PWMU.CO – Seekor kambing etawa dibawa oleh Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Jetis, Ponorogo, masuk arena Tabligh Akbar, di Halaman Kompleks Muhammadiyah Boarding School (MBS) Jetis. Gelak tawa dan tepuk tangan meriah dari lebih 700 jamaah mengiringi adegan unik tersebut.
Pemandangan tidak biasa itu terjadi pada pra acara Tabligh Akbar, yang merupakan puncak dari kegiatan peringatan Milad ke-107 Muhammadiyah oleh PCM Jetis beberapa waktu lalu. Sebelumnya, diadakan aneka lomba untuk memeriahkan milad tersebut. Di antaranya, lomba futsal antar Pimpinan Ranting se-Cabang Jetis, Ponorogo.
“Dan, pemenangnya adalah Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Josari,” kata Ketua PCM, Khairuddin MA saat menyerahkan kambing kepada Ketua PRM Josari, Nursalim SAg, di hadapan hadirin.
Mencerdaskan Kehidupan Berbangsa
Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim Nadjib Hamid, dalam ceramahnya menjelaskan tentang tema milad: Mencerdaskan Kehidupan Berbangsa. Menurut dia, tugas mencerdaskan kehidupan berbangsa, sebagaimana diamanahkan oleh konstitusi negeri ini adalah tugas pemerintah.
Tapi mengapa Muhammadiyah harus ikut repot melaksanakan tugas tersebut? “Bagi Muhammadiyah, selain itu merupakan panggilan agama, juga dimaksudkan untuk membantu pemerintah,” tuturnya sembari menyinggung makna tersirat bahwa seolah selama ini kehidupan kita dalam berbangsa belum cerdas.
Menurut dia, di antara ciri-ciri orang cerdas, mampu menyelesaikan masalah rumit jadi sederhana; berfikiran terbuka dan penuh tenggang rasa, tidak gampang menyalahkan yang berbeda.
Muhammadiyah Terpanggil
Ditegaskan, keterpanggilan Muhammadiyah dalam ikut mencerdaskan kehidupan berbangsa sudah dimulai dari awal berdiri. Sejak bangsa ini masih terjajah. “Hal itu bisa dilacak dari gagasan dan aneka kegiatan yang dilakukan dari masa ke masa.”
Dicontohkan, ketika mayoritas warga bangsa ini masih berada dalam rawa-rawa kebodohan dan kemiskinan, tanpa berkoar-koar tentang pentingnya pendidikan bagi semua, tanpa seminar dan studi banding, langkah Muhammadiyah kongkret: mendirikan sekolah, yang memadukan model pendidikan tradisional dan modern, untuk melayani semua warga dan lintas agama.
Ketika marak gelandangan dan aneka problem sosial lainnya, didirikanlah pusat pelayanan sosial dan kesehatan bernama PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem). Juga panti asuhan anak yatim sebagai perwujudan dari spirit al-Ma’un.
“Bawa pulang mereka, mandikan dengan sabun dan beri pakaian,” kata Nadjib menirukan perintah KH Ahmad Dahlan kepada santrinya saat ada gelandangan di Malioboro.
Kepada warga dan pimpinan, ia berpesan untuk terus memerluas wawasan dan pergaulan, agar bisa berkontribusi lebih banyak dalam pencerdasan kehidupan berbangsa, dan tidak kagetan serta tidak mudah terprovokasi oleh informasi-informasi hoax.
“Juga supaya bisa menghadang serbuan ideologi lain di tengah kemudahan teknologi komunikasi dan informasi,” pesannya. (*)
Kontributor Nursalim. Editor Mohammad Nurfatoni.