PWMU.CO – Muhammadiyah di antara dua ekstrem. Yakni ekstrem kanan dan ekstrem kiri. Demikian menurut Prof Syafig A Mughni, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Menurut dia, trade mark Muhammadiyah sebagai Islam Wasathiyah perlu dikembangkan terus-menerus. Dipromosikan, dikampanyekan, dan disyiarkan sebagai Islam yang berkemajuan.
Hal tersebut disampaikan Prof Dr Syafiq Mughni dalam Pertemuan Rutin Ke-10 Corp Mubalighat Aisyiyah (CMA) di Banyuwangi, Sabtu (14/3/20). Ia hadir di Banyuwangi karena menjadi nara sumber dalam pelantikan Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Banyuwangi.
Momen itu tak disia-siakan oleh Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Kota Banyuwangi. Syafiq Mughni didapuk sebagai tamu kehormatan untuk memberikan pencerahan kepada peserta pertemuan CMA se-Jawa Timur.
Kegiatan yang diikuti 100 peserta dari 36 PDA itu digelar di Rumah Panti Budi Mulya Banyuwangi, Sabtu-Ahad (14-15/3/20).
Muhammadiyah di Antara Dua Ekstrem
Syafiq A Mughni menyampaikan, Islam Wasathiyah dalam konteks budaya ini sangat penting karena selama ini Muhammadiyah berinteraksi dengan lembaga-lembaga internasional, baik Islam maupun non-Islam. “Mereka ingin tahu salah satu tagline kita adalah Islam berkemajuan yang dimiliki oleh persyarikatan Muhammadiyah,” ujarnya.
Menurutnya, di antara wasathiyah ada dua ekstrim (ujung), yaitu ekstrem kanan dan ekstrem kiri. Ia menjelaskan, ekstrem kanan adalah mereka yang terlalu tasyaddud dalam beragama.
“Yang kenemenen-kenemenen (keterlaluan). Semua orang akan masuk neraka, kecualigolongan kami. Bahwa kalau tidak seperti kami ini bukan Islam yang sebenarnya,” jelasnya.
Hal itu, kata dia, karena kelompok ekstrim kanan mempunyai dasar laa hukma illallah. “Bahwa tidak ada hukum selain yang datang dari Allah. Maka yang tidak sama dengan kami, berarti mereka kafir,” jelasnya.
Selain itu ada ekstrem kiri, yaitu tasyahhul, kelompok yang mempermudah apa pun. “LGBT boleh, ini boleh, itu boleh. Ini adalah ektrem kiri,” tegasnya.
Ia menekankan, Islam yang benar adalah yang wasathiyah. Islam yang berada di tengah-tengah. Hal itu, lanjutnya, sudah menjadi rumusan tetapi belum tentu serta merta kita terima. “Kalaupun kita terima, harus rasional dengan alasan tentunya, bukan semata-mata karena sudah diputuskan, tetapi memang cocok,” tuturnya.
Trade mark ini, kata dia, akan terus berjalan, sesuai konsep manhaj Islam berkemajuan dan akan didiskusikan serta disahkan di dalam Muktamar Ke-48 Muhammadiyah di Surakarta. (*)
Penulis Nurfadlilah. Co-Editor Ria Pusvita Sari. Editor Mohammad Nurfatoni.