PWMU.CO– Aisyiyah Tanggul berduka. Bendahara Pimpinan Cabang Aisyiyah (PCA) Sri Farida Salam meninggal dunia, Sabtu (22/2/2020).
Berita kepergiannya aktivis ini membuat terkejut warga Muhammadiyah dan Aisyiyah Tanggul. Meskipun dalam keadaan sakit diabetes, Sri Farida masih aktif hadir di acara Aisyiyah Tanggul.
Terkadang dengan kaki diperban, Farida menyempatkan diri hadir menjadi wakil PCA di PAUD as-Salam sebagai tenaga pengawas keuangan. Apalagi semenjak pensiun pegawai negeri, Farida selalu tampil aktif di kegiatan Aisyiyah.
Ketulusan Sri Farida tak diragukan teman-temannya. Prinsip Farida selama masih mampu, maka amanah apapun yang diberikan diterima dan dilaksanakan dengan maksimal.
Ketua PCA Tanggul Hj Farida Nur Anisa SAg bercerita, pernah suatu saat Farida memeluk erat dia dan memohon agar tetap diberi kesempatan membantu menertibkan keuangan di TK ABA.
”Katanya, untuk mengisi kegiatan setelah pensiun. Mendengar hal itu, saya terharu. Beliau banyak memberikan teladan kepada kami yang muda bagaimana istiqomah berjuang di Asiyiyah Tanggul. Kami sangat kehilangan sekali,” ujarnya.
Menurut dia, kelebihan Farida adalah kecermatan dan ketelitian administrasi keuangan. Tidak hanya di Aisyiyah, di beberapa organisasi wanita Farida dipercaya dan selalu mendapat amanah sebagai bendahara. ”Boleh dikatakan hidupnya selalu mengurus uang. Satu lagi tulisannya sangat rapi,” katanya.
Menikah dengan Sesama Aktivis
Noor Hayati BA, sesepuh Aisyiyah Tanggul menambahkan, kepribadian Farida yang lembut, tutur kata yang santun penuh cinta membuat setiap orang yang mengenalnya sangat terkesan.
”Setiap bertemu dengan warga Aisyiyah entah tua atau muda, selalu menyambut dengan senyum dan cium pipi kiri pipi kanan penuh arti,” tuturnya.
Kepala PAUD as-Salam Hanifah SPdi mengisahkan, bagaimana Farida sangat teliti dan sabar mencatat setiap keuangan sekolah. Mulai dari tabungan, infak, uang seragam sampai alat tulis. Hebatnya, meski dengan kaki diperban Farida tak pernah terlambat datang ke sekolah.
Pernah suatu hari datang dengan kaki yang tertatih-tatih. Hingga Hanifah menawarkan bantuan agar istirahat di rumah saja. Biar bendahara sekolah yang akan mengantar uang ke rumahnya.
Tetapi Farida menolak. ”Gak usah. Biar Ibu yang ke sekolah saja. Sekalian Ibu ingin mencari kegiatan. Ibu senang kok bertemu dengan guru dan murid,” ujarnya.
Farida meninggalkan empat anak. Tiga laki-laki dan satu perempuan. Sementara suaminya, Salam Hanafi, sudah mendahului menghadap Sang Kholiq beberapa tahun yang lalu.
Kisah cinta dua sejoli yang aktif di Muhammadiyah dan Aisyiyah ini kembali dikisahkan oleh Endang Hartati, teman semenjak remaja.
”Kami memangilnya Mbak Farid. Semenjak remaja sudah aktif kegiatan di Masjid Dakwah Kauman Tanggul,” ceritanya Endang Hartati.
”Suatu hari, masjid mengadakan peringatan Maulid Nabi. Salah satu acaranya menampilkan drama. Mbak Farid kebagian peran sebagai ibu dan Mas Salam Hanafi sebagai bapak. Nah, semenjak kebersamaan itu, tumbuh benih-benih cinta di antara mereka berdua. Hingga hubungan itu berakhir di pelaminan,” tambahnya.
Masih cerita Endang, betapa bahaginya takmir masjid saat menjadi pengiring di acara lamaran hingga pernikahan. Dari pernikahan itulah menjadi momen kedua sejoli aktif di Muhammadiyah dan Aisyiyah sampai akhir hayat. (*)
Penulis Humaiyah Editor Sugeng Purwanto