PWMU.CO – Lestarikan batik, SMP Musasi menggelar Outdoor Learning Activity (OLA), Rabu (12/2/20). Kegiatan ini menghadirkan enam orang dari komunitas Kampung Batik Jetis, Sidoarjo.
Diikuti siswa kelas VII H sampai VII J, OLA dimulai pukul 08.10 hingga 15.15 WIB.
Kepala SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo (SMP Musasi) Drs Aunur Rofiq MSi mengatakan, OLA membatik untuk memupuk kreativitas siswa. Menurutnya, kreatif adalah salah satu dari kompetensi abad 21 yang harus dikuasai siswa. “Selain itu, mereka juga dilatih komunikasi, kerja sama, dan berpikir kritis,” jelasnya.
Aunur Rofiq menambahkan, batik merupakan budaya lokal Indonesia yang wajib dilestarikan. Untuk mengembangkan seni budaya Indonesia tersebut, lanjutnya, ada banyak sekali cara, salah satunya melalui lembaga pendidikan.
Ia berharap akan tumbuh kreativitas pada diri siswa dan bisa bekerja sama dan komunikasi dengan baik. “Semoga juga bisa mempresentasikan hasil karya mereka dalam bentuk pameran di Musasi Exhibition nanti,” ungkapnya.
Apresiasi untuk Siswa SMP Musasi
Sindi, salah satu anggota Kampung Batik Jetis yang turut membimbing siswa SMP Musasi menjelaskan persiapan serta tahapan yang harus dilakukan saat membatik. “Pertama, yang harus disiapkan adalah desain. Kemudian, desain dipindahkan ke kain, dicanting, setelah itu baru diwarnai,” tuturnya.
Ia mengaku terkesan saat mengajar membatik di SMP Musasi. “Saya dan semua yang ada di sini sama-sama mendapat pengalaman baru dan semakin bisa berkarya,” ujarnya senang.
Sementara itu, Sinta, anggota Kampung Batik Jetis yang lain, mengaku baru satu setengah tahun mengikuti komunitas ini. “Siswa-siswi SMP Musasi sangat telaten saat membatik, walau tidak bisa, masih tetap ada usaha untuk bisa,” ungkapnya mengapresiasi.
Ia berharap anak-anak semakin telaten membatik dan tidak malas-malasan. “Semoga makin mencintai budaya Indonesia,” ujarnya.
Frisca Nurul Anggraini, salah satu siswi kelas VII J, sangat terkesan dengan acara lestarikan batik ini. Menurutnya, kegiatan ini sangat menyenangkan.
Ia mengaku mendapat banyak pengalaman dan ilmu baru dari membatik. “Walau kesulitan di awal, sering ketumpahan lilin, tapi saya tetap berusaha untuk bisa,” ujarnya. (*)
Penulis Sekarayu Faradi Susilo. Co-Editor Ria Pusvita Sari. Editor Mohammad Nurfatoni.