
Bayangan Ramadhan bersama Corona ditulis oleh Biyanto, Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya dan Wakil Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim.
PWMU.CO – Pernahkan Anda membayangkan beribadah Ramadhan pada musim pagebluk. Yakni, musim mewabahnya penyakit yang membahayakan kesehatan umat.
Rasanya bayangan Anda akan benar-benar menjadi kenyataan pada Ramadhan tahun ini. Hal itu karena wabah penyebaran Virus Corona penyebab Covid-19 hingga kini belum menunjukkan gejala penurunan.
Bahkan yang terjadi justru sebaliknya. Tren menunjukkan kasus Covid-19 terus meningkat. Penyebaran Covid-19 juga merata di se antero negeri tercinta. Entah sampai kapan Virus Corona akan benar-benar hilang. Rasanya belum ada ilmuan yang berani memastikan akhir dari drama Virus Corona.
Sya’ban tanpa Tarhib
Padahal pada setiap bulan Sya’ban seperti sekarang ini biasanya umat Islam dari berbagai daerah mulai menyelenggarakan kegiatan dalam rangka menyambut (tarhib) Ramadhan. Berbagai acara keagamaan diselenggarakan untuk menyambut datangnya tamu agung bulan Ramadhan.
Acara tarhib selalu diselenggarakan umat dengan penuh kegembiraan seraya mengucapkan marhaban ya Ramadhan. Dalam acara tarhib itu biasanya diisi dengan kajian yang mengulas keutamaan Ramadhan.
Umat diajak untuk menyiapkan diri dengan melapangkan hati sanubari agar disinari dengan nilai-nilai kebaikan dari bulan Ramadhan.
Budaya tarhib Ramadhan juga ditunjukan dengan dibersihkannya tempat-tempat ibadah, masjid dan musala untuk menyambut jamaah yang akan beribadah sepanjang Ramadhan.
Rumah tempal tinggal kita juga dibersihkan sebagai simbol menyambut Ramadhan. Budaya ziarah dan mudik juga menjadi fenomena keagamaan yang khas dari umat Islam Indonesia.
Larangan Mudik
Tampaknya budaya agama yang menyertai datangnya Ramadhan dan Lebaran tidak akan ada pada tahun ini. Termasuk budaya mudik, pulang ke kampung halaman untuk bersilaturrahim dan berbagi pada kerabat dan handai taulan.Budaya mudik terancam dilarang pemerintah.
Dari berbagai pemberitaan media, pemerintah sudah menyiapkan regulasi larangan mudik. Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga sudah berancang-ancang untuk mengeluarkan fatwa “Haram Mudik”.
Fatwa itu berlaku untuk semua orang yang bekerja di perantauan, baik dalam atau luar negeri. Padahal para perantau yang umumnya bekerja harian di sekor informal kini sudah tidak bisa bekerja karena ada kebijakan lockdown di tempat kerja masing-masing. Dampaknya, mereka sudah tidak lagi berpenghasilan.
Karena itu mereka ingin mudik sekaligus menikmati Ramadhan bersama keluarga. Tetapi pemerintah tampaknya tetap pada komitmennya untuk melarang mudik. Bukan hanya pemerintah di tempat para perantau yang melarang mudik. Pemerintah daerah tempat asal atau kampung pemudik juga menolak.
Semua itu dilakukan karena pemerintah ingin mengurangi penyebaran Virus Corona. Larangan itu dilakukan juga sebagai implementasi kebijakan pengaturan jarak sosial atau fisik (social/physical distancing).
Jelas tidak ada yang salah dengan kebijakan pemerintah pusat dan daerah untuk melarang mudik. Juga tidak salah jika MUI akhirnya mengeluarkan fatwa haram mudik Lebaran.
Hal itu karena agama juga mengajarkan pentingnya menghindari bahaya harus lebih diutamakan daripada melakukan kebaikan (dar’ul mafasid muqaddam ‘ala jalbil mashalih).
Tarawih di Rumah
Bukan hanya mudik Lebaran. Umat juga harus melupakan kemeriahan Ramadhan. Karena wabah Covid-19 terus meningkat, maka kebiasaan shalat terawih berjamaah di masjid dan musala juga harus ditiadakan.
Untuk menjaga diri dari bahaya Corona, selama Ramadhan nanti umat harus menikmati ibadah terawih dengan berjamaah bersama keluarga di rumah. Budaya takjil, buka puasa bersama, sahur bersama, tadarus bersama di masjid, mendengarkan ceramah agama di masjid, iktikaf di masjid terutama pada sepulur hari terakhir Ramadhan harus dilupakan.
Bahkan umat juga harus menyiapkan diri untuk tidak menjalankan shalat Idul Fithri di tanah lapang atau masjid. Demikian juga dengan halal bi halal dan saling mengunjungi sebagai rangkaian Idul Fitri, juga terancam hilang pada tahun ini.
Semua itu terjadi karena kita sedang diuji Allah dengan datangnya Virus Corona pada Ramadhan tahun ini.
Semoga Covid-19 tidak mengurangi kekhusyukan dan kesyahduan kita dalam beribadah pada Ramadhan tahun ini.
Bahkan sebaliknya, peristiwa Covid-19 semakin menyadarkan kita sebagai makhluk yang lemah. Sebagai hamba yang lemah kita mesti terus membangun kedekatan dengan Allah seraya bermunajat kepada-Nya agar diberikan kekuatan untuk melewati musim pagebluk ini.
Bayangan Ramadhan bersama Corona semoga benar-benar tak menjadi kenyataan. Amin. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.