PWMU.CO-Dokter Syamsul Maarif dilantik menjadi direktur RSI Fatimah Banyuwangi, Rabu (19/2/2020). Dia menggantikan dr Slamet Widodo MKes SpOG yang menjabat sejak 2014-2020.
Hadir dalam pelantikan direktur RS ini Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim Dr Saad Ibrahim. Dalam sambutannya Saad Ibrahim menyampaikan, ikon terbesar pendidikan dan kesehatan Muhammadiyah Jawa Timur itu ada di Lamongan.
”Padahal dari peta pembangunan Jawa Timur, Lamongan merupakan salah satu kabupaten miskin. Namun Muhammadiyah memiliki tiga rumah sakit besar di sana dan satu perguruan tinggi bertaraf internasional,” katanya.
Itu tercapai, kata dia, karena motto fastabiqul khairat. Kita tidak bisa besar sendirian, tapi harus bermitra. Kebesaran Muhammadiyah bisa dibuktikan bukan hanya dari segi pembangunan dan bertambahnya amal usaha tapi juga kemampuan manajemen yang baik.
”Fastabiqul khairat bisa diumpamakan seperti dalam perjalanan menuju daerah yang akan saya kunjungi. Saya selalu duduk di samping sopir. Saya selalu memperhatikan bagaimana sopir saya dalam menjalankan kendaraan. Kinerja sopir menunjukkan kecerdasan dan proyeksi ke depan sehingga membawa saya ke tempat tujuan dengan selamat dan tepat waktu,” papar dosen UIN Maulana Malik Ibrahim ini.
Menurut Saad, gambaran fastabiqul khairat juga bisa sebagai berikut, saat kita melihat ke dalam kita merasa besar. Namun saat melihat keluar, kita akan merasa kecil dan kurang.
Tantangan untuk Direktur Baru
Lantas dia memberi tantangan kepada direktur yang baru. ”Mampu menaikkan aset RSI Fatimah menjadi berapa miliar dalam empat tahun ke depan? Bila hanya mampu menaikkan Rp 10 miliar maka SK-nya akan dihentikan,” seloroh Saad Ibrahim.
Dikatakan, aset RSI Fatimah saat ini Rp 33 miliar yang diraih selama 33 tahun. ”Tugas pengurus PWM itu memang membuat orang tersinggung karena dengan tersinggung orang itu akan menjadi to be atau not to be,” tandasnya.
Kemudian dia bercerita seorang sahabat di zaman Rasulullah yang makanan cukup lalu tertidur nyenyak pada malam hari. Sementara ada tetangganya meninggal dalam kondisi lapar. Maka orang itu disebut sebagai orang tidak beriman.
Dia mencontohkan, Jawa Timur terutama Banyuwangi yang memiliki dua rumah sakit dan satu klinik akan disebut sebagai orang tidak beriman karena PWM Bali sebagai tetangga dekat tidak memiliki satu pun rumah sakit atau klinik.
”Tantangan kedua untuk PDM Banyuwangi dan RSI Fatimah adalah mendirikan RSI Fatimah kedua di Bali. Tentang mekanismenya nanti akan dibantu oleh PWM Jatim,” lanjut Saad.
”Cara Muhammadiyah melebarkan sayap pembangunannya yakni dengan membantu pembangunan pemerintah. Menjadi tantangan untuk seluruh komponen Muhammadiyah untuk selalu dan terus berpikir dalam memajukan persyarikatan,” tuturnya.
Menurut Saad, mungkin program baru seperti menjemput, merawat jenazah, menshalatkan dan mengantar ke pemakaman bisa dilakukan di RSI Fatimah seperti yang dilakukan di PWM Kalimantan Selatan. Tentu saja untuk keluarga yang mampu dibebankan biaya sedangkan untuk keluarga yang tidak mampu digratiskan. (*)
Penulis Yulia Febrianti Editor Sugeng Purwanto