PWMU.CO–Di tengah Allah memberikan peringatan kepada hambaNya hujan yang lebat, puting beliung dan banjir, warga Muhammadiyah Situbondo masih sempat mengadakan kajian ahad pagi. Ini menunjukkan di hati kita tumbuh rasa cinta kepada Allah.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lumajang H Suharyo AP SH saat ceramah Pengajian Ahad Pagi di Masjid Al Jihad Kompleks Pusat Dakwah Muhammadiyah Situbondo, Ahad (5/1/2020).
Dia menambahkan, pengertian takwa adalah mereka yang takut kepada Allah dan takut berbuat maksiat. “Takut kepada Allah maksudnya dengan senang hati menjalankan perintah Allah, bukan dengan terpaksa. Indikasinya dalam kehidupan sehari-hari ketika mendengar suara adzan, mengucap alhamdulillah karena sudah diingatkan waktu shalat,” ujarnya.
Suharyo juga mengajak para jamaah untuk muhasabah. Menghitung diri masing-masing dalam beberapa hal. Pertama, muhasabah tentang keimanan.
“Saya yakin seyakin-yakinnya yang hadir ini adalah mukminin-mukminat orang yang sudah beriman kepada Allah. Tetapi yang perlu kita sadari yaitu Nabi menjelaskan, iman itu kadang naik kadang turun,” paparnya.
“Ada orang yang potongannya gampang turun imannya kalau tidak punya uang atau tanggal tua. Berdoa khusyuk sekali. Kira-kira ada tidak disini ya?” candanya disambut tawa hadirin.
Orang yang cinta kepada Allah, lanjutnya, pasti cinta kepada rasul-Nya dan pasti juga cinta kepada orang terdekatnya. “Contohnya, dalam kehidupan sehari-hari suami kepada istrinya. Salah satu bentuk kecintaan kita terhadap pasangan adalah jangan lupa untuk mengucapkan 3 hal yaitu minta tolong, terima kasih dan minta maaf,” terangnya.
“Ibu-ibu sudah pernah bilang terima kasih kepada suami? Paling hanya tanggal muda saja ya,” kelakarnya kembali disambut tawa jamaah.
Jika bisa bersinergi baik dengan orang-orang terdekat di rumah maka insya Allah imannya akan terpelihara dengan baik pula. “Tetapi jika hubungan sudah tidak harmonis di rumah maka kecintaannya kepada Allah juga bermasalah,” tambahnya.
Jika mengalami penurunan keimanan, ujarnya, solusi terbaiknya adalah kembali kepada Allah. “Perbanyak baca Alquran, perbanyak menyebut nama Allah dalam segala situasi dan kondisi, serta dekati orang-orang yang membutuhkan kita,” tuturnya.
Kedua, muhasabah keilmuan. “Tidak ada ruang bagi kita untuk menunjukkan ‘wah’ pada diri kita karena di atas langit masih ada langit,” ungkapnya.
Di atas ilmu kita yang sudah segudang, sambungnya, masih ada orang yang lebih banyak ilmunya. Dan di atas orang yang lebih banyak ilmunya masih banyak yang menerapkan ilmunya lebih banyak lagi.
“Makanya ketika kita berangkat haji atau umroh, di situ kita akan merasakan betapa kecilnya diri kita sebenarnya. Kita sebagai seorang mukmin tidak patut untuk menyombongkan diri. Sesuai dengan firman Allah yang artinya tidak Kuberi manusia ilmu kecuali sedikit,” jelasnya.
Ketiga, muhasabah amal kebaikan. “Mari kita jadikan sekujur tubuh kita sebagai alat ibadah kepada Allah, mencari ridha Allah, sibuk dengan kebaikan-kebaikan, lisan kita sibuk bicara yang baik-baik, membaca Alquran dan berdzikir,” ajaknya.
Orang mukmin itu, lanjutnya, adalah orang yang penuh dengan rencana-rencana baik. “Jika diberi umur panjang maka seorang mukmin akan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk berbuat kebaikan,” ujarnya.
Menurutnya, pada satu titik akhir umur seseorang seperti gerakan orang shalat. “Permisalan umur 40 tahun masih tegak, 50-60 tahun rukuk dan umur setelahnya ibarat sujud. Setelah sujud maka yang ditunggu adalah salam akhir yang artinya selamat tinggal kehidupan. Poin pentingnya adalah berapapun umur kita yang penting adalah manfaat dan barokah,” urainya. (*)
Penulis Siska Ranita Laksana Editor Sugeng Purwanto