Karir awal bapak dari Muktam Roya Azidan dan Senoshaumi Hably ini, dirintis kala menjadi karyawan honorer di UMM. Selanjutnya, ia diberi kesempatan mengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Sebelum diangkat sebagai Rektor, di “Kampus Putih” ini Muhadjir dipercaya sebagai Pembantu Rektor III bidang kemahasiswaan (1987-1995). Selanjutnya, di periode 1996-2000, Muhadjir juga pernah menjabat Pembantu Rektor I bidang akademik.
Selain itu, ia dipercaya juga mengajar di almamaternya IKIP Malang (sekarang Universitas Negeri Malang) pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan Luar Sekolah. Dan, juga pernah menjabat sebagai Sekretaris Pembantu Rektor III/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) IKIP Malang (1986-1990).
(Baca: Kisah Sukses Mahasiswa UMM Ubah Perkampungan Kumuh Jadi Rio de Janeiro-nya Indonesia)
Bila ditelisik, bapak yang tinggal di Jalan Pisang Kipas Kota Malang ini, seakan tak pernah puas dengan raihan prestasi diri. Apalagi, mungkin, punya anggapan: mumpung masih muda. Itulah sebabnya, ia terbilang aktif dalam beberapa aktivitas kampus.
Tercatat, kala masih mahasiswa, Muhadjir kerap aktif dalam dunia wartawan. Beberapa media yang pernah disinggahinya, yakni; Warta Mahasiswa, Dirjen Dikti (1978-1982); Majalah Semesta, Surabaya (1979-1980); Koran Mimbar Unibraw (1978-1980); Komunikasi, koran kampus IKIP Malang (1982). Lalu, Mingguan Mahasiswa Surabaya (1978-1980) dan media Bestari UMM mulai 1986. Bahkan,hingga sampai saat ini, Muhadjir masih aktif menulis artikel di berbagai media daerah maupun nasional.
Dalam dunia akademik, karir Muhadjir terus merangkak naik. Setelah lulus sarjana, dia melanjutkan sekolah di S2 dan S3. Gelar Magister Administrasi Publik (MAP) diraihnya di UGM Jogjakarta,1996. Lalu, 2008 silam, Muhadjir berhasil meraih gelar doktor bidang Sosiologi Militer di Program Doktor Universitas Airlangga, Surabaya.
(Baca: Drone Ciptaan Dosen UMM Ini Terinspirasi Surat Arrahman dan Mengenang H Bisri Ilyas, Saudagar Sukses Bermodal Kejujuran)
Puncaknya, pada 30 September 2014, Muhadjir resmi menyandang gelar Guru Besar Sosiologi Pendidikan Luar Sekolah (PLS) di Universitas Negeri Malang (UM). Sebab, dia memang dosen di UM yang mendapatkan tugas tambahan dari Kopertis Wilayah VII untuk mengabdi di UMM. Gelar akademik tertinggi yang disandang sekarang ini diraih dengan tidak mudah. Perjuangan untuk mendapatkannya sekitar enam tahun.
Atas prestasi dan dedikasi di UMM, pada 2000 lalu Muhadjir ditetapkan sebagai Rektor UMM. Dan, berkat rahmat Allah Swt dan partisipasi seluruh karyawan, dosen serta mahasiswa, Kopertis Wilayah VII menetapkan Anugerah Kampus Unggulan (AKU) sejak tahun 2008 hingga 2016 ini. Belum lagi sederetan prestasi UMM lainnya; 50 perguruan tinggi terbaik di Indonesia (versi Dikti), Ranking tujuh Perguruan Tinggi di Indonesia versi Globe Asia Magazine (2007), menjadi salah satu universitas dari 20 Promosing Universities versi Ditjen Dikti, 2008, masuk ke dalam rangking 20 besar universitas di Indonesia versi Webomatric (2010).
(Baca: Pertahankan Kampus Terunggul untuk Kali ke-9, UMM Fokus Hilirisasi Hasil Riset)
Prestasi UMM tiada pernah sepi. Berbagai penghargaan akademis dan nonakademis, seakan tak pernah berhenti. Kendati begitu, UMM berusaha untuk tak tinggi hati dan lupa diri. UMM terus melakukan evaluasi atas berbagai kekurangan dan berusaha mencari solusi terbaik. “Kita selalu tidak puas dengan pencapaian yang sifatnya prestasi internal,” tutur Muhadjir.
Gaya kepemimpinannya yang out of the box, melahirkan sejumlah karya besar. Di bawah kepemimpinanya, UMM maju pesat hingga menjadi trend kampus lain. UMM kini menjadi salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS) ternama di Indonesia. Bahkan, perkembangan PTS ini cukup pesat dalam 10 tahun terakhir. Kampus yang semula hanya memiliki 600 mahasiswa pada era tahun 1980-an ini kini telah dihuni oleh 30 ribuan mahasiswa.
(Baca: Guru Idola Mendikbud Prof Muhadjir Effendy Sewaktu SMA, Meninggal Dunia)
Perkembangan pesat kampus juga bisa dilihat dari bangunan fisiknya. Selain kampus yang berdiri kokoh, UMM semasa kepemimpinannya juga punya took buku, bengkel mobil, hotel, hingga Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Sebelum menanggalkan jabatan Rektor, Muhadjir juga meninggalkan 2 “warisan monumental, yaitu Rumah Sakit Pendidikan yang menggabungkan model pengobatan Timur dan Barat, serta berhasil mengakuisisi taman rekreasi kebanggaan Malang, Taman Sengkaling.
Semua capaian itu sudah tentu tidak lepas dari 4 sikap yang diyakini Muhadjir sebagai kunci sukses. Yaitu sabar, ikhlas, tawakkal, dan ajeg berdoa. (ari supariyanto/iqbal)