Strategi
Rekonstruksi Kehidupan Kebangsaan
Bangsa Indonesia berhasil melakukan reformasi politik tahun 1998 dari rezim otoritarian Orde Baru ke rezim Demokrasi. Perubahan politik mendasar dilakukan, termasuk empat kali amandemen UUD 1945. Indonesia berhasil menjadi negara paling demokratis setelah Amerika Serikat dan India.
Tetapi reformasi politik yang sangat terbuka tersebut telah membawa Indonesia menjadi negara dengan praktik demokrasi yang liberal, yang diikuti dengan ekonomi liberal (neokapitalisme) dan liberalisasi budaya yang luar biasa terbuka.
Indonesia tidak akan menjadi negara dan bangsa yang benar-benar maju, adil, dan beradab atau negara yang dicita-citakan tahun 1945 jika bergerak sepenuhnya menjadi negara liberal dengan hegemoni pasar dan kekuatan neo-liberal dan neo-kapitalisme dalam politik, ekonomi, dan budaya.
Jikalau maju, kemajuannya tidak sejalan dengan jiwa, pemikiran, dan cita-cita awal berdirinya NKRI tahun 1945, terbatas pada kemajuan pragmatis dan kehilangan jatidiri keindonesiaan yang autentik.
Indonesia harus melakukan rekonstruksi kehidupan politik, ekonomi, dan budaya sejalan dengan jiwa Pembukaan UUD 1945 dan prinsip dasar yang diletakkan para pendiri negara 75 tahun silam disertai pembaruan sesua8 tuntutan zaman dalam koridor spirit 1945 yang fundamental itu.
Dalam konteks ini Pancasila tidak cukup memadai sekadar menjadi slogan dan retorika tanpa diinternalisasikan dan diinstitusionalisasikan secara objektif dan tersistem disertai pengamalan yang konsisten dari para elite dan warga bangsa, termasuk di pemerintahan.
Dalam rekonstruksi kehidupan kebangsaan tersebut Pancasila dan NKRI harus tetap dijaga agar tetap berada dalam relnya sebagaimana telah menjadi kesepakatan nasional 18 Agustus 1945, tidak dibawa ke “kanan” atau ke “kiri”, serta tidak dipertentangkan dengan agama dan kebudayaan luhur bangsa yang menjadi sumber nilai yang hidup di tubuh Pancasila itu sendiri.
Pemberdayaan Ekonomi Umat Islam/Ekonomi Bumiputra
Umat Islam harus naik kelas secara ekonomi dari kasta bawah ke menengah dan atas. Ekonomi Islam (ekonomi syariah) semestinya berbanding lurus untuk mengangkat martabat ekonomi umat yang masih dhu’afa, tidak berhenti pada “kemegahan konsep” tanpa fungsional secara signifikan pada penguatan ekonomi umat secara progresif. Dari ekonomi Islam semestinya bertumbuh kegiatan-kegiatan ekonomi dan bisnis umat, menggairahkan kewirausahaan, memperbanyak pengusaha/saudagar dan manajer-manajer muslim, ke depan melahirkan para konglomerat muslim papan atas.
Menurut Pak Jusuf Kalla, kegiatan bisnis seperti belajar berenang, jangan banyak teori tetapi langsung praktik. Bagaimana ekonomi Islam membumi menjadi praktik ekonomi yang maju.
Transformasi Politik Islam dan Relasi Keislaman Keindonesiaan
Jika umat Islam Indonesia ingin berdaya secara politik dan berintegrasi ke dalam pemerintahan sehingga kekuatan mayoritas ini menjadi aktual dalam posisi dan perannya di Indonesia, maka diperlukan transformasi politik yang strategis.
Pertama, perlu pemetaan politik bahwa umat Islam sebagai entitas politik tidak terbatas pada “politik santri” tetapi juga meluas ke merangkul segmen “politik abangan” karena secara demografis mereka umat Islam. Apalagi politik santri pun kini tersegmentasi dalam berbagai faksi politik yang sulit dipertemukan.
Kedua, melakukan moderasi politik Islam yang mampu adaptif dan negosiatif dengan budaya politik Indonesia untuk memperluas preferensi politik Islam ke ranah sosiologis kebangsaan yang lebih inklusif.
Ketiga, politik Islam meniscayakan proses integrasi keislaman dan keindonesiaan sebagai satu perspektif yang integratif untuk mengakhiri Islam versus negara, yang memerlukan ijtihad politik yang mengindonesia. Keempat, memperbarui strategi politik dari model dogmatis- konfrontatif ke model aktual-akomodatif.
Pengembangan Pendidikan dan SDM
Jika umat Islam sebagai mayoritas jumlah ingin meraih posisi dan peran strategis yang sama kuat secara kualitas di Indonesia maka jalan utamanya melalui transformasi pendidikan dan pengembangan sumberdaya manusia yang unggul.
Lembaga-lembaga pendidikan Islam penting diakselerasikan untuk naik kelas, sekaligus memanfaatkan lembaga pendidikan negeri sebagai wahana pendidikan anak-anak muslim yang berkualitas untuk melahirkan generasi muslim yang kelak menjadi elite strategis di berbagai institusi penting di ranah nasional maupun global.
Ormas-ormas Islam penting sekali menjadikan pendidikan dan pengembangan sumberdaya manusia sebagai strategi perjuangan dan prioritas utaman dalam merancang peradaban maju ke depan.
Perubahan Strategi Dakwah
Organisasi keagamaan di lingkungan umat Islam penting memperbarui strategi dakwah dari “lil-mu’aradlah” (reaktif-konfrontatif) ke strategi dakwah “lil-muwajahah” (proaktif-konstruktif) untuk memperluas dayajangkau penyebarluasan dan penanaman nilai-nilai Islam di sebanyak mungkin segmen sosial umat Islam yang sangat majemuk.
Apalagi dalam kehidupan masyarakat yang berada dalam dinamika perubahan sosial dan kehadiran media sosial yang kompleks. Strategi dakwah konvensional memerlukan pembaruan ke dakwah yang lebih aktual dan kontemporer. Dakwah Islam perlu pembaruan.
Penting adanya pengarusutamaan pendekatan dakwah sebagai penejerjemahan dari “bil-hikmah”, “wal-mauidhat al-hasanah”, “wa jadil-hum bi-laty hiya ahsan” (QS Al- Nahl: 125) dalam beragam model dakwah seperti dakwah komunitas, dakwah digital/medsos, dan sebagainya. Pemetaan terhadap situasi dan objek dakwah sangat diperlukan dengan menggunakan pendekatan antropologi, sosiologi, ekonomi, dan objektivasi dakwah yang lebih aktual sebagai ikhtiar membumikan nilai-nilai Islam “rahmatan lil-‘alamin” yang membebaskan, memberdayakan, memajukan, dan mencerahkan kehidupan umat manusia.
Dakwah Islam juga penting menawarkan konsep-konsep pemikiran alternatif yang bersifat pembaruan dan berkemajuan, yang tidak terjebak pada ortodoksi dan dogmatik-apologik. Jika menolak liberalisme-sekukarisme maka tawarkan pemikiran Islam yang “biyond” atau “at-tafkir al-badil” yang memancarkan Islam sebagai agama yang mengandung kemajuan bagi peradaban manusia (din al- hadlarah), bukan sebaliknya kembali ke ortodoksi yang konservatif.
Watak “al-ibahah” dalam pengembangan pemikiran mu’amalah penting untuk diaktualisasikan sekaligus dijadikan titik masuk merambah jalan baru pemikiran Islam yang maju untuk membangun dan menghadirkan dunia Islam yang modern. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.