PWMU.CO– Kisah Pak AR ini membuat trenyuh tapi lucu. Sekitar tahun 1980-an, KH Abdur Rozaq Fachruddin yang populer dipanggil Pak AR mengisi shalat tarawih di Gelanggang Mahasiswa UGM Yogyakarta.
Dalam ceramahnya dia mengatakan, menyesal tidak bisa melanjutkan sekolah sampai universitas hingga mendapatkan gelar.
”Saya sebetulnya ingin kuliah seperti kalian,” katanya. ”Beruntunglah kalian yang bisa mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, apalagi UGM, universitas terbesar di Indonesia.”
Pak AR Fachruddin lantas bercerita sewaktu bertugas di Semarang dia sudah berniat daftar kuliah di universitas tapi gagal.
”Saya mendaftar jadi mahasiswa Universitas Sultan Agung (Unisula). Aku ikuti prosedur seperti mengisi pendaftaran dan mengikuti tes masuk. Setelah hasil tes diumumkan ternyata namaku tidak ada,” ujar Pak AR yang lulusan madrasah pesantren.
”Saya tidak lulus tes,” sambung Pak AR. ”Sedih sekali. Saya tidak bisa melanjutkan kuliah.”
Dipanggil Rektor
Tapi beberapa hari kemudian dia mendapat surat dari rektor untuk menghadap. Tentu saja surat rektor itu membuatnya deg-degan. Wah ada apa ini, pikirnya. Dia pun datang memenuhi surat rektor. Setelah bertemu, Pak Rektor menanyakan apa benar Pak AR mendaftar jadi mahasiswa Unisula.
”Benar. Saya memang ingin kuliah, Pak Rektor,” jawab Pak AR yang menjabat Ketua (Umum) Pimpinan Pusat Muhammadiyah mulai 1968 sampai 1990.
”Begini. Kami jadi tahu Pak AR berminat besar dengan dunia pendidikan setelah bapak mendaftar untuk kuliah di sini,” kata rektor. ”Untuk itu kami beserta jajaran dosen sudah rapat dan memutuskan ingin mengangkat Pak AR jadi dosen agama Islam di Unisula,” kata rektor menjelaskan.
”Pak Rektor, saya ingin kuliah bukan jadi dosen,” sanggah Pak AR.
”Ya Pak, saya tahu tapi Unisula inginnya Pak AR jadi dosen di sini,” tegas rektor.
Kepada jamaah tarawih yang mayoritas mahasiswa itu Pak AR berkata, ”Begitulah nasibku anak-anak. Ingin kuliah malah diminta jadi dosen. Akhirnya saya tidak jadi kuliah dan nasibnya seperti ini. Tidak punya gelar.”
Spontan para jamaah tarawih terpingkal-pingkal mendengar kisah itu padahal Pak AR bercerita dengan mimik serius. Selama mengajar di Unisula, menurut cerita, ruang kuliahnya dipenuhi mahasiswa. Sebab mereka yang tak ambil mata kuliah Agama Islam ikut mendengarkan.
Kisah ini diambil dari buku Pak AR Sang Penyejuk tulisan Syaefudin Simon. (*)
Editor Sugeng Purwanto