PWMU.CO – Anak panti bisa sukses dibuktikan oleh Umi Fauziah Yuniarsih. Kini dia merintis menjadi pengusaha konveksi. Membuka usaha Shina Konveksi bermula dari mesin jahit bekas.
Dia mengatakan, mendapatkan keterampilan menjahit saat tinggal di panti. Anak panti diajari beberapa keterampilan. Ketika keluar panti untuk menikah ternyata keterampilan itu besar manfaatnya untuk bisa hidup mandiri.
“Ketika ada teman menawarkan mesin jahit, langsung saya beli. Harganya murah lagi,” kata Umi Fauziah ditemui di tempat usahanya Jl. Imam Bonjol Dusun Tulusrejo Desa Tempeh Lor Kec. Tempeh Lumajang, Senin (3/2/2020).
Dari mesin jahit bekas itu, sambung dia, kini mempunyai empat mesin jahit dan empat karyawan. ”Saya memulai usaha dari modal tabungan. Merintis sedikit demi sedikit. Saya kulakan kain ke Lumajang dan Jember untuk memenuhi pesanan,” ujarnya. ”Alhamdulillah sekarang usaha bisa berkembang,” tambahnya.
Selain empat mesin jahit, juga ada satu mesin obras, satu mesin jahit kaos, tiga pasang mesin lubang kancing, dan satumesin potong satu kain. Empat karyawan itu tiga orang bertugas menjahit, satu pegawai bagian bagian obras dan pasang kancing.
Lazismu dan Keberkahan
Usaha konveksi itu dimulai tahun 2008. Sekarang usahanya berkembang membuat seragam sekolah, baju takwa, baju lebaran, kaos olahraga melayani pesanan sekolah-sekolah. Juga usaha sablon. Juga punya tempat usaha sendiri.
Usaha konveksi ini ditekuni bersama suaminya, Kuswantoro, yang juga sama-sama dibesarkan dan dididik di Panti Asuhan Muhammadiyah sejak kecil. Dulu suaminya bekerja di pabrik lalu keluar saat ditawari menjadi amil Lazismu Lumajang.
Dengan empat karyawan ini Umi Fauziah menciptakan suasana kerja yang baik dan produktif. Dia selalu berpesan kepada karyawannya di sela bekerja, jangan lupakan shalat dan berdoa untuk keselamatan dan keberkahan bersama.
”Bekerja jika mendapat keberkahan maka rezeki akan datang mengalir,” ujar Umi Fauziah. ”Saya merasakan betul ayat Alquran, siapa yang bertakwa kepada Allah maka akan terbuka rezeki dari jalan yang tak disangka-sangka. Lebih-lebih ketika suaminya jadi amil Lazismu,” tuturnya.
Dia bercerita, di awal usaha dulu pernah sepi hingga uang menipis. Suaminya waktu itu sudah keluar dari pabrik dan menjadi amil Lazismu. Tiba-tiba ada pesanan 300 baju sekolah nilai orderan Rp 22,5 juta. ”Sejak itu order terus lancar berdatangan,” ujarnya.
Kuswantoro menambahkan semenjak mengurus Lazismu keberkahan itu datang tak diduga-duga dan usahanya terus berkembang. Awalnya ditawari Ketua Lazismu Lumajang Drs Muari. “Mulanya saya ragu tapi Pak Muari memberi motivasi sehingga semangat saya muncul diajak mengurus Lazismu,” ucapnya.
Ayah dua anak itu setiap hari keliling menyosialisasikan Lazismu. Masuk sekolah, kantor, bank bahkan rumah sakit pemerintah untuk mengajak menjadi donatur berzakat dan berinfak ke Lazismu.
Penulis Said Romdhon Editor Sugeng Purwanto