Temukan Tuhan di Rumahmu artikel opini tulisan Nurbani Yusuf, pengasuh komunitas Padhang Makhsyar Kota Batu.
PWMU.CO-Ketika keluar fatwa seruan shalat di rumah dan masjid ditutup selama wabah Corona, ada yang ngeyel, mengecam, bahkan marah. Orang-orang ini gaduh ketika dipisahkan dari rumah Tuhan. Seolah-olah Tuhan hanya ada di masjid. Tak ada di rumah mereka.
Sepertinya orang-orang ini tak pernah mengenal Tuhannya meskipun rutin Jumatan, shalat, puasa, bahkan pergi haji. Sebab mereka bertemu Tuhan hanya di saat ritual. Menjadi sangat saleh. Di luar ritual, mereka lupa bahwa Tuhan juga mengawasi perilakunya.
Di saat wabah merebak, masjid, gereja, pura, vihara sepi. Bahkan Kakbah pun sunyi. Tak ada keriuhan para pemburu pahala. Renungkanlah sejenak. Mungkin saja memang Tuhan menghendaki rumahnya suwung. Hening. Lewat cara seperti ini.
Lewat makhluk sangat kecil. Manusia menyebutnya virus Corona. Kecil tapi berkembang biak. Kemana-mana. Ke penjuru negara. Melemahkan ekonomi. Mengubah tatanan sosial. Juga politik. Termasuk tata krama dan cara beribadah. Manusia tampak watak aslinya. Topeng pura-puranya terbuka. Akibat social distancing. Apalagi lockdown.
Siapa tahu ini adalah cara Tuhan mengistirahatkan para peziarah. Merumahkan pada hamba yang selama ini mengaku dekat. Memisahkan rumahNya dari keluhan dan pujian-pujian sebagai wasilah untuk meminta.
Mungkin Tuhan kadang-kadang ingin berjarak dari kerumunan manusia yang terus meminta. Kita saja yang ngeyel. Karena ada doa yang belum terkabulkan. Atau klaim yang selalu mengatasnamakan Tuhan sekarang tak lagi didengar orang. Klaim sebagai orang paling saleh tak lagi punya wibawa. Orang-orang yang suka bikin konflik, penjaga baik buruk, benar salah, penyebar hoax dan permusuhan saatnya berhenti. Lockdown.
Kekuasaan Tuhan dipinjamkan kepada virus kecil ini untuk merubuhkan hegemoni atas sains, kapitalisasi, modernisasi, liberalisasi, globalisasi dan semua simbol kesombongan manusia hingga kesalehan dan klaim paling baik. Negara super power yang mengaku paling berkuasa kini tak berdaya. Semua kebanggaan peradaban itu dirontokkan virus Corona seperti rumah anai-anai.
Kisah Sufi Ibrahim bin Adham
Pernah dengar kisah Ibrahim bin Adham, sufi yang hidup tahun 777 M. Cerita masyhur ini dimuat dalam kitab Hilyatul Auliya wa Thabaqatul Asyfiya’ (Perhiasan para wali dan tingkatan orang-orang suci) karya Al Imam Abu Nu’aim Al Ashfani.
Sebelum menjadi sufi dia adalah pangeran di negeri Khurasan yang kaya. Pada suatu malam dia mendengar suara gaduh di atas kamarnya yang mewah.
”Hai, siapa yang di atas itu,” teriak Ibrahim.
”Aku,” jawab orang itu.
”Ada apa malam-malam begini di atas atap?”
”Aku mencari untaku yang hilang.”
”Goblok! Bagaimana mungkin unta di atas atap,” jawab Ibrahim marah.
”Kamu yang goblok. Bagaimana mungkin kamu akan mendapatkan Tuhan di kamar mewah, kasur empuk, dan sajadah sutramu.”
Ibrahim bin Adham terdiam. Sejak itu dia berubah. Meninggalkan kemewahan, mencari Tuhan di tengah kemiskinan rakyatnya.
Jadi di manakah kita bisa menemui Tuhan? Sebuah hadits qudsi Allah berfirman, ‘Aku ada di antara orang miskin yang lapar, orang sakit yang tidak dikunjungi, orang telanjang yang kedinginan dan orang fakir yang direndahkan.”
Bisa jadi Tuhan ingin mengatakan bahwa Aku ada di antara orang lapar yang perih, orang sakit yang terlunta, orang telanjang yang kedinginan, orang fakir yang renta. Carilah Aku di sana. Aku ada di antara mereka. Apalagi di saat wabah ini. Aku tidak hanya ada pada ritual-ritual yang terus diperdebatkan kesahihannya.
Siapa pun bisa menjumpai Tuhan tanpa antara. Tuhan tidak berada di suatu tempat bahkan ada di rumah kita. Maka temukan Tuhan di rumahmu. Siapa pun bisa mengambil hikmah dari musibah ini. Apakah kebaikan yang didapat atau keburukan dan kesombongan lain yang ditumpuk atas nama ketaatan. (*)
Editor Sugeng Purwanto