Kisah runtuhnya peradaban Islam di Andalusia, Spanyol, menarik untuk dikaji. Ada pengkhianatan. Juga cinta dunia yang menguasai. Bagaimana Indonesia?
PWMU.CO – Bulan Januari tahun 2020, genap 528 tahun peradaban Islam hilang dari Andalusia Spanyol.
Tepat tanggal 2 Januari 1492 Khalifah Islam terakhir di Andalusia secara resmi menyerahkan kunci Granada—benteng terakhir Islam di Andalusia. Kunci diserhkan kepada Ferdinand dan Isabela, penguasa Kerajaan Katholik dari Spanyol utara.
Bertahun-tahun kemudian, bahkan sampai hari ini, umat Islam menaruh dendam pada sosok Ferdinand dan Isabela.
Tapi sedikit umat Islam yang menyadari perihal aksi pengkhianatan Khalifah Islam terakhir di Andalusia Spanyol. Sehingga dengan mudahnya Ferdinand dan Isabela menerima kunci benteng Granada secara ‘damai’.
Sosok yang perlu dicatat dalam pengkhianatan Khalifah Islam terakhir di Andalusia yaitu Abu Abdillah Muhammad Ash Shagir keturunan Bani Nasr.
Abu Abdillah—atau yang sering disebut Boabdil dalam dialek Barat—digambarkan sebagai seorang yang tidak memahami Islam dengan baik. Khususnya tentang ukhuwah Islamiyyah dan jihad fi sabilillah.
Kecerobohannya menumpas thaifah-thaifah Islam yang ada di Andalusia dengan mengundang kekuatan Katholik dari utara, menjadi bumerang. Penyebab lenyapnya peradaban Islam di Andalusia Spanyol sejak dirintis Thariq bin Ziyad tahun 711.
Andalusia Tinggal Dongeng
Andalusia Spanyol di bawah naungan Islam pada masa kejayaannya sebagai jembatan peradaban modern Eropa, bahkan peradaban modern dunia.
Kini Andalusia ibarat negeri dongeng yang hanya ada dalam khayalan, bukan kenyataan. Hal ini tidak lepas dari pemusnahan atau inkuisisi terhadap umat Islam agar murtad atau meninggalkan tanah Andalusia.
Sebagian umat Islam yang memiliki sarana untuk pergi dari Andalusia menyeberang ke wilayah Afrika utara termasuk khalifah terakhir Boabdil dan keluarganya. Sebagian besar umat Islam yang tidak memiliki pilihan dipaksa murtad atau menjalani inkuisisi penyiksaan yang kejam.
Yang tidak kalah menyesakkan di hati umat Islam hingga hari ini adalah pembantaian buku-buku, naskah-naskah sastra, filsafat, ilmu pengetahuan dan teknologi berbahasa Arab karya cendekiawan Muslim Andalusia Spanyol. Itu yang menjadi awal kebodohan bahkan keterbelakangan.
Peran Cendekiawan Muslim Dikaburkan
Karya-karya ilmiah cendekiawan Muslim berbahasa Arab yang telah disalin ke bahasa Latin lalu diklaim sebagai buah karya bangsa Eropa tanpa peran umat Islam dan bangsa Arab.
Sedikit sekali orientalis Barat yang jujur mengakui peran cendekiawan Muslim sebagai penemu ilmu pengetahuan modern hasil dari akulturasi ilmu kuno Yunani dan Romawi dengan al-Quran.
Dari sedikit orientalis Barat yang dengan jujur mengakui masa gemilang cendekiawan Muslim dan peradaban Islam Andalusia yaitu Maria Rosa Menocal.
Menocal seorang peneliti dari Universitas Pennsylvania Amerika Serikat menuliskan hasil penelitiannya dengan judul “The Ornament of The World, How Muslim, Jews and Christians Created a Culture of Tolerance in Medieval Spain”.
Oleh penerbit Mizan karya tersebut dibawa ke Indonesia dan diterjemahkan dengan judul Surga di Andalusia ketika Islam, Yahudi dan Nasrani Hidup dalam Harmoni di Bawah Kepemimpinan Islam.
Menarik Wisatawan dengan Puing
Jika sekarang jejak Islam Andalusia ‘dibangkitkan’ kembali oleh pemerintah Spanyol untuk menarik wisatawan Muslim hampir tidak ada ghirahnya lagi.
Para turis Muslim disuguhi puing-puing bangunan megah bekas Istana Al Hambra, Janat Al Arif dan sarana fisik yang pada masanya justru menjadi awal fitnah dan musibah hubuddunya.
Cinta dunia yang berlebihan sehingga menimbulkan perselisihan, perang saudara, hilangnya semangat menuntut ilmu dan jihad fi sabilillah.
Fenomena membangkitkan kembali sejarah kejayaan Andalusia akhir-akhir ini lebih terkesan bentuk pembodohan bagi umat Islam jika hanya berorientasi pada kemegahan sarana prasarana fisik semata.
Kemegahan peradaban Islam di Andalusia Spanyol yang sesungguhnya tidak lain adalah semangat jihad generasi awal Thariq bin Ziyad, dilanjutkan semangat harmoni dalam kehidupan umat Islam, Yahudi, Nasrani. Dan paling penting peradaban ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat hingga sastra.
Pada masa kejayaan Andalusia umat Islam menjadi rujukan segala masalah bidang sosial, pemerintahan, sastra, teknologi hingga kedokteran bidang ilmu bedah.
Perpustakaan kekhalifahan di Cordoba menyimpan tidak kurang 400 ribu buku dari berbagai disiplin ilmu, menerangi peradaban dunia bersama perpustakaan Bayt Al Hikmah Bani Abbasiyah di Baghdad yang melegenda.
Kota Toledo di Andalusia sebagai pusat penerjemahan buku dan naskah dari berbagai disiplin ilmu serta berbagai bahasa.
Kini Hanya Dikenal sebagai Nama Klub Bola
Kini kejayaan itu telah sirna, jika menyebut nama Toledo, Sevilla, Granada sebagai kota-kota peradaban Islam Andalusia masa lalu. Tidak lebih dari sekadar nama tim sepakbola liga Spanyol yang kurang bermutu di bawah nama besar Real Madrid, Barcelona, atau Deportivo Lacoruna.
Ruhul jihad Thariq bin Ziyad, Musa bin Nushair, Abdurrahman bin Umayah, Al Murabitun sampai Al Muwahidun tinggal kenangan.
Ulama-ulama besar Andalusia Ibnu Hazm Al-Andalus—ahli tafsir, hadits, fikih—dan Abu Al Walid Al Baji, kurang dikenal di kalangan umat Islam.
Ibnu Rusyd lebih dikenal sebagai Averous oleh dunia Barat sebagai maha guru filsafat. Abu Al Qasim Az Zahrawi sebagai dokter bedah pertama di dunia dari Andalusia tidak banyak diketahui umat Islam.
Dalam dunia penerbangan, nama Wilbur dan Oliver Wright dari Amerika Serikat lebih dikenal daripada Abbas Firnas ilmuwan Andalusia yang pertama kali melakukan percobaan penerbangan.
Dunia penerbangan saat ini telah berusaha merevisi dan mengakui peran Abbas Firnas sebagai tokoh penerbangan pertama di dunia.
Ibrah Runtuhnya Islam Andalusia
Banyak ibrah yang bisa dipetik dari peradaban Islam di Andalusia yang menyinari Eropa dan Dunia selama 781 tahun.
Jihad pedang, jihad perabadan, jihad ilmu pengetahuan di puncak kejayaan hingga pengkhianatan dan kecerobohan pemegang kekuasaan periode terakhir yang menghancurkan seluruh peradaban yang ada.
Peradaban Islam Andalusia hingga saat ini diyakini sebagai peradaban modern terbesar, terlama dan terbaik yang pernah ada di muka bumi. Kita semua merindukan kembalinya peradaban agung Islam Andalusia di muka bumi.
Syarat mewujudkan peradaban modern yang luhur sebagaimana Andalusia telah tertulis jelas dalam sejarahnya. Hanya periode akhir Andalusia berupa racun hubbudunya yang perlu dihindari sungguh-sungguh.
Kisah runtuhnya peradaban Islam di Andalusia jadi pelajaran berharga. Akankah Indonesia menjadi the next Andalusia? Semua tergantung umat Islam di Indonesia dalam mewujudkan umat berkemajuan berbasis dakwah, ukhuwah, dan semangat jihad pengembangkan ilmu pengetahuan.
Wallahualam bi ash shawab. (*)
Penulis Prima Mari Kristanto. Editor Mohammad Nurfatoni.