PWMU.CO – Ruang publik saat ini dijubeli informasi bohong (hoax), berita palsu (fake news), dan fake depth (kepalsuan mendalam). Kebenaran informasi cenderung tidak lagi berdasar pada fakta objektif tetapi pada emosi dan keyakinan pribadi. Fakta objektif dikalahkan oleh dengungan buzzer. Sehingga tidak jelas mana yang benar dan mana yang palsu. Ranah publik jadi subhat (remang-remang). Fenomena ini disebut era post truth atau pascakebenaran.
“Era post truth adalah bagian dari fitnah Dajjal. Trend-nya semakin lama semakin parah. Ibaratnya dari remang-remang menuju gelap pekat. Jika tahun 1992 era ini ditandai dengan dasar kebenaran adalah emosi dan keyakinan pribadi, sekarang ini sudah berkembang bahwa dasar kebenaran adalah yang paling keras suaranya, paling banyak dukungannya, dan monopoli kebenaran oleh penguasa,” kata Anwar Hudijono, wartawan senior di hadapan jamaah Masjid Al Millah, Pondok Jati Sidoarjo, Ahad (22/12).
Kondisi ini, katanya, sudah disampaikan oleh Nabi Muhammad di banyak hadits. Salah satunya adalah riwayat Ahmad dari Abu Hurairah. “Sesungguhnya akan datang kepada manusia tahun-tahun penuh tipu daya. Para pendusta dipercaya, sedang orang jujur dianggap berdusta. Pengkhianat diberi amanat, sedang orang amanat dituduh khianat.”
Salah satu strategi Dajjal menjalankan misinya adalah membangun kepalsuan, termasuk dalam informasi. Implikasinya pada matinya akal sehat. Butanya mata hati. Sehingga tidak ada ruang kebenaran meski hanya seujung jarum.
Ia mencontohkan, dalam beberapa hari terakhir ini viral keras di media sosial tentang postingan gambar dan video penindasan umat Islam Uighur oleh rezim RRC. Umumnya, umat Islam langsung percaya karena langsung bersentuhan dengan emosi ukhuwah Islamiyah. Langsung menganggap postingan ini benar karena keyakinan pribadi bahwa rezim komunis memang jahat dan memusuhi Islam. Sementara fakta objektifnya masih belum jelas kebenarannya. Tidak jelas siapa sumbernya.
Bisa jadi informasi itu memang benar, valid. Tapi bisa misinformasi. Artinya informasi itu salah kemudian disebarkan tanpa tahu bahwa itu informasi yang salah. Bisa juga disinformasi. Berarti informasi itu palsu dan dengan sadar disebarkan untuk menyesatkan publik, melakukan perusakan, memprovoksi.
Bisa juga, dia melanjutkan, ternyata malinformasi. Di mana informasinya memang benar tapi kemudian disebarkan untuk kepentingan di luar kebenaran informasi itu. Misalnya, untuk bullying, mendapat uang, penekanan, kampanye politik dan lain-lain.
NKRI dirobohkan
Sekilas informasi itu untuk membangun solidaritas umat Islam Indonesia atas Muslim Uighur. Tapi bisa juga ternyata memiliki misi yang lain. “Kan gambar dan video itu muncul setelah berita Wall Stret Journal bahwa MUI, NU, dan Muhammadiyah bungkam soal Muslim Uighur karena sudah menerima uang dari pemerintah RRC. Disusul viral foto mobil ambulans kerja sama NU dengan pemerintah RRT,” katanya.
“Jangan-jangan postingan gambar dan video itu untuk memperkuat kebenaran Wall Street Journal. Misi berikutnya untuk mendelegetemasi eksistensi MUI, NU, dan Muhammadiyah. Jika ketiga lembaga ini sudah kehilangan legitimasi dari umat, maka salah satu tiang utama NKRI ini akan rapuh. Dan dengan mudah NKRI dirobohkan,” kata Cak Anwar, panggilan akrab mantan Pemimpin Redaksi Harian Surya ini.
Menurut dia, postingan yang kelihatan by desighn ini juga berpotensi untuk membakar senofobia masyarakat Indonesia. Perasaan sentimen anti-asing, khususnya China sudah dipropagandakan sejak beberapa tahun terakhir. Jika sentimen anti China ini bisa mengkait warga etnis Tionghoa di Indoensia. Buntutnya biar terjadi kerusuhan sosial berbasis etnis.
Lebih lanjut mantan Wakil Pemimpin Redaksi Sriwijaya Post Palembang dan Bernas Jogja ini mengatakan, postingan itu juga dalam situasi di mana terjadi perang dagang Amerika Serikat dengan China. “Saya khawatir, postingan ini bagian dari proxy war. Indonesia dijadikan medan tempurnya. Dan akhirnya Indonesia sendiri yang babak belur seperti negara-negara mayoritas Muslim yang lain seperti Libya, Tunisia, Irak, Afghanistan, Yaman, Syuriah,” katanya.
Di samping itu, Anwar mengingatkan, Islam dan umat Islam saat ini menjadi sasaran proxy war. Menjadi pasar hoax yang potensial. “Pekan lalu, The Guardian menyampaikan hasil investigasinya bahwa ada satu pabrik hoax di Israel yang setiap pekan memproduksi hoax 1000. Misinya untuk membangun Islamfobia. Membunuh karakter tokoh-tokoh Muslim seperti Wali Kota London, dua senator Muslim AS. Jika satu pabrik hoax saja produksinya sebanyak itu jika sampai ada puluhan pabrik,” katanya.
Saat Pilpres 2019 juga ditemukan akun berpusat di Israel yang memproduksi hoax dan fake news yang disebar ke Indonesia untuk membenturkan antarpendukung calon presiden.
Petunjuk Alquran
Untuk itu, umat Islam harus hati-hati dan cerdas menyikapi setiap postingan informasi. Karena setiap saat beredar hoax dan fake news. Di era banjir bandang hoax dan fake news di media sosial maupun media konvensional ini, umat Islam harus memegang teguh petunjuk Alquran Surat Alhujurat Ayat 6.
“Wahai orang-orang beriman. Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu bangsa (kaum) karena kebodohanmu, yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.”
Operasi Arab Spring yang mengakibatkan beberapa negara Arab, salah satunya karena mereka menelan mentah-mentah informasi hoax dan emosinya terbakar propaganda. Sekarang pun pola operasi Arab Spring ini dioperasikan di banyak tempat. Mungkin termasuk Indonesia.
“Jika kemampuan kita dalam meneliti terbatas, informasi demikian biarkan lewat saja. Tidak usah baper. Dan terutama jangan ngeklik menviralkan,” tegasnya.
Cak Anwar merujuk pada Alquran Surat Annur ayat 15. “Jika kamu menerima (berita bohong, hoax, tidak jelas) itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikitpun, dan kamu menganggapnya remeh, padahal dalam pandangan Allah itu soal besar.”
Kalau sekarang, sambungnya, memang bukan cuma dari mulut ke mulut. Tapi dari handphone ke handphone. Memviralkan itu memang enteng. Pencet dua kali sudah tersebar. Tapi yang enteng itu memiliki risiko yang berat. Di ayat 14 disebutkan risikonya ditimpa azab yang besar. Kita harus hati-hati. Jangan gampang emosian. Jangan sok tahu. Jangan grusa-grusu karena grusa-grusu itu juga perbuatan setan,” katanya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.