Perkaderan Muhammadiyah kian marak diselenggarakan di daerah-daerah. Saking maraknya, dalam waktu bersamaan sering ada lebih dari enam daerah yang menggelar kegiatan yang sama.
Kondisi ini memberi harapan baru bagi perkembangan Muhammadiyah yang lebih baik di masa mendatang.
Seperti sinyalemen yang menyatakan, “Baik-buruknya organisasi pada masa mendatang, dapat dilihat dari baik-buruknya pendidikan kader yang sekarang ini dilakukan.”
Sebagai Wakil Ketua PWM Jatim yang membidangi perkaderan, saya patut bangga dan memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada para penggerak dan penyelenggara perkaderan dalam pelbagai bentuknya.
Insyaallah, buahnya nanti akan kita petik dan rasakan bersama.
Baitul Arqam
Baitul Arqam secara konsep formal hanyalah salah satu bentuk perkaderan, yang pelaksanaannya mungkin cukup sekali atau dua kali selama seperiode. Namun secara substansial, Baitul Arqam sebagai spirit berperkaderan haruslah terus diupayakan tanpa dibatasi hal-hal formal dan seremonial.
Apalagi dalam kenyataannya masih banyak yang perlu ditingkatkan kualitas pemahaman keagamaan dan kemuhammadiyahannya.
Di tingkat Pimpinan Cabang dan Ranting serta Amal Usaha misalnya, tidak sedikit yang gagap menghadapi gerakan kelompok lain yang secara intensif merongrong kader-kader Muhammadiyah, hingga tidak jarang terbawa arus pemikiran mereka.
Betapapun kader sering dimaknai sebagai anggota inti yang terlatih serta memiliki komitmen terhadap perjuangan dakwah amar makruf nahi munkar, orang-orang berkualitas yang terpilih dan berpengalaman dalam berorganisasi, yang diharapkan dapat berperan sebagai anak panah gerakan dan menjaga keberlangsungan regenerasi kepemimpinan.
Namun karena rekruitmen kader di Muhammadiyah sangatlah terbuka, siapa saja yang telah memenuhi persyaratan formal administratif, berpeluang dipilih menjadi pimpinan, tanpa melalui proses uji kepatutan dan kelayakan mengenai pengetahuan keagamaannya, maka proses perkaderan dalam pelbagai bentuknya tidak boleh berhenti.
Perkaderan tidak selalu berupa kegiatan pelatihan atau penataran dalam ruangan. Pelibatan kader dalam aneka kegiatan juga merupakan perkaderan yang efektif, termasuk kader ngintil.
Demikian luasnya proses perkaderan, sehingga dengan nada gurau sering saya sampaikan, “Membawakan tas ketua, pun merupakan bagian dari proses perkaderan”.
Dijelaskan dalam buku Sistem Perkaderan Muhammadiyah (SPM), perkaderan mencakup seluruh proses dan kegiatan kaderisasi yang dilaksanakan Persyarikatan, Majelis-Lembaga, Ortom, dan Amal Usaha.
Perkaderan Utama
Yakni kegiatan kaderisasi pokok yang dilaksanakan dalam bentuk pendidikan atau pelatihan untuk menyatukan visi dan pemahaman nilai ideologis serta sistem dan aksi gerakan. Dilaksanakan dengan standar kurikulum baku, dalam satuan waktu tertentu, yaitu Darul Arqam dan Baitul Arqam.
Darul Arqam, bertujuan untuk membentuk cara berpikir dan sikap kader dan pimpinan yang kritis, terbuka dan penuh komitmen terhadap Muhammadiyah. Diselenggarakan di tingkat Pimpinan Pusat dalam waktu selama seminggu; Di tingkat Wilayah selama lima hari.
Juga di lingkungan pimpinan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). Pesertanya, diprioritaskan untuk Pimpinan Persyarikatan, Unsur Pembantu Pimpinan, dan Pimpinan tertentu (top manager) Amal Usaha.
Sedangkan Baitul Arqam, merupakan modifikasi dan penyederhanaan dari Darul Arqam yang diselenggarakan untuk tingkat Pimpinan Daerah, Cabang dan Ranting, serta AUM.
Sasarannya mulai simpatisan, angggota, pimpinan, dan pimpinan (middle manager ke bawah) serta karyawan Amal Usaha.
Untuk tingkat Daerah; Cabang dan Ranting; pimpinan AUM (middle manager), dan karyawan, selama dua hari satu malam.
Perkaderan Fungsional
Yakni kegiatan kaderisasi yang dilaksanakan dalam bentuk pendidikan, pelatihan, kursus atau kajian intensif yang terstruktur.
Namun tidak ditetapkan standar kurikulumnya secara baku untuk mencukupi kebutuhan dan fungsi tertentu dari majelis atau lembaga.
Dilaksanakan sebagai pendukung perkaderan utama untuk pengembangan sumberdaya kader.
Kurikulumnya dapat dikembangkan secara fleksibel sesuai jenis pelatihan serta kebutuhan dan kreativitas masing-masing penyelenggara.
Termasuk dalam katagori perkaderan fungsional: Sekolah Kader, Pelatihan Instruktur, Dialog Ideopolitor (ideologi, politik, dan organisasi), Pelatihan Majelis-Lembaga, Pengajian Pimpinan, Pengajian Khusus, Pelatihan Tata Kelola Organisasi/Upgrading, Diklat Khusus, dan pelibatan dalam aneka kegiatan.
Menyadari, setiap daerah memiliki potensi sekaligus keterbatasan yang berbeda, maka penyelenggaraan perkaderan dapat diadaptasikan dengan kondisi lokal masing-masing.
Sehingga tidak ada alasan untuk tidak melakukan perkaderan, kecuali bagi mereka yang menginginkan Gerakan Islam Berkemajuan ini tenggelam dalam lumpur kejumudan. Penulis kolom: Nadjib Hamid, Wakil Ketua PWM Jatim