PWMU.CO – Khutbah Jumat: Fitnah Akhir Zaman Berebut Jabatan, naskah ini ditulis oleh Azzam Dzikrullah. Kali pertama dipublikasikan oleh Majalah Matan.
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي أَصْلَحَ الضَمَائِرَ، وَنَقَّى السَرَائِرَ، فَهَدَى الْقَلْبَ الحَائِرَ إِلَى طَرِيْقِ أَوْلَي البَصَائِرَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيُكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Suatu ketika, Abu Dzar al-Ghifari datang kepada Rasulullah SAW, dengan niat ingin memberi kontribusi yang lebih besar kepada umat. Beliau memohon kepada Nabi SAW agar dilantik menjadi pejabat.
Sambil menepuk pundak Abu Dzar, Nabi SAW berkata, “Wahai Abu Dzar, engkau seorang yang lemah, sementara kepemimpinan itu adalah amanat. Pada hari kiamat nanti, ia akan menjadi kehinaan dan penyesalan kecuali orang yang mengambil dengan haknya dan menunaikan apa yang seharusnya ia tunaikan dalam kepemimpinan tersebut.” (HR Muslim)
Di lain kesempatan, nasihat yang hampir sama juga Rasulullah SAW sampaikan kepada Abdurrahman bin Samurah.
يَا عَبْدَ الرَّحْمنِ بن سَمُرَةَ لاَ تَسْألِ الإِمَارَةَ فَإِنَّكَ إِنْ أُعْطِيْتَها عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا وَ إِنْ أُعْطِيْتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْها
“Wahai Abdurrahman bin Samurah! Janganlah kamu meminta untuk menjadi pemimpin. Sesungguhnya jika kepemimpinan diberikan kepadamu karena diminta, maka kamu akan memikul tanggung jawab sendirian, dan jika kepemimpinan itu diberikan kepadamu bukan karena diminta, maka kamu akan dibantu untuk menanggungnya.” (HR Bukhari-Muslim)
Khutbah Jumat: Larangan Meminta Jabatan
Masih dalam makna yang sama, sahabat Abu Musa al-Asy’ari meriwayatkan: Suatu ketika aku dan dua orang dari kaumku datang menghadap Nabi SAW. Salah seorang di antara mereka berkata, “Ya Rasulullah angkatlah kami sebagai pejabatmu!” Satu orang lagi juga mengatakan perkataan yang sama. Lalu Rasulullah SAW bersabda:
لَنْ أَوْ لاَ نَسْتَعْمِلُ عَلَى عَمَلِنَا مَنْ أَرَادَهُ
“Kami tidak akan memberikan jabatan pemerintahan ini kepada orang yang meminta dan berambisi untuk mendapatkannya,” (HR Bukhari-Muslim)
Demikianlah anjuran Rasulullah SAW kepada para sahabatnya ketika mereka tergiur dengan jabatan. Beliau menjaga agama sahabatnya agar terhindar dari fitnah kedudukan.
Sebab, dalam Islam menjadi pemimpin bukanlah perkara yang ringan. Tanggung jawabnya berat. Tidak hanya dituntut untuk mengatur kesejahteraan rakyat semata, tapi lebih daripada itu, seorang pemimpin juga harus memastikan tegaknya syariat Allah SAWT dalam aturan hidup rakyatnya.
Sebagaimana yang ditegaskan oleh para ulama bahwa secara umum ada dua tugas utama seorang pemimpin, yaitu: menjaga agama dan mengatur urusan dunia dengan aturan agama.
Karena itu, tanggungj awab seorang pemimpin terhadap rakyatnya cukuplah besar. Tak heran bila kemudian kita sering mendapati para salafus shaleh yang selalu menolak tawaran jabatan. Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang rela disiksa demi mempertahankan prinsipnya tersebut.
Khutbah Jumat: Tanggung Jawab Pemimpin
Semua itu tidak lain karena mereka paham konsekuensi yang harus ditanggung ketika menjadi seorang pemimpin. Terutama ketika dimintai pertanggungjawaban oleh Allah kelak di akhirat. Kesadaran semacam ini cukup mempengaruhi jiwa mereka.
Maka kita bisa melihat bagaimana ketika Umar bin Khatab diangkat menjadi khalifah. Beliau pernah berujar, “Seandainya seekor keledai terperosok di Kota Baghdad niscaya Umar akan dimintai pertanggungjawabannya kelak, seraya akan ditanya, “Mengapa tidak kau ratakan jalan untuknya?’.”
Demikianlah tanggung jawab seorang pemimpin di mata umat Islam. Tak ada kenikmatan yang bisa dirasakannya kecuali ketika ia mampu berbuat adil. Bila keadilan itu hilang maka ancaman neraka pun menantinya. Keterngan ini dijelaskan langsung oleh Rasulullah SAW dengan sabdanya:
إِنْ شِئْتُمْ أَنْبَأْتُكُمْ عَنِ الإِمَارَةِ وَمَا هِيَ؟ أَوَّلُهَا مَلامَةٌ، وَثَانِيهَا نَدَامَةٌ، وثَالِثُهَا عَذَابٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلا مَنْ عَدَلَ
“Jika kalian mau, aku akan memberitahu kalian tentang kepemimpinan (alimârah), apakah itu? Awalnya adalah celaan. Yang kedua adalah penyesalan. Yang ketiga adalah azab pada Hari Kiamat kecuali orang yang berlaku adil.” (HR Al-Bazar dan Ath-Thabrani)
Khutbah Jumat: Akhir Zaman Fitnah Jabatan
Namun apa yang terjadi di akhir zaman ini seolah meruntuhkan wejangan itu semua. Jabatan tidak lagi dihindari. Justru ia menjadi ajang rebutan banyak orang. Cukup menggiurkan.
Seolah-olah dengan menjadi seorang pemimpin segala hal bisa ia lakukan. Semua tuntutan hawa nafsunya mampu diwujudkan. Kemewahan, kepopuleran, status sosial yang tinggi, penghormatan dari orang lain bisa dengan mudah dia peroleh. Tidak mengherankan bila kemudian segala cara rela mereka tempuh demi mewujudkan ambisi tersebut.
Halal haram tidak lagi diperhatikan. Norma sosial apalagi. Yang penting ambisinya tercapai. Karena itu, Rasulullah SAW menggambarkan kerakusan terhadap jabatan melebihi dua ekor serigala yang kelaparan lalu dilepas di tengah segerombolan kambing.
Beliau bersabda, “Tidaklah dua ekor serigala yang lapar dilepas di tengah gerombolan kambing lebih merusak daripada merusaknya seseorang terhadap agamanya karena ambisinya untuk mendapatkan harta dan kedudukan yang tinggi” (HR Tirmidzi).
Namun fitnah seperti ini memang sudah menjadi bagian dari nubuwat Nabi SAW sepeninngal beliau. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa nabi SAW bersabda:
إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى الْإِمَارَةِ، وَسَتَصِيرُ نَدَامَةً وَحَسْرَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Sesungguhnya kalian akan berambisi akan jabatan kepempimpinan. Padahal kelak di hari kiamat ia akan menjadi penyesalan.” (HR Bukhari)
Maka Rasulullah SAW menasihati—terutama bagi yang tidak mampu—agar tidak meminta-minta diangkat menjadi pejabat.
“Janganlah kamu meminta untuk menjadi pemimpin. Sesungguhnya jika kepemimpinan diberikan kepadamu karena diminta, maka kamu akan memikul tanggung jawab sendirian, dan jika kepemimpinan itu diberikan kepadamu bukan karena diminta, maka kamu akan dibantu untuk menanggungnya.” (HR Bukhari-Muslim)
اَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Editor Mohamamd Nurfatoni.