PWMU.CO – Corp Mubalighat Aisyiyah wilayah kerja Babat, Sugio, Kedungpring (Basuke) mengadakan pelatihan Retorika Dakwah di Pendapa Waduk Gondang, Sugio, Lamongan, Ahad (9 /2/2020). Pelatihan dihadiri 165 kader mubalighat Aisyiyah mengambil tema merangkai kalimat agar di hati umat.
Wakil Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah Lamongan Diyana Mufidati SAg yang membidangi Majelis Kader dan Lembaga Seni dan Budaya menjadi narasumber.
Dia mengajak para muballighat menggembirakan hati umat berpijak firman Allah dalam surat Fussilat ayat 4. “Yang membawa berita gembira dan peringatan , tetapi kebanyakan mereka berpaling darinya serta tidak mendengarkan.”
Dia menjelaskan, pada ayat tersebut ada tugas para Corp Mubalighat Aisyiyah. Pertama, memberi kabar gembira, dapat diartikan ketika kita menyampaikan pesan hendaknya dengan kalimat yang indah dan menyenangkan, agar mereka tetap semangat mendengarkan ceramah kita.
”Kedua, tugas kita adalah memberi peringatan, atau ancaman pada orang kafir. Jika kita menyampaikan sesuatu kemudian ada yang tidak bersahabat, maka hendaknya kira tetap sabar,” tambah Diyana yang juga bendahara alumni pesantren Muhammadiyah Babat.
Bahasa Dakwah yang Mudah Dipahami
Dia menyarankan agar mubalighat Aisyiyah dalam berdakwah menggunakan bahasa yang mudah dipahami umat, seperti disebutkan al-Quran surat Ibrahim ayat 4. “Kami tidak mengutus seorang Rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya.”
”Jadi jangan sampai kita menyampaikan dakwah dengan bahasa yang tidak dimengerti umat, sebab apa yang kita sampaikan akan sia-sia,” jelas Diyana yang juga kepala TK ABA Songowareng Bluluk.
Dia mengatakan, biasanya ada mubalighat menyampaikan dongeng yang melegenda. ”Contoh Malin Kundang, terus hikmah apa yang dapat diambil dari dongeng itu ibu-ibu?” tanya Diyana.
Para peserta diam, tidak ada yang menjawab. Dia bertanya, ibu-ibu berpihak pada Malin Kundang atau ibunya? Kebanyakan mereka berpihak pada ibunya Malin kundang. ”Istighfar, Buuuu. Masak ibu tega mengutuk anak jadi batu,” katanya.
Daripada cerita Malin Kundang, sambung dia, paling pas jadikan kisah kehidupan keluarga Nabi Ibrahim yang kukuh iman mereka, karena meletakkan fondasi tauhid dan mengedepankan perintah Allah mengesampingkan ego diri.
Di sesi tanya jawab, Dewi peserta dari Kedungpring dengan antusias menyampaikan kendala di tengah umat termasuk di antaranya masih canggung bila menghadapi audiens yang lebih senior, kurang percaya diri, kurang ilmu. (*)
Penulis Hilman Sueb Editor Sugeng Purwanto