PWMU.CO – Seorang ibu muda, sebut saja Fatimah, berharap dapat melahirkan normal. Tapi, ketika diketahui posisi bayi yang dikandungnya tidak memungkinkan untuk itu, terpaksa dia melahirkan melalui operasi caesar, yaitu suatu tindakan persalinan lewat pembedahan dengan cara membuka perut ibu menembus dinding rahim, untuk mengeluarkan si bayi.
Seiring kemajuan ilmu kedokteran, operasi caesar kini lazim dilakukan oleh kaum wanita, baik karena alasan medis, seperti bayi kembar, bayi terlalu besar, habis ketuban dan lain sebagainya, maupun alasan estetika, atau sekadar ingin menentukan tanggal tertentu bagi si buah hatinya.
(Baca:Kontroversi Hukum Pre Wedding dan Bank Air Susu Ibu)
Pertanyaannya kemudian, bagaimana implikasi hukumnya terkait dengan masa nifas mereka? Pasalnya, nifas selama ini difahami sebagai darah yang keluar mengikuti kelahiran atau darah yang keluar akibat melahirkan melalui jalan lahir biasa (vagina). Sementara operasi caesar mungkin saja tidak mengakibatkan keluarnya darah melalui vagina.
Tapi jika merujuk pada penjelasan mantan direktur Rumahsakit Mas Mansur Surabaya, dokter Sukadiono bahwa orang yang melahirkan melalui opreasi caesar itu tetap mengeluarkan darah nifas, maka masa nifasnya menurut almarhum KH Mu’ammal Hamidy, sama dengan nifas bagi wanita yang melahirkan biasa, yaitu dilihat dari darah yang keluar. “Jika darahnya berhenti, dianggap suci dan terus beraktivitas ibadah shalat dan puasa,” jelasnya dalam Majalah Matan 2014.
(Baca: Hukum Shalat Perempuan yang Mengalami Keguguran dan Keluar Rumah di Masa Iddah)
Hal ini didasarkan pada keterangan Aisyah radliallahu anha, bahwa istri Nabi itu pernah ditanya ihwal seorang wanita yang nifas, lalu ia tidak melihat darah, beliau berkata: “Allah telah membersihkan (darah)-nya. Bila darah nifas telah berhenti walaupun hanya satu hari atau selama 60 hari, maka ia wajib mandi besar dan melaksanakan shalat”. baca lanjutan hal 2