulnya itu ngenyek banget. Katanya, ormas Islam di Indonesia (termasuk Muhammadiyah) disuap oleh pemerintah Cina makanya diam soal Uighur.
Tapi tidak ada ceritanya Muhammadiyah bisa dibeli. Jangankan sumbangan, diberikan rojo brono sekalipun, Muhammmadiyah tidak bisa dibeli. Namun pemerintah masih anteng-anteng saja dalam menyikapi soal Uighur. Apapun alasannya, kalau pun mereka ingin memisahkan diri, penggunaan kekerasan hingga pelanggaran HAM tetap harus dipersoalkan.
Menurutnya, Muhammadiyah akan bersikap dakwah amar makruf nahi mungkar. Muhammadiyah tidak akan jadi corong organisasi apapun, apalagi kepentingan asing. “Terhadap situasi ini, Muhammadiyah mendorong pemerintah untuk melakukan lobi politik dan diplomasi. Bukan hanya Indonesia, Arab Saudi yang Ketua OKI juga diam saja. Termasuk kasus Muslim Rohingya di Myanmar,” kata Mu’ti.
Dia menjelaskan, Muhammadiyah sudah mengucurkan dana sekitar Rp 22 miliar untuk bantuan kemanusiaan Muslim Rohingya. Dan insyaallah, Muhammadiyah akan membangun dua sekolah di Myanmar. “Muhammadiyah meminta kepada pemerintah untuk menampung suara kita untuk Muslim Uighur di Xinjiang dan juga di Rohingya,” terangnya.
Menurut Mu’ti, sekarang rakyat seperti kehilangan informasi. “Yang disampaikan hanya yang baik-baik saja. Namun menurut ahli, sepertinya Indonesia tidak dalam keadaan baik-baik saja. Katanya ekonomi baik-baik saja. Padahal menurut ahli ekonomi, ada 25 juta orang menganggur dan masalah sosial lainnya. Menurut riset Amerika, Indonesia akan menjadi negara besar keempat setelah China, Amerika, India. Tapi itu (baru) potensi, belum terwujud,” ungkapnya.
Menurutnya, syarat terwujudnya adalah dengan punya kekuatan SDM yang berkualitas. “Keadaan yang tidak baik tapi dikatakan baik-baik saja. Tapi tidak apa-apa. Muhammadiyah biasa menyampaikan kebenaran seorang diri. Muhammadiyah selalu menyampaikan kebenaran, karena Muhammadiyah yakin, kebenaran akan mengalahkan suatu kebatilan,” ucapnya.
Ketiga, ada tujuh kunci kekuatan kenapa Muhammadiyah bisa tetap maju di usianya yang ke-107. “Yang pertama, karena kekuatan spiritual. Iman dan takwa warga persyarikatan. Iman yang membuat warga Muhammadiyah memiliki militansi dan semangat yang luar biasa. Tidak gentar dalam berdakwah.”
Yang kedua adalah kekuatan intelektual. “Warga Muhammadiyah dari jumlah kepala tidak banyak tapi banyak isi kepalanya. Makanya kalau pemilu sering kalah,” ujar Mu’ti yang disambut tawa hadirin.
Menurutnya, orang Muhammadiyah itu pinter-pinter. “Saya yang menjabat Sekretaris Umum PP kadang minder, karena hanya bergelar doktor. Tapi doktor yang beneran lho Bu! Bukan doktor mondok di kantor, atau setia. Bapak Ibu tahu setia? Sekolah tidak, ijazah ada. Sekarang banyak orang yang seperti itu. Tapi pengurus di Wilayah bahkan Ranting sudah pada profesor. Banyak anggota Muhammadiyah orang-orang yang berilmu,” ungkpa dia.
Yang ketiga, kekuatan moral, akhlakul karimah. Muhammadiyah sering dipercaya oleh organisasi lain, bahkan yang beragama lain. “Di Maumere, yang beragama Islam hanya tujuh persen. Warga Muhammadiyahnya hanya lima sampai tujuh ribu. Tapi di sana ada lima belas AUM. Dan banyak orang yang beragama lain yang ikut menyumbang. Kuncinya adalah jujur.” terangnya.
“Yang keempat, kekuatan sosial. Warga Muhammadiyah memiliki ikatan yang sangat kuat tidak terbelah dan terbeli. Punya soliditas dan solidaritas yang tinggi, terbukti saat Pemilu kemarin, warga Muhammadiyah tetap rukun, tidak terbelah bahkan tidak terbeli,” ujarnya.
Yang kelima, sambungnya, kekuatan nama besar dan nama baik. “Bapak-Ibu dengar ada kasus penipuan perumahan syariah di Banten itu? Penipuan hingga Rp 40 miliar itu tidak ada hubungannya dengan Muhammadiyah. Tapi namanya dicatut sebagai promosi para penipu. Nama Muhammadiyah dipakai buat jualan. Karena nama baik Muhammadiyah makanya orang pada percaya, Muhammadiyah tidak ada hubungannya, bahkan termasuk korban,” jelasnya.
Yang keenam, kekuatan jaringan. Jaringan Muhammadiyah luar biasa dari Sabang sampai Merauke. “Ketika musibah di Palu, relawan Muhammadiyah hadir. Muhammadiyah juga membangun rumah sakit dan hunian sementara di sana. Sampai Wakil Walikota Palu, Sigit Purnomo Syamsuddin Said lebih dikenal sebagai Pasha ‘Ungu’ yang juga warga Muhammadiyah itu memuji peran Muhammadiyah. Setidaknya ada tiga rumah sakit, dua dibangun oleh PWM Jatim, dan satu oleh PWM Jateng juga gedung dakwahnya. Jadi, warga Muhammadiyah jangan merasa minder, karena Muhammadiyah ada di mana-mana. Punya network (jaringan) yang kokoh yang dimana dengan jaringan itu (kita) tidak akan goyah,” ungkap dia.
Terakhir, yang ketujuh, kekuatan sistem managerial dan keorganisasian. “Muhammadiyah mempunyai sistem organisasi yang tertib. Tidak bergantung pada siapa yang menjadi pimpinan, diatur managemen yang tertib. Contoh POM bensin atau SPBU yang akan dibangun oleh PDM Lamongan. Dengan managerial dan sistem yang tertib tadi, maka membuat pom bensin itu pun menjadi mudah.
“Itulah tujuh modal Muhammadiyah di usianya yang ke 107 tahun untuk terus maju dan berkembang. Tema ini yang menjadi gerak langkah Muhammadiyah,” ujarnya.
Pengajian yang dihadiri oleh ribuan jamaah ini dihadiri pula oleh Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim Ir Tamhid Masyhudi, Ketua Pimpinan Daerah Muhamamdiyah (PDM) Lamongan Shodikin, dan warga Muhammadiyah se-Cabang Laren dan sekitarnya. (*)
Kontributor Hendra Hari Wahyudi. Editor Mohammad Nurfatoni.