PWMU.CO – Merdeka belajar momentum bagi sekolah Muhammadiyah untuk mengembangkan kekhasan pendidikan Muhammadiyah. Demikian dikatakan Kepala BSNP Abdul Mu’ti.
Kepala Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BSNP) Abdul Mu’ti mengatakan, Muhammadiyah sebagai organisasi yang sudah lama menggeluti bidang pendidikan, harus mampu beradaptasi dengan setiap perubahan kurikulum.
Hal itu, dia sampaikan saat memberikan materi dalam acara Bincang Pendidikan Nasional di Kantor PWM Jatim Jalan Kertomenanggal IV Surabaya, Kamis (13/2/2020).
Abdul Mu’ti meminta sekolah Muhammadiyah harus punya inovasi dan kreativitas. Tidak perlu terlalu kaku dengan regulasi yang ada.
“Apalagi, sekarang regulasi lebih longgar. Menteri Pendidikan (dan Kebudayaan) lebih menempatkan diri sebagai fasilitator pendidikan dari pada regulator pendidikan. Jadi ini bisa menjadi kesempatan kita untuk mengembangkan kekhasan pendidikan Muhammadiyah,” ujar dia.
Wajib Belajar Mulai Nol Besar
Selain itu, pemerintah juga akan mewajibkan pendidikan dasar pra sekolah satu tahun sebelum ke jenjang sekolah dasar. Sedangkan, sebelum itu tidak diwajibkan.
“Di TK kan biasanya punya nol besar dan nol kecil. Nah yang nol besar itu yang akan diwajibkan. Itu untuk persiapan sekolah dasar. Yang nol kecil tidak diwajibkan. Tapi kalau mau mengadakan, ya tidak masalah,” tuturnya.
“Nah ini menjadi kesempatan untuk kita. Khususnya Aisyiyah. Karena selama ini sudah pengalaman di bidang tersebut. Mudah-mudahan ini bisa menjadi peluang,” sambungnya.
Dia kemudian menginformasikan, UN tahun ini adalah yang terakhir. Tahun berikutnya, akan diganti dengan uji kompetensi dan karakter. Ada tiga yang diujikan, yakni numerasi, literasi, dan survei karakter.
“Selama ini ujian nasional dikritik nggak ada manfaatnya untuk peserta didik. Misalnya, matematika nilai 4. Yowes, nggak ada feedback-nya,” katanya.
Dia menjelaskan, uji kompetensi tak berbasis mata pelajaran. Misalnya numerasi, itu logika matematika. “Sedangkan literasi, itu berbasis membaca dan menulis,” tutur dia.
Dalam kebijakan merdeka belajar, lanjut dia, guru mendapat kebebasan dalam mengajar. Guru dipersilakan menuangkan kreativitasnya. “Karena itu mau ngajar apa terserah. Tidak ada nilai ketuntasan minimal. Mereka merdeka mengembangkan kreasi,” kata dia.
Berikutnya, dalam kebijakan merdeka belajar, banyak materi dikurangi. Jadi materinya sangat esensial. Tidak terlalu banyak. Sehingga siswa bisa lebih mudah dalam memahami materi.
“Di Indonesia, pelajaran-pelajarannya itu terlalu berat. Matematika misalnya. Matematika Indonesia tingginya luar biasa. Matematika SD itu setingkat dengan matematika SMA di luar negeri,” ujarnya.
Merdeka belajar momentum bagi sekolah Muhammadiyah. Semoga! (*)
Penulis Miftahul Ilmi. Editor Mohammad Nurfatoni.