PWMU.CO – Ismubaristik jadi unggulan di SD Muhammadiyah 7 (Mutu) Antapani, Bandung. SD Muhammadiyah Manyar (SDMM) tertarik dan mengunjunginya, Kamis (6/2/20).
Setelah sukses dengan konsep Ismubaristik, kini Kepala SD Mutu Antapani Iwan Kurniawan MAg mengaku sedang menyusun kurikulum keberlanjutan SD-SMP bidang studi Kemuhammadiyahan. Sebagai pengelola pendidikan Muhammadiyah, Iwan Kurniawan tak rela lulusan kelas VI diserahkan ke sekolah lanjutan umum.
Diceritakan, saat ia berkunjung ke salah satu SD Muhammadiyah di Yogyakarta, terpampang passing grade sekolah favorit di sana. Ia tercengang karena semuanya sekolah negeri.
Hal serupa ditemukannya saat berkunjung ke SD Muhammadiyah lain di Yogyakarta. Ternyata jumlah lulusan SD Muhammadiyah yang melanjutkan ke SMP Muhammadiyah sangat minim sekali.
“Lantas di mana tanggung jawab kita dalam membentuk kader yang kuat, kalau di SD justru lebih bangga diserahkan pada SMP umum. Itu pertanyaan saya ke (Majelis) Dikdasmen dan PDM pada saat itu,” tegasnya.
Hal tersebut membuat Iwan Kurniawan yakin ingin menggabungkan SD Muhammadiyah 7 dan SMP Muhammadiyah 8 Antapani Bandung. Kedua sekolah itu memang sudah berada dalam satu area, namun sebelumnya masih berjalan sendiri-sendiri.
Iwan Kurniawan berharap, kedua sekolah ini merupakan sebuah kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. “Dari SD ke SMP nanti berkelanjutan kurikulumnya. Kurikulum Kemuhammadiyahannya jangan sampai diulang-ulangi itu-itu juga,” ujarnya bersemangat.
Ismubaristik Jadi Unggulan
Ia mengaku pernah mengadakan penelitian sederhana kepada siswa. Penelitian itu tentang pelajaran yang tidak disenangi. “Kaget saya. Jawabannya Kemuhammadiyahan,” kata dia.
Alasan yang pertama, lanjutnya, guru Kemhammadiyahan yang kurang menguasai. “Karena kami di Bandung masih kekurangan dai-dai. Siapa yang dapat menjamin guru Kemuhammadiyahan itu,” ujarnya.
Kedua, sebagian besar siswa mengaku jenuh dengan materi yang itu-itu saja. Akhirnya, Iwan Kurniawan ingin menghadirkan guru Kemuhammadiyahan itu sejumlah kelas, yaitu 36 orong. Ia menamakan mereka sebagai guru Ismubaristik (Al Islam, Kemuhammadiyahan, Bahasa Arab, Bahasan Inggris, dan TIK). “Jadi kami punya 36 guru Ismubaristik tanpa sertifikasi karena tidak masuk Dapodik,” ungkapnya.
Guru Ismubaristik tersebut, lanjutnya, mempunyai tugas bukan hanya mengajar, tetapi membudayakan, membiasakan, mengimplementasikan, dan menginternalisasikan nilai-nilai agama sesuai dengan tuntunan tarjih Muhammadiyah. “Yakinkan anak nyaman beribadah sesuai tuntunan tarjih Muhammadiyah. Itu aja,” jelasnya.
Selain itu, kata Iwan Kurniawan, guru Ismubaristik mempunyai kemampuan bahasa Arab dan Inggris. Hal itu karena ia ingin guru Kemuhammadiyahan yang tadinya direndahkan, sekarang harus ditinggikan. “Yang dulu disepelakan, sekarang jadi utama,” harapnya.
Bagi Iwan Kurniawan, sebagai sekolah Muhammadiyah, kalau Kemuhammadiyahan dan Ismubanya tidak menjadi utama, lalu apa ciri Muhammadiyahnya. “Makanya saya berani ajukan ke PDM dan (Majelis) Dikdasmen untuk disetujui 36 guru Ismubaristik. Dan saya buatkan kurikulumnya, silabusnya, programnya,” ujarnya menegaskan.
Guru Ismubaristik Tak Hanya di Kelas
Ia bersyukur sampai saat ini guru Ismubaristik bukan hanya mengajar di kelas, tapi menjadi corong dakwah Muhammadiyah. Mereka juga sebagai tim perawatan jenazah dengan tata cara Muhammadiyah. “Dan itu free tidak dipungut bayaran. Sudah kami siapkan semua mulai dari kain kafan bahkan tendanya,” ungkapnya.
Iwan Kurniawan juga membentuk Disaster Awarness Education Center (DAEC). Guru Ismubaristik juga menjadi relawannya. Karena itu, lanjutnya, SD Mutu Antapani bekerja sama dengan kapolsek, polrestabes, dan dinas perhubungan. “Jadi terbuka peluang,” ujarnya.
Ia menambahkan, guru Ismubaristik juga menangani pemilahan sampah di sekolah. Setiap Jumat, ada “Tabungan Sabar (Sampah Barakah)”. Dari sampah, kata Iwan Kurniawan, SD Mutu Antapani banyak melakukan kebermanfaatan. “Program ini sebagai implementasi karakter, rasa peduli, empati, dan pantang menyerah,” jelasnya.
Iwan Kurniawan menugaskan guru Ismubaristik di setiap kelas, sehingga ada 2 guru tiap kelas. Satu sebagai guru kelas, satu guru Ismubaristik. “Alhamdulillah dengan sistem ini semakin terawasi anak-anak. Perubahannya sangat signifikan,” ungkapnya.
Ia menambahkan, guru Ismubaristik yang perempuan mengawal materi keputrian. Materinya fikih kewanitaan. Untuk yang laki-laki, kata Iwan Kurniawan, mendampingi anak-anak putra khususnya ketika shalat Jumat. “Anak diminta membuat resume setelah mendengarkan khutbah,” tambahnya.
Dengan adanya guru Ismubaristik ini, lanjutnya, setidaknya kita bisa melihat perubahan sikap dan prestasi siswa. Selain itu, Iwan Kurniawan yakin orangtua semakin percaya menitipkan anaknya di sini karena sudah punya konsep yang jelas. “Yang kita jaga adalah bagaimana nilai-nilai keagamaan dan Kemuhammadiyahan tetap terbangun, yang ini berimbas pda prestasi,” tuturnya.
Filosofi Angsa
Dalam diskusi bersama rombongan dari SDMM, Iwan Kurniawan berbagi kiatnya memimpin sekolah. Menurutnya, menyamakan visi dan misi antarsemua warga sekolah sangat penting. “Saya khawatir kalau tidak bersama-sama akan sulit sampai ke tujuan,” ujarnya.
Ia mengatakan, angsa itu kalau terbang membentuk huruf V, artinya victory (kemenangan/kejayaan). Ia melanjutkan, kalau angsa terbang dan ada yang sudah tidak kuat, maka akan mundur ke belakang bawah, lalu diapit oleh dua temannya. “Jadi huruf V lagi kecil,” ujarnya.
Iwan Kurniawan mengaku agak malu, kalau kepemimpinan di sekolah itu tidak seperti angsa. Baginya, Allah memberikan perumpamaan itu untuk kita, agar bisa sampai pada tujuan dengan baik.
Ia juga menyampaikan hal itu di awal kepemimpinannya bersama para wakil kepala sekolah (waka). “Saya khawatir waka itu juga tidak sepaham atau tidak setujuan,” ujarnya.
Analogi Pesawat Terbang
Amanah empat tahun yang diterimanya sebagai kepala sekolah, ia analogikan dengan pesawat terbang. Tahun pertama, kata dia, merupakan persiapan take off.
Ia menjelaskan, biasanya di pesawat ada pengumuman tentang aturan-aturan. Pilot mengatakan kita akan terbang 30.000 di atas permukaaan laut, dengan kecepatan sekian knot, dan jarak tempuh sekian jam. Kita akan sampai pukul sekian waktu setempat.
Lalu yang disampaikan oleh pramugari, kata Iwan Kurniawan, adalah bagaimana kalau terjadi hal-hal yng tidak diinginkan. Di sini ada dua buah pintu darurat, bagaimana jika ada turbulensi, dan sebagainya. “Lalu semua duduk rapi. Sandaran ditegakkan. Sabuk dikencangkan. HP dimatikan,” ujarnya.
Iwan Kurniawan memahami itu, pada tahun pertama bagi kepala sekolah adalah membangun dan membuat sistem dan aturan. “Kalau sudah sistemnya bagus, tahun kedua baru take off,” ujarnya.
Biasanya, kata dia, tahun kedua ini banyak yang gagal, karena mesinnya tidak berfungsi dengan baik. Hal ini karena persiapan di tahun pertamanya kurang.
Saat take off, lanjutnya, semua kru dan penumpang harus siap. Karena pesawat ini akan diangkat ke atas, tenaga dan mesinnya harus kuat. Kalau tidak, akan jatuh.
Tahun ketiga, fly (terbang). Biasanya, kata dia, saat fly ini sabuk boleh dibuka. Kadangkala makanan pun datang.
Iwan Kurniawan mengatakan, seharusnya di tahun ketiga ini kepala sekolah sudah mencapai apa yang diinginkan. “Siswanya, gurunya, bahkan kepala sekolahnya pun mencapai prestasi,” ujarnya.
Tahun keempat, landing (mendarat). Menurutnya, tahun keempat ini agak rumit. Dijelaskan, menurut para ahli, pesawat itu ada critical limit, yaitu 3 menit saat take off dan 5 menit saat landing.
Bagi Iwan Kurniawan, landing itu rumit karena saat itu suksesi sudah mulai dihembuskan. Boleh jadi banyak yang gagal landing. Kalau pilotnya sudah kecewa, kata dia, maka pesawatnya ditabrakkan, akhirnya hancur semua. “Jadi harus aman landing itu. Maka suksesi itu harus nyaman,” tuturnya.
Hambatan Selama Proses Memimpin
Terkadang ada turbulensi saat terbang. Biasanya, akan ada pengumuman, untuk penumpang harus duduk rapi karena cuaca sedang tidak baik. Nah di sini, Iwan Kurniawan menyarankan kepala sekolah harus respect kuat. “Kalau ada gangguan, ya jangan dibiarkan. Kencangkan ikat pinggang dan jangan lupa berdoa,” ujarnya.
Ia menambahkan, jika jarak pandang pendek, biasanya pilot menghubungi menara untuk meminta bimbingan. “Kepala sekolah juga gitu, hubungi Majelis Dikdasmen, minta nasihat. Akhirnya selamat,” tuturnya.
Nah jika sinyalnya hilang karena turbulensi, misalnya, maka pilot harus mengambil sikap. Iwan Kurniawan mengatakan, nanti ketika sudah selamat, harus melapor ke Majelis Dikdasmen. “Nah yang sering terjadi komunikasi antara kepala sekolah dengan Dikdasmen dan PDM terputus,” ungkapnya. (*)
Penulis Ria Pusvita Sari. Editor Mohammad Nurfatoni.