Faksi-Faksi Salafi
Gerakan Salafi di Indonesia umumnya bercorak Salafi Yamani dengan ma’had dan lembaga yang dirintisnya. Salafi Yamani tegas terhadap kelompok Islam yang dianggap menyimpang dari manhaj salaf dengan mengambil parameter fatwa Syaikh Rabi’ al-Madkhali dan Muqbil al-Wadi’i. Mereka misalkan menyebut Yusuf Qardhawi sebagai musuh Islam.
Salafi Yamani di Indonesia dipimpin oleh Muhammad Umar as-Sewed dan Luqman Ba’abduh, serta alumni Dar al-Hadis Dammaj, Yaman.
Para penggerak dakwahnya adalah Ja’far Umar Thalib (FKAW/Laskar Jihad), Yusuf Baisa (Ma’had al-Irsyad, Tengaran, Semarang), Abu Nida’ Khamsaha (Ma’had Bin Baz Yogyakarta).
Juga Yazid Abdul Jawwaz (Bogor), Ahmad Fais Asifuddin (Ma’had Imam Bukhari, Surakarta), Aunur Rafiq Ghufron (Ma’had al-Furqan, Gresik), dan Abdurrahman al-Tamimi (Ma’had Al-Irsyad, Surabaya).
Perbedaan Muhammadiyah dan Salafi
Tulisan ini akan menunjukkan perbedaan mendasar antara Muhammadiyah dan Salafi Wahabi. Muhammadiyah mengedepankan sikap moderat dalam paham keagamaan. Islam yang mengandung nilai-nilai kemajuan tidak harus diformalisasi dalam bentuk negara Islam, namun diaktualkan nilai ajarannya dalam semua bidang kehidupan.
Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah dan tajdid menggunakan manhaj tersendiri.
Muhammadiyah merupakan perpaduan banyak gagasan besar, mulai dari Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, hingga Ibn Wahab, yang diramu oleh KH Ahmad Dahlan dan para penerusnya.
Muhammadiyah melakukan purifikasi pada aspek akidah dan ibadah mahdhah, sementara dalam aspek muamalah melakukan modernisasi atau dinaminasi.
Muhammadiyah selain sebagai gerakan purifikasi, juga merupakan gerakan pembaharuan. Wahabi penekanannya pada purifikasi tanpa rasionalisasi.
Dalam hal rujukan pada sumber ajaran Islam, al-Quran dan as-Sunnah, Muhammadiyah memahami dengan menggunakan akal pikiran yang sesuai dengan jiwa ajaran Islam. Sementara Salafi memahaminya secara literal.
Muhammadiyah menerima kemajuan dan kemoderenan serta melakukan modernisasi dalam bidang muamalah. Salafi menolak modernisasi, tapi menerima produk teknologi. Muhammadiyah tidak menjadikan Barat sebagai musuh, namun sebagai pemacu untuk berfastabiqul khairat. Baca sambungan di halaman 3: “Soal Budaya Beda Muhammadiyah dan Salafi” …