PWMU.CO – Begini adzan ketika suasana genting. Lafadznya berbeda dengan keadaan normal. Seperti disebutkan dalam hadis shahih riwayat al-Bukhari.
عَنْ نَافِع , قَالَ : ” أَذَّنَ ابْنُ عُمَرَ فِي لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ بِضَجْنَانَ , ثُمَّ قَالَ : صَلُّوا فِي رِحَالِكُمْ , فَأَخْبَرَنَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْمُرُ مُؤَذِّنًا يُؤَذِّنُ, ثُمَّ يَقُولُ عَلَى إِثْرِهِ : ” أَلاَ صَلُّوا فِي الرِّحَالِ ” فِي اللَّيْلَةِ البَارِدَةِ , أَوِ المَطِيرَةِ , فِي السَّفَر. متفق عليه
Dari Nafi’ berkata: Ibnu Umar mengumandangkan adzan pada malam yang sangat dingin di daerah Dlajnan. Kemudian beliau mengucapkan: Saallu fii rihalikum shalatlah di rumah-rumah kalian. Maka ia menginformasikan kepada kami bahwa Rasulullah SAW pernah menyuruh seorang muadzin untuk mengumandangkan adzan. Setelah itu muadzin mengumandangkan, ‘Hendaklah kalian salat di rumah-rumah!’ dalam sebuah malam yang sangat dingin atau hujan di tengah perjalanan” (HR al-Bukhari: 632).
Hadits di atas menjelaskan tentang bagaimana adzan dikumandangkan di saat situasi dianggap tidak memungkinkan untuk shalat berjamaah. Baik karena faktor malam yang sangat dingin atau hujan sangat lebat.
Bisa jadi termasuk juga pada saat seperti sekarang ini adanya wabah yang sudah masuk pada kategori pemdemi. Maka hal itu tentu sangat berbahaya jika adanya kumpulan banyak orang, yang mungkin pada salah satunya telah terjangkiti penyakit tersebut, walaupun tidak disadari.
Dalam tata caranya ada dua yaitu: pertama, kalimat ashshalaatu fi rihaalikum atau ashshalatu fii buyutikum dikumandangkan setelah adzan, sebagaimana penjelasan dalam hadits di atas.
Lafadz Alternatif
Kedua, kalimat ashshalaatu fi rihaalikum atau ashshalatu fii buyutikum sebagai pengganti dari lafadz haiyya ‘alashshalah. Sebagaimana dalam teks hadits yang lain yang bersumber dari ‘Abdullah bin ‘Abbas RA juga diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan al-Muslim yang lainnya.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الحَارِثِ , عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ, أَنَّهُ قَالَ لِمُؤَذِّنِهِ فِي يَوْمٍ مَطِيرٍ : إِذَا قُلْتَ : أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ , أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ, فَلَا تَقُلْ : حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ, قُلْ : صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ . (الحديث)
Yaitu: Abdullah bin Abbas berkata kepada seorang muadzin ketika terjadi hujan yang sangat lebat: ‘Jika kamu mengucapkan asyhadu anlaa ilaaha illallah, asyahadu anna Muhammadarrasuulullah, janganlah kaum ucapkan haiyya ‘alashshalah. Ucapkanlah shaallu fii buyuutikum. (al-Hadits).
Jadi pada masa Rasulullah dan para sahabat sampai masa salafushshalih adzan yang demikian juga pernah dilakukan. Maka jika keadaan seperti sekarang ini sebagaimana fatwa para ulama, maka boleh dilaksanakan baik sebagai pengganti hayya ‘alashshalah atau sesudah adzan dikumadangkan secara sempurna.
Jika sebagai pengganti kalimat hayya ‘alashshalah maka tetap dilanjutkan dengan hayya ‘alal falaah.
Adzan seperti ini diberlakukan di Kuwait City, Ibu Kota Kuwait. Karena masjid-masjid ditutup untuk mengantisipasi kerumunan orang banyak yang berpotensi penularan Covid-19 seperti tulisan Dahlan Iskan berjudul Azan Baru.
Wallahu a’lam. (*)
Kajian Begini Adzan ketika Suasana Genting ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais) di Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.(*)