PWMU.CO – Banyuwangi sukses gelar pertemuan CMA Jatim, Sabtu-Ahad (14-15/3/20). PDA Banyuwangi (Bumi Blambangan) didapuk sebagai tempat pertemuan ke-10 ini.
Corp Mubalighat Aisyiyah (CMA) adalah ujung tombak dari medan dakwah Aisyiyah. Ruh perjuangan Aisyiyah melalui Majelis tabligh tidak bisa dianggap sepele karena menjadi garda terdepan setiap kegiatan Aisyiyah.
Tuan rumah yang terdiri dari Majelis Kesos, Kader dan Tabligh dari 7 Wilayah Kerja yang dikenal dengan sebutan Balapan. Yaitu Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Jember, Lumajang, Probolinggo Kota dan Kabupaten serta Pasuruan Kota dan Kabupaten.
Bertempat di Panti Asuhan Budi Mulya di jalan Sutawijaya No 17 C ini dihadiri 36 dari 38 Pimpinan Aisyiyah Se-Jawa Timur dari unsur Majelis Tabligh.
Dua PDA yang tidak bisa hadir dari Ngawi dan Pacitan.Walau posisi Banyuwangi berada paling ujung timur di Pulau Jawa, tidak mengurangi antusias peserta CMA untuk hadir di Bumi Blambangan ini.
Ketua Majelis Tabligh di Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Banyuwangi Lilik Sumarlik saat dikonfirmasi PWMU.CO mengatakan bahkan sudah ada yang bermalam sehari sebelum pelaksanaan kegiatan.
Tantangan Internal dan Eksternal
Anggota PWA Jawa Timur sekaligus anggota DPR RI Nurul Wahidah mengatakan tantangan demi tantangan yang dihadapi baik internal maupun eksternal tidak boleh menyurutkan langkah perjuangan.
Dijelaskan, dakwah bukan hanya tentang surga dan neraka. Tapi dakwah adalah bagaimana mencetak kader-kader mubalighat muda yang handal, mengingat dakwah adalah ruh organisasi.
Kegiatan CMA, menurutnya, juga bisa menjadi alat untuk intropeksi internal baik organisasi maupun keluarga.
Hal senada juga disampaikan Farida Muwafiq. Wakil Ketua PWA Jatim ini menyampaikan kegiatan CMA ini bertemakan Islam Wasathiyah dalam Konteks Budaya.
“Budaya kita angkat dikarenakan budaya dianggap sebagai hal yang biasa, seperti sesaji, larung dan sebagainya,” jelasnya.
Dia menjelaskan, perlunya mengembangkan Islam Wasathiyah (wajar-lurus) adalah sebagai bentuk kehati-hatian sebagai implementasi dari Tanwir ke-2 Muhammadiyah.
Farida menegaskan poin-poin dalam Islam Wasathiyah adalah tawasud (Jalan tengah yang lurus), iI’tidal (proporsional), tasamuh (toleran) adalah mengakui dan menghormati perbedaan, syuro (musyawarah-konsultasi), islah (ada tindakan reformatif menuju kebaikan), inisiatif, muwathanah (cinta Negara).
Ketujuh poin tersebut, lanjutnya, adalah hasil tanwir harus sampai ke tingkat bawah yakni ke cabang dan ranting hingga anggota.
Pion-poin itu, tegasnya, harus menjadi penyemangat mengibarkan panji matahari. Tidak hanya di Jawa Timur saja, namun hingga ke pelosok Banyuwangi juga.
4 Hal yang Wajib Dipahami
Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banyuwangi Hadir Mukhlis Lahuddin dalam sambutannya menyampaikan 4 hal yang harus dipahmai warga persyarikatan.
Dijelaskan, 4 hal tersebut adalah pertama, perkembangan organisasi dalam memasuki usia 1 abad: sangat mengagumkan sekaligus mengkhawatirkan.
Menurutnya, agresivitas pembangunan amal usaha kesehatan, pendidikan, masjid, mushala sangat bagus. Namun belum diimbangi dengan kemanfaatan bagi tumbuh dan berkembangnya Muhammadiyah.
“Mereka yang berada di dalam amal usaha Muhammadiyah (dosen, guru, dokter, karyawan) belum maksimal mendukung kegiatan-kegiatan persyarikatan,” ujarnya.
Kader-kader Muhammadiyah, menurutnya, perlu mendapat pembinaan serius, terpadu, terprogram lewat wadah Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Hizbul Wathan, Tapak Suci, Pemuda, Nasyiatul Aisyiyah dalam bentuk Baitul Arqom, Datul Arqom, maupun Taruna Melati.
Untuk itu, para pimpinan persyarikatan di semua tingkat sudah seharusnya menunjukkan sikap optimis, percaya diri, tidak putus asa, selalu berfikiran positif untuk kemajuan dakwah Muhammadiyah.
“Perlu kearifan para pemimpin Persyarikatan Muhammadiyah untuk bersama-sama bergerak menuju gerakan dakwah Muhammadiyah yang berbasis cabang dan ranting, berbasis masjid dan pengkaderan,” katanya.
Kembangkan Kepemimpinan
Kedua, kepemimpinan yang perlu dikembangkan. Kesanggupan untuk mengelola organisasi, kemauan untuk mengelola organisasi, membuat sistem yang baik dan tegas, tidak gentar menghadapi masalah, dan bekerja sungguh-sungguh untuk kemajuan organisasi.
Ketiga, tantangan yang dihadapi para pemimpin organisasi. Maka, harus ikhlas ketika kepentingan keluarga terganggu karena ada urusan organisasi. Harus diam dan berpikir jernih ketika hati tersakiti. Harus bersabar ketika di banjiri kritik dan tudingan yang memancing emosi.
Tetap berkarya, bergerak yang menghasilkan karya dan manfaat besar bagi keberlangsungan dakwah. Dan kekuatan ide untuk bergerak membesarkan organisasi tetap bergelora sampai waktu yang tidak terbatas.
Keempat, sasaran gerak Kita adalah meneguhkan gerakan Islam, menggembirakan, melanjutkan, dan mempertahankan gerakan dakwah.
Ketua PDA Banyuwangi Dwi Deritaning Tyas mengamini apa yang disampaikan Ketua PDM Banyuwangi itu.
“PDA dan PDM adalah bersinergi. Ibarat sepasang sayap, di mana sepasang sayap yang saling menopang untuk terbang bersama-sama menuju zam-zam,” ungkapnya. (*)
Penulis Yulia Febrianti. Co-Editor Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.