PWMU.CO – Berserikat dalam politik harus dilakukan Muhammadiyah. Selama ini Muhammadiyah mudah berserikat dalam membangun masjid, sekolah, panti asuhan dan lainnya.
Hal itu disampaikan oleh Anggota DPR RI Prof Dr Zainuddin Maliki saat menjadi pemateri pada Silaturahim Jihad Politik Muhammadiyah (Jipolmu) PDM Lamongan.
Kegiatan silaturahim ini dilaksanakan di Hall Lantai 3 Universitas Muhammadiyah Lamongan (UMLA), Lamongan, Ahad (15/3/2020).
Kegiatan ini diikuti utusan Jipolmu Pimpinan Daerah Muhammadiy omah (PDM) se-Jatim dan utusan Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) se-PDM Lamongan.
Pentingnya Berserikat dalam Politik
Zainuddin Maliki menambahkan Muhammadiyah masih susah berserikat dalam politik. Padahal kalau tidak berserikat dalam politik maka agak susah mempunyai anggota dewan.
“Maka isone nitip thok. Namanya orang nitip yo sak ikhlase sing dititipi. Kadang proposal hanya numpuk di bawah,” ujarnya disambut tawa hadirin.
Menurut Zainuddin Maliki kasus Undang-Undang Rumah Sakit sangat jelas. Salah satu pasal berbunyi rumah sakit hanya boleh didirikan oleh lembaga yang bergerak di bidang rumah sakit.
“Sementara Muhammadiyah tidak hanya bergerak di bidang rumah sakit, tetapi juga ngurus sekolah, masjid, panti asuhan dan sebagainya. Maka semua rumah sakit Muhammadiyah menjadi ilegal,” ungkapnya.
Setelah lima tahun berjuang melalui judicial review maka pasal itu diubah menjadi rumah sakit hanya boleh didirikan oleh lembaga yang bergerak di bidang rumah sakit dan lembaga non-profit.
“Maka Muhammadiyah perlu punya politisi. Buya Syafii Maarif pernah menyampaikan Muhammadiyah dalam politik masih menjadi anak yatim. Saya cari-cari di DPR masih nemu 8 orang yang punya komitmen politik kepada Muhammadiyah,” jelasnya.
AUM Politik
Almarhum Prof Bachtiar Effendi, lanjutnya, pernah mengusulkan Muhammadiyah harus punya Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) Politik. “Tidak harus dalam bentuk membuat partai baru, tetapi Muhammadiyah harus punya partai utama,” imbuhnya.
Pilih partai yang paling dekat dengan Muhammadiyah, yakni Partai Amanat Nasional (PAN) “Bukan karena saya Anggota DPR RI dari PAN. Saya melihat di Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah yang intens komunikasinya dan mudah bergerak adalah PAN. Partai lain menanggapi sesuai keinginan mereka. Sayangnya PAN hanya punya 40 kursi di Senayan,” paparnya.
Ke depan, sambungnya, Muhammadiyah tidak boleh jadi yatim-piatu lagi dalam politik. Merumuskan bagaimana Muhammadiyah bersilat dalam politik.
“Kita di politik masih mualaf. Strategi menyusun manuver masih belum bagus. Bagaimana mempengaruhi pemilih masih biasa saja. Alhamdulillah masih bisa memenangkan satu anggota DPR RI,” terangnya disambut tepuk tangan hadirin.
Pemilu mendatang, menurutnya, target dapil-dapil lain harus dilakukan. “Maka harus ada kesadaran politik untuk berserikat. Tidak hanya semangat, tetapi langkah-langkah menuju keberhasilan harus betul-betul dipersiapkan,” tuturnya. (*)
Penulis Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.