PWMU.CO – Banyak masyarakat yang dibikin kaget dengan sejumlah gagasan perubahan yang dilontarkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim. USBN dihapus digantikan ujian sekolah. UN diganti uji kompetensi minimum. RPP dibuat dua halaman saja, dan Zonasi dibuat lebih akomodatif terhadap siswa berprestasi.
Karena gagasannya itu dilontarkan sepotong-potong, mudah dimaklumi jika banyak yang menyoal sebenarnya arah pendidikan di Indonesia ini hendak dibawa ke mana. Slogan ‘Merdeka Belajar’ yang dilontarkannya belum bisa menjawab arah pendidikan yang sebenarnya hendak diwujudkan.
“Arah perubahan sistem pendidikan yang dipahami masyarakat kemudian adalah bahwa pendidikan ini hanya dipersiapkan untuk mencetak manusia-manusia yang dipersiapkan untuk jadi bagian dari tuntutan pasar dan dunia industri,” ungkap Prof Zainuddin Maliki, anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PAN, dalam diskusi Meneropong Arah Pendidikan Indonesia, Menanti Terobosan Mendikbud, di Kantor PB HMI Jakarta, Sabtu (21/12/19).
Menurut mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya itu, tidak jadi soal Nadiem melakukan berbagai perubahan. Sekarang ini adalah era disrupsi, era di mana begitu banyak terjadi perubahan di sekitar kita. Kalau tidak ikut berubah akan ditinggal. Oleh katena itu tak perlu risau dengan tuduhan ganti Menteri ganti kebijakan. “Tetapi perubahan sistem pendidikan yang digagas harus jelas arahnya dan dijamin lebih baik sehingga pendidikan bisa dijadikan jalan membangun peradaban,” tegasnya.
Politisi PAN asal Dapil Jatim X Gresik-Lamongan ini menyatakan sudah benar Nadiem mengganti UN dengan uji kompetensi. UN selama ini hanya membuat anak-anak didik kita mengejar ranking, score test, dan nilai ujian, bukan mengejar kompetensi.
“Karena yang diraih hanya score test dan bukan kompetensi, maka banyak lulusan yang cerdas secara kognitif tetapi tidak memberi keuntungan (benefit) dan dampak positif bagi upaya bangsa ini mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain,” ujar anggota Komisi X DPR RI itu.
Penulis buku Sosiologi Pendidikan (2010) itu lalu menggambarkan ketertinggalan Indonesia dari negara lain seperti Vietnam. “Sepakbola kita di SEA Games saja kemarin dikalahkan telak 0-3 dari Vietnam,” tambahnya.
Agar bangsa ini bisa mengejar ketertinggalan maka pendidikan harus bisa menyiapkan manusia yang tidak hanya cerdas, tetapi memiliki kompetensi. Di sini relevansinya UN diganti dengan uji kompetensi minimum.
Ada sejumlah kompetensi yang harus dimiliki oleh para lulusan untuk bisa survive menghadapi tantangan masa depan. Zainuddin Maliki menyebut kompetensi yang dibutuhkan di antaranya adalah kecerdikan (agility), kemampuan adaptasi (adaptability), kepemimpinan (leadership), kemandirian, dan keberanian mengambil risiko (enterpreneurship), serta pemikiran kritis dan kemampuan memecahkan masalah (critical thinking and problem solving). (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.