PWMU.CO – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Prof Muhadjir Effendy, yang dilantik kemarin lusa (27/7), tidak bisa dilepaskan dari perjalanan Muhammadiyah Jawa Timur. Selain sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) 2000-2016, Muhadjir juga tercatat sebagai salah satu Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim 3 periode, 2000-2005, 2005-2010, dan 2010-2015. Berikut adalah catatan Wakil Ketua PWM Jatim, Nadjib Hamid MSi, tentang sosok kelahiran Madiun ini. Selamat membaca!
(Baca: 4 Filosofi Hidup yang Antarkan Prof Muhadjir Effendy ke Gerbang Kesuksesan)
Tahun 1996 menjadi penanda intensitas hubungan saya dengan Pak Muhadjir Effendy. Ketika itu saya dipercaya sebagai Sekretaris Badan Pendidikan Kader (BPK) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur Periode 1995-2000, dan beliau menjadi ketuanya. Hubungan struktural itu terus berlanjut hingga tiga periode kepemimpinan PWM Jatim berikutnya, dengan posisi yang kurang lebih sama. Ketika beliau terpilih sebagai Wakil Ketua PWM Jatim periode 2000-2005, saya menjadi Wakil Sekretaris. Pada periode 2005-2015, beliau wakil ketua, saya sekretarisnya.
Dari hubungan struktural itu, kendati tidak setiap hari ketemu secara fisik, saya memperoleh banyak pelajaran berharga darinya, bukan hanya mengenai managemen keorganisasian, tapi juga sisi-sisi kemanusiaan yang tak terduga.
(Baca juga: Aktivis Fatayat Jadi Qori di Musyda Muhammadiyah dan Sebelum Jadi Mendikbud, Prof Muhadjir Effendy Pernah Jadi Notulis di Istana)
Mantan Rektor UMM (Universitas Muhammadiyah Malang) ini oleh sebagian aktivis dikenal angker, cuek dan menjaga jarak. Tapi bagi yang sudah mengenalnya lebih dekat, akan punya kesimpulan sebaliknya. Setidaknya itulah yang saya rasakan selama hampir duapuluh tahun berinteraksi dengannya. Kisah berikut ini hanyalah sepenggal dari pengalaman yang pernah saya alami dan rasakan.
Pengalaman pertama, yang tak terlupakan, saat BPK menggelar perkaderan di Kota Probolinggo. Ketika itu, istri dan anak pertama yang baru berusia setahun turut serta. Oleh beliau, anak saya dibelai penuh kasih sayang, dan diberi sejumlah uang.
(Baca juga: Inilah Perjalanan Karier Mendikbud yang Baru, Prof Muhadjir Effendy dan Prof Muhadjir jadi Mendikbud: Doa Jamaah Kajian Ramadan 1437 H yang Terkabul)
Mungkin bagi beliau, jumlahnya tidak seberapa, tapi bagi kami itu perhatian luar biasa dan sangat bermakna. Karena selain tidak banyak pemimpin punya perhatian serupa, waktu itu kami belum genap tiga tahun berumah tangga, dengan kondisi ekonomi yang belum tertata. Oleh istri saya, uang tersebut langsung dibelikan baju dan celana untuk sang anak, di pasar Probolinggo yang tidak jauh dari tempat acara.
Pengalaman kedua, ketika mendorong saya untuk melanjutkan kuliah. Semula saya memang termasuk orang yang menganggap kuliah tidak begitu penting, lantaran tidak punya biaya. Tapi pria kelahiran Madiun tersebut meyakinkan kegunaan studi lanjut itu, bahkan membantu sebagian dana. Bahkan usai pelantikan PWM Jatim di Dome UMM (21/12/2015), pun masih menanyakan tentang nasib S-3 saya di UINSA yang belum rampung.
(Baca juga: Mendikbud Prof Muhadjir, Ternyata Juga Penggemar Rhoma Irama dan Mantan Rektor UMM Tersukses Ini Berbagi 5 Jurus Membesarkan Perguruan Tinggi)
Pengalaman lainnya, terjadi setiap kali beliau dijadwal mengisi acara perkaderan atau pengajian. Dengan berbagai alasan, ayah tiga anak tersebut kerap tidak datang, dan mendadak meminta saya untuk menggantikan. Semula saya kikuk karena khawatir yang punya acara dikecewakan. Tapi lama-kelamaan baru saya sadari bahwa hal itu mungkin bagian dari caranya melakukan perkaderan. Sehingga setiap beliau dijadwalkan oleh daerah sebagai pemateri, saya selalu menyiapkan diri sebagai pengganti. Baca sambungan di hal 2 …