PWMU.CO – Pergi ke Bangkok, Thailand, tak sempurna rasanya bila belum mengunjungi Grand Palace (Istana Agung)—sebuah perhentian wisata tersibuk di kota ini.
Turis dari berbagai penjuru dunia silih berganti berdatangan. Cuaca panas yang sangat menyengat tidak menghalangi rasa penasaran mereka untuk mengetahui sejarah Thailand dan popularitas Yang Mulia yang terekam di istana itu.
Saya pun tak menyia-nyiakan waktu selama di Bangkok untuk mengunjungi tempat ini. Tiba di Grand Palace pukul 11.00, Selasa (24/12/19), saat sinar matahari panas-panasnya, tubuh saya pun ikut ‘terpanggang’ matahari.
Grand Palace dibuka tujuh hari nonstop dari pukul 08.30-16.30 waktu setempat (tidak ada selisih dengan waktu Indonesia Barat alias WIB). Sementara kantor tiket sudah ditutup pukul 15.30.
Adapun biaya masuk Grand Palace 500 Baht per orang (1 Baht = Rp 475). Harga yang relatif mahal bagi saya. Namun bagi warga negara Thailand, mereka tidak perlu membayar tiket.
Untuk mendapatkan informasi seputar Grand Palace, tersedia personal audio guide yang dapat disewa dengan biaya tambahan 200 Baht. Sayangnya hanya tersedia delapan bahasa, yaitu English, French, German, Japanese, Mandarin, Russian, Spanish, dan Thai. Indonesia, tidak ada.
Istana Agung bisa disebut sebagai tempat kelahiran Bangkok. Buddha Zamrud yang bertempat di sana dianggap sebagai citra Buddha yang paling penting di Thailand.
Untuk memasukinya diberlakukan aturan berpakaian secara ketat. Sebagai rasa hormat, kita tidak boleh mengenakan celana pendek atau kemeja tanpa lengan. Pria harus mengenakan celana panjang dan wanita harus menutupi kaki hingga tepat di atas lutut.
Namun jangan khawatir, di lokasi tersedia stan terbuka yang bisa meminjamkan selendang atau sarung dan celana, dengan harga 200 Baht. Sepatu juga harus dilepas saat memasuki area itu. Jika Anda Muslim seperti saya, tentu tak perlu khawatir karena pakaian kita sudah tentu sopan. Jadi, saya tak perlu menyewa selendang atau sarung. Bisa menghemat kan!
Ada begitu banyak istana berwarna-warni yang sangat indah di sini. Pagoda, patung, Buddha zamrud (dalam Wat Phra Kaeo), lukisan dinding, dan lain-lain. Semuanya menarik mata dan bidikan kamera. Orang tidak berhenti menikmati pemandangan dan suasana spiritual di sana.
Saya seperti belajar tentang sejarah di balik istana ini. Ya, perjalanan Anda tidak akan lengkap tanpa menghabiskan satu hingga dua jam di sini.
Setelah puas mengelilingi Grand Palace hingga kurang lebih dua jam, saya pun menuju pintu keluar. Waktu menunjukkan hampir pukul 13.00. Lapar, pasti. Namun arahan petugas untuk segera menuju bus terbuka yang akan membawa saya bersama turis lain ke Sala Chalermkrung Royal Theatre membuat rasa lapar hilang seketika.
Menarik juga cara petugas memperkenalkan budaya negaranya di sini. Para pengunjung asing dimanjakan dengan tiket gratis dan bus antarjemput untuk menikmati sajian teater yang lokasinya sekitar 10 menit dari Grand Palace. Bagi saya, ini menyenangkan bisa berkeliling sekitar Grand Palace dengan bus terbuka.
Oh iya, satu lagi yang membuat saya takjub dengan pelayanan di sini, yaitu brosur tentang Grand Palace yang tersedia dalam berbagai bahasa. Ada Thai, Mandarin, Jepang, French, German, Korea, dan English. Sekali lagi, tak ada bahasa Indonesia. Akhirnya, saya ambil pilihan English.
Tiba di Sala Chalermkrung Royal Theatre, pengunjung tak boleh membawa makanan dan minuman ke dalam. Saat itu, saya harus mengikhlaskan botol air mineral yang saya bawa untuk dititipkan pada petugas. Saya pikir akan dibuang, ternyata tidak. Saya bisa mengambilnya kembali setelah pertunjukan usai. Lega rasanya.
Di dalam ruang teater, pengunjung disuguhkan penampilan Thai Masked Dance berkisah Hanuman, Rama, dan Laksmana. Pertunjukan yang begitu menakjubkan. Sungguh pembelajaran budaya yang bermakna bagi saya. (*)
Penulis Ria Pusvita Sari. Editor Mohammad Nurfatoni.