PWMU.CO – Perhatian terhadap masalah kesukaran belajar pada anak telah meningkat sejak 10 tahun yang lalu, termasuk perhatian terhadap cara-cara mengatasinya.
Dengan meningkatkan perhatian tersebut, maka segala usaha telah dilakukan, untuk memerangi kesukaran dalam belajar ini, yaitu penekanan lebih besar terhadap program baru dalam pendidikan.
Program baru yang dibentuk antara lain seperti remedial teaching, good progresive schools, sekolah khusus, dan lain sebagainya.
Hal ini disampaikan oleh Hj Sri Hartini Handoyo SPsi Msi Psikolog dari Yayasan Psikologi Surabaya dalam acara “Pembagian Raport Semester Ganjil dan Parenting” di Madrasah Penghafal Al Qur’an MI Muhammadiyah 10 Rejosopinggir, Tembelang, Jombang, Senin (23/12/19).
Bunda Handoyo, panggilan akrabnya, menjelaskan ada beberapa sebab mengapa anak-anak sering mengalami kesukaran dalam belajar. Pertama, intelegensi anak memang rendah, karena pembawaan sejak lahir (IQ kurang dari 85). Penanganannya sekolah di slow learner atau SLB (sekolah luar biasa).
Kedua, intelegensi anak tinggi di atas 120. Penanganannya dengan meloncat atau naik kelas sebelum waktunya atau sekolah anak berbakat.
Ketiga, anak belum matang untuk mengikuti pelajaran di sekolah (belum siap untuk kemampuan membaca, menulis atau berhitung). Penanganannya perlu persiapan kematangan fungsi-fungsi tertentu sehingga tidak menghambat proses belajar.
Keempat, adanya hambatan dalam gangguan pendengaran atau penglihatan. Penanganannya memakai alat bantu sesuai bidang yang terganggu.
Kelima, adanya gangguan fisik (lelah, penyakit fisik). Keenam adanya kerusakan otak (trauma, radang, tumor, sehinggan konsentrasi terganggu).
Ketujuh, pengaruh lingkungan (tidak disenangi guru atau teman). Penanganannya menciptakan hubungan yang akrab meskipun secara perlahan.
Kedelapan, adanya persoalan dalam emosi atau tingkah laku. Penanganannya perlu bantuan psikolog atau psikiater yang akan menemukan penyebabnya.
Kesembilan, adanya kesukaran dalam bidang membaca menulis atau berhitung biasanya bersumber faktor organik, sehingga bantuan neurolog (dokter yang mennagani kelainan pada sistem saraf).
Bunda Handoyo melanjutkan, untuk mengurangi banyaknya anak yang mengalami kesukaran dalam belaja , maka diciptakan beberapa hal antara lain: Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan; merasa teman, guru, dan orangtua menyayanginya; menghindari situasi ketegangan dalam proses belajar; menghindari kelelahan fisik atau penyakit menahun agar gairah belajar tetap ada; perlu persiapan kematangan fungsi-fungsi tertentu sehingga tidak menghambat proses belajarnya.
Lainnya, mengurangi gangguan emosi dan tingkah laku; guru dan orangtua perlu memperhatikan tingkah laku intelegensi anak sehingga dapat memilih sekolah sesuai dengan kemampuan anak; guru hendaknya bersikap konsisten pada anak, yaitu bila memang salah karena tidak mengerjakan PR, maka perlu mendapatkan hukuman dalam bentuk yang biasanya berlaku (berdiri, mendapat tugas tambahan dan lain sebagainya). Dalam hal ini guru atau orangtua perlu mengetahui mengapa tidak membuat PR tersebut.
“Dan hal ini perlu diingat pula bila si anak berbuat positif, maka hendaknya hadiah perlu diberikan meskipun mungkin cukup berupa pujian. Dengan pola pendidikan yang konsisten maka anak akan terbiasa bertingkah laku seperti yang diharapkan,” ungkapnya. (*)
Kontributor Zuly Ahsanul Bariyyah. Editor Mohammad Nurfatoni.