PWMU.CO-Pesan WA masuk ke Ketua MDMC Pacitan Agus Hadi Prabowo di suatu pagi. “Nuwun sewu pak, apakah masih ada bantuan seperti yang dibagikan untuk tukang becak beberapa waktu yang lalu.”
Pesan WA itu dikirim oleh Sugianto, warga RT 02/10 Desa Ngadirjan, Pringkuku, Pacitan. Dia ini pemijat tunanetra yang buka praktik di rumahnya. Tapi selama wabah Corona merebak tak ada pelanggannya yang datang karena ada seruan diam di rumah.
Pendapatannya terhenti. Tabungannya yang sedikit itu pun habis. Karena itu dia terpaksa mengirimkan pesan WA kepada Agus Hadi Prabowo yang lama dikenalnya aktif di MDMC (Muhammadiyah Disaster Management Center). Menanyakan apakah masih ada bantuan sembako untuk orang-orang pinggiran.
Agus Hadi Prabowo trenyuh membaca pesan WA yang cukup membikin hati mengharu biru. Segera dia teruskan pesan itu kepada Ketua Lazismu Pacitan Muhammad Isa, Selasa (14/4/2020), disertai pesan tambahan, “Mohon segera direspon, Mas.”
Tidak butuh lama, permintaan ini ditanggapi oleh tim Lazismu yang juga tergabung dalam Muhammadiyah Covid-19 Comand Centre (MCCC) Pacitan. Persediaan bingkisan sembako di kantor masih ada. Maka tim MCCC langsung meluncur ke rumah Sugianto. Betapa senangnya keluarga ini saat menerima bingkisan sembako.
“Mohon maaf ya, baru kali ini kami merasakan dampak wabah sehingga harus menanyakan bantuan ke Muhammadiyah,” ujar Suminah, istri Sugianto kepada tim MCCC Pacitan.
“Sebenarnya biasanya nafkah kami bisa mencukupi kebutuhan sendiri dari jasa pijat bapaknya anak-anak,” lanjut ibu dari Meilika dan Hafidz ini.
Perlu Biaya Sekolah Anaknya
Di rumah ini ada ruang tempat praktik pijat Sugianto. Kali ini ruang itu tampak kosong. “Hampir dua pekan ini tidak ada lagi pelanggan datang kemari,” cerita Sugianto. ”Juga gak ada panggilan memijat.”
Kalau pun ada panggilan, sambung dia, terpaksa ditolaknya karena seruan pemerintah untuk tinggal di rumah dan social distancing. Menjaga jarak dengan orang lain.
Selain bingung dengan biaya makan sehari-hari, Sugianto juga memikirkan biaya untuk anak keduanya, Nidzam Hafidz Azzaki, yang juga tunanetra. Pertengahan tahun, anak ini selesai sekolah di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Ngadirjan dan harus daftar ke SD Luar Biasa (SDLB) Punung.
Kakaknya, Meilika Aulia Pratiwi, yang juga tuna netra dan sekolah di SMP Luar Biasa (SMPLB) Pacitan terpaksa berhenti sebab terbatas biaya. Meilika akan dipindahkan ke SMPLB Punung yang dekat rumah agar irit biaya transportasi. “Tahun ajaran baru nanti, adiknya biar bareng kakaknya di satu sekolah di Punung, yang lebih dekat dari sini,” jelas Sugianto.
Dia berharap wabah Corona ini segera berakhir sehingga ekonomi keluarganya pulih lagi. Anak-anaknya segera dapat sekolah kembali dan dia bisa melayani pelanggan. (*)
Penulis Muh. Isa Ansori Editor Sugeng Purwanto