Suka Duka Jadi Guru Online. Opini Hendra Hari Wahyudi, Guru MI Muhammadiyah 06 (MIMusix) Tebluru Solokuro Lamongan, ini menceritakan bagaimana melakukan KBM daring, lengkap dengan suka dukanya.
PWMU.CO – Jadi guru BDR (bekerja dari rumah) di masa libur sekolah akibat pandemik Covid-19 memang beda.
Jika biasanya pagi-pagi sudah disambut tawa ceria anak-anak, kini tak ada lagi. Juga tak terdengar lagi celotehan khas mereka.
Proses belajar mengajar yang dilakukan melalui sistem online alias daring (dalam jaringan) terasa kaku. Serba teknikal. Sepi dari sisi humanisme.
Guru Belajar untuk Mengajar
Jujur harus diakui, tidak semua guru—tentu juga sekolah—siap dengan kegiatan belajar mengajar (KBM) sistem online. Pagebluk Covid-19 yang tiba-tiba harus mengganti KBM konvensional membuat banyak pihak gagap.
Sebab KBM online membutuhkan penguasaan sarana pembelajaran berbasis IT (Information Technology). Sesuatu yang baru bagi mayoritas sekolah dan guru—meski bagi sebagian yang lain hal itu tidak masalah. Mereka yang di kota sudah familiar dengan IT dalam KBM.
Karena itu sebagian guru, termasuk saya, harus belajar lagi. Aplikasi-aplikasi yang bisa mendukung KBM online seperti Google Classroom harus cepat dikuasai.
Harus cepat belajar cara membuat soal, membuat materi, dan menilai tugas dari aplikasi tersebut atau aplikasi KBM online lain. Guru harus benar-benar melek IT seperti tulisan Ria Pusvita Sari, guru SD Muhammadiyah Manyar Gresik (SDMM).
Tapi tantangannya tidak hanya pada guru. Kekuatan KBM online juga belum banyak mendapat respon siswa, meskipun secara IT mereka lebih familiar dari guru. Dengan smartphone, mereka sudah akrab. Maka game atau kuis online yang diberikan guru dalam KBM jarak jauh tentu tak akan membuat mereka gagap.
Hanya saja—berbeda dengan KBM di ruang nyata—KBM online sering direspon secara selow. Ketika saya memberi tugas online, sering tidak atau lama mendapat respon siswa. Kadang cuma dilihat tanpa ada laporannya.
Tapi itulah salah satu dinamika yang ada. Guru harus belajar lebih sabar dalam menunggu jawaban siswa. Belum lagi jika tugas yang diberikan dikerjakan di buku tugas lalu difoto dan dikirimkan melalui pesan Whatsapp. Guru harus belajar memahami tulisan siswa dan mengerti apa maksudnya. Itu suka duka jadi guru online.
Rindu Kelas Nyata
BDR bukan berarti semua serba enak. Salah satu dampaknya, guru tak bisa berinteraksi secara sosial dengan siswa. Bagi guru, itu sesuatu, seperti yang saya alami. Saya seperti kehilangan separuh nafas.
Karena tingkah laku, senyum sapa, canda tawa, bahkan ‘kenakalan’ siswa yang menguji kesabaran dan ketelatenan, sudah menjadi bagian hidup saya.
Kini semua itu tiba-tiba lenyap. Digantikan Google Classroom, Quizizz, Kahoot, dan sebagainya. Senyum dan suara mereka paling banter kini hanya bisa dilakukan dengan video call. Tapi, sekali lagi beda jika kita bertemu langsung.
KBM daring memang bisa dilakukan secara mudah dan cepat. Tapi semua ini membuat saya benar-benar rindu sekolah, rindu mereka, rindu para siswa.
Selama ini sekolah seakan rumah kedua bagi guru dan siswa. Tapi kini meja dan kursinya terlihat hampa. Papan tulis pun tak lagi penuh coretan ilmu.
Saya bayangkan, siswa pun pasti merindukan bermain bersama teman-temannya. Bercanda ketika piket kelas atau saling berjanji untuk bermain setelah sekolah. Ternyata banyak hal yang tidak bisa digantikan oleh KBM online.
Lucunya, KBM online juga berdampak pada sisi finansial. Banyak siswa yang uang sakunya berkurang. Juga guru yang harus siap sedia dengan paket data—yang kadang tidak selalu bisa dipenuhi oleh guru di desa seperti saya ini.
Menuju Sekolah Berkemajuan
KBM online memang membutuhkan kesiapan guru, siswa, dan orangtua. Terutama bagi sekolah-sekolah di desa. KBM online yang sebelumnya tak pernah dilakukan—berbeda dengan sekolah maju di kota—terpaksa harus dilakukan dengan tertatih-tatih.
Tapi di situ ada hikmah. Allah menciptakan Virus Corona ternyata bisa memaksa guru, siswa, dan orangtua melek IT. Bagi sekolah atau guru di desa ini tantangan untuk berubah jadi sekolah berkemajuan.
Yang perlu juga dicatat adalah para guru ‘senior’. Mereka sangat asing dengan KBM online. Semoga Covid-19 ini menyadarkan mereka untuk bangkit menguasai IT.
KBM online juga memaksa orangtua menjadi guru dadakan yang penuh curhatan seperti ditulis Uzlifah. Ini semua merupakan hikmah yang bisa kita ambil.
Semoga wabah Covid-19 segera berlalu! (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.